Mengakrabkan Siswa pada Budaya dan Tradisi

(Catatan kecil dari Festival dan Lomba Seni Siswa SMP/MTs Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008)

Tanggal 2-4 Juni 2008, saya menyaksikan Festival dan Lomba Seni Siswa SMP/MTs Provinsi Jawa Tengah di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Ada tujuh macam seni yang dilombakan, di antaranya: cipta puisi, cipta cerpen, mendongeng bahasa Inggris, MTQ, tari, musik tradisional, dan menyanyi solo. Festival dan lomba ini, sebagaimana dikemukakan oleh panitia penyelenggara, bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa di bidang kesenian, meningkatkan apresiasi siswa di bidang kesenian, dan membangun sikap kompetitif siswa pada era global. Lomba tersebut digelar secara berjenjang; dimulai dari seleksi di tingkat sekolah, kabupaten, karesidenan (khusus seni tari, menyanyi solo, dan musik tradisional), hingga ke jenjang provinsi. Mereka yang berhasil dinobatkan sebagai juara I berhak mewakili Jawa Tengah ke ajang yang lebih prestisius di tingkat nasional yang rencananya akan digelar di Bandung, Jawa Barat, 21-26 Juni 2008.

Sebagai pencinta seni, saya menikmati betul “menu” yang disajikan dalam acara itu. Kita seperti melihat kiprah para kandidat seniman yang kelak akan menjadi ikon dunia kesenian di negeri ini. Wajah-wajah yang polos dan lugu berusaha tampil maksimal untuk berekspresi di depan dewan yuri. Kita berharap, para siswa yang telah terjaring lewat kontes ini bisa lebih terasah “talenta”-nya sehingga tidak terjebak menjadi seniman festival atau seniman lomba. Artinya, kelak mereka benar-benar sanggup menjadikan seni sebagai sebuah “dunia panggilan” dan tidak hanya tampil ketika ada festival atau lomba saja. Semakin terbukti, betapa vitalnya peran institusi pendidikan sebagai “ibu kandung” yang mampu melahirkan calon-calon seniman berkelas. Oleh karena itu, peran institusi pendidikan sebagai “agen kebudayaan” perlu secepatnya dilirik dan diperhatikan. Perbanyak anggaran untuk pengembangan seni dan budaya, lengkapi fasilitas, sarana, dan prasarananya, rekrut para guru yang kreatif dan berwawasan seni, serta perbanyak ruang publik untuk menggelar karya seni!

Menurut hemat saya, yang menarik pada ajang festival dan lomba kali ini adalah temanya yang bertumpu pada jargon “mengakrabkan siswa pada budaya dan tradisi”. Dalam lomba penciptaan cerpen, misalnya, para peserta diharapkan mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan “warna lokal”, seperti adat dan tradisi, mitos, cerita rakyat, dongeng, atau legenda, yang belum pernah terdokumentasikan secara tertulis. Hal ini menarik lantaran setiap peserta mesti berusaha menggali nilai-nilai kearifan lokal yang berada di daerah masing-masing, untuk selanjutnya dikemas melalui sebuah dedahan kisah yang menarik dan memikat dalam konteks kekinian. Artinya, tidak hanya sekadar mengalihkan nilai-nilai kearifan lokal secara vulgar dan apa adanya, tetapi butuh sentuhan kreativitas dan “keliaran” imajinasi sehingga mampu menghasilkan cerpen-cerpen yang eksotis dan khas. Kalau di Jawa Tengah saja ada sekitar 35 cerpen yang mengangkat tema-tema semacam itu, berarti telah muncul sekitar 35 nilai kearifan lokal yang berhasil tergali.

Persoalannya sekarang, berhasilkah dewan yuri memutuskan cerpen terbaik; yang eksotis dan khas, untuk selanjutnya dipertarungkan ke tingkat nasional? Saya membayangkan, kalau cerpen dari ke-33 provinsi yang nanti akan dipertarungkan di tingkat nasional benar-benar mengangkat nilai-nilai kearifan lokal yang eksotis dan khas, setidaknya ada 33 nilai kearifan lokal yang berhasil tergali. Jelas, ini akan memberikan kontribusi nyata dalam upaya mewujudkan kebudayaan nasional yang merupakan “kompilasi” dari puncak-puncak kebudayaan daerah. Sebaliknya, kalau dewan yuri semata-mata hanya menggunakan pendekatan struktural; “zakelijk”, apalagi mereka tidak memahami esensi nilai-nilai kearifan lokal, estetika, orisinalitas gagasan dan gaya pengucapan, jangan harapkan akan lahir cerpen-cerpen eksotis dan khas dari ajang festival dan lomba semacam itu. Kita hanya bisa berharap –tidak hanya yang berlangsung di Provinsi Jawa tengah, tetapi juga untuk provinsi yang lain– para yuri tidak salah dalam memilih dan memutuskan cerpen terbaik sehingga tema lomba tak terjebak sebatas jargon belaka.

Yang tak kalah penting adalah pendokumentasian karya. Cerpen-cerpen yang khas dan eksotis semacam itu akan lebih bermakna dan bermanfaat apabila diterbitkan menjadi sebuah bunga rampai, untuk selanjutnya didistribusikan secara gratis ke sekolah-sekolah. Selain untuk memperkaya khazanah pustaka secara literer, juga sebagai salah satu bentuk “dialog budaya” lintasdaerah yang belakangan ini dinilai mulai memudar. Melalui “dialog budaya” semacam itu nilai-nilai primordial dan etnisitas yang belakangan ini gampang terkooptasi oleh nilai-nilai chauvinisme sempit bisa lebih cair dan terbuka.

Di tengah gerusan modernisasi dan globalisasi yang demikian dahsyat, tema-tema yang relevan dengan budaya dan tradisi yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal memang layak dijadikan sebagai agenda yang penting dan urgen untuk diusung melalui dunia pendidikan. Sudah saatnya dunia pendidikan mengambil peran untuk membumikan nilai-nilai kearifan lokal itu ke dalam ranah kehidupan siswa, sehingga kelak mereka menjadi insan yang cerdas tanpa kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa yang berbudaya, terhormat, dan bermartabat. Semoga! ***

Comments

  1. Persoalannya sekarang, berhasilkah dewan yuri memutuskan cerpen terbaik; yang eksotis dan khas

    wew.. cerpen pak sawali banget neh.. :mrgreen: berarti besok tgl 6 itu hari terakhir yah pak??

    ridus last blog post..Pekan Produk Budaya Indonesia 2008

    wew… kok hari terakhir? kan sudah berakhir tanggal 4, ridu, hiks :mrgreen:

  2. semoga bisa menjadi bangsa yang berbudaya, terhormat, dan bermartabat. amiennn

    hanggadamais last blog post..Jangan Kecewa!!!

    amiin. semoga demikian, mas hangga :oke

  3. benar sekali pak sawali, mnrt sy sekolahan saat ini sudah mulai beralih dari tempat bertransformasi dari anak-anak menjadi dewasa dengan materi2 kearifan budaya bangsa menjadi sebuah ajang komersialisasi. walaupun memang tidak bisa digeneralisasi, namun hakekat dari pendidikan itu sendiri “memanusiakan manusia” sudah mulai terkikis..

    inidanoes last blog post..AKU, KAU, DIA, ADIKAU

    dengan adanya festival dan lomba seni, semoga dunia pendidikan bisa kembali ke “khittah”-nya sebagai “agen kebudayaan”, mas danoe, sehingga pendidikan benar2 mampu berperan utk “memanusiakan manusia” 💡

  4. potensi siswa sebenarnya luar biasa dalam mendalami nilai-nilai budaya lokal di lingkungan tempat tinggalnya, apalagi bila ditunjang dg spirit yg diberikan gurunya.

    namun kadang persoalan utamanya muncul dari diknas kab/kota, sbg perpanjangan tangan dari diknas prov.

    di tempat saya misalnya, waktu untuk mempersiapkan siswa diberikan hanya seminggu. itu pun bertabrakan dg padatnya jadwal kbm siswa.

    tidak heran, saat dilakukan penilaian (kebetulan saya diminta sbg salah seorang dewan juri untuk cerpen dan puisi) kesan karya yg muncul adalah asal jadi. di samping itu jumlah peserta yg ikut pun juga minim.

    jadi kalau potensi siswa tdk maksimal, yg disalahkan siapa pak? guru lagi?

    Zulmasris last blog post..R E L I G I (pencarian di gelapnya malam)

    dalam konteks seperti itu, tentu saja guru tidak bisa disalahkan sepenuhnya, pak zul, kalau sampai tidak bisa mengasah potensi siswa secara utuh, apalagi waktu yang tersedia hanya seminggu. padahal, pelatihan dan pembimbingan cerpen butuh waktu berbulan-bulan. ke depan, semoga info ttg lomba itu bisa disebarluaskan sejak awal :oke

  5. Semoga generasi muda kita mencintai budaya sendiri ya, Pak? *menyentil diri sendiri*

    KiMis last blog post..

    hehehehehe 😆 semoga saja impian itu bisa terwujud melalui festival dan lomba semacam itu, mbak kimi :oke

  6. Siiiiip….buat acara festivalnya,
    Memang bangsa yang besar hanyalah bangsa yang berdiri tegak di atas jati diri dan budayanya sendiri.
    Oleh sebab itu sangat bagus apabila sejak dini, mulai dari bangku sekolah siswa sudah dituntun untuk mengenali budaya bangsanya. Dari kenal kemudian menjadi sayang dan merasa memiliki. Dengan rasa handarbeni inilah tumbuh suatu kebanggaan, dan itulah awal kemandirian sebuah bangsa.

    Nuwun Pake, 🙄

    yaps, sepakat banget, Ndoro seten. mudah2an saja sekolah benar2 mampu menjalankan fungsinya sebagai “agen kebudayaan” sehingga mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar akan budayanya sendiri 💡

  7. ber-science dan berseni dalam membekali anak yang berbudaya untuk masa depan bangsa, harus segera dimulai lagi dengan serius baik pihak terkait (diknas) juga pemda. Dan kunci pertama ada pda guru, sebagai ujung tombak yang harus mempunyai inovasi dan tidak selalu menunggu bola.membuat even2 yg kecil dalam berscience dan berseni harus digalakan kembali.sehinnga para siswa bisa langsung mempraktekan ilmu yang di dapatkan, tanpa harus menunggu (learning by doing).selamat berkarya.

    sepakat, pak amin. idealnya memang para guru mesti jemput bola. sayangnya, hal itu seringkali tidak diimbangi dengan kebijakan pemimpin sekolah yang *jujur saja* masih abai terhadap masalah budaya dan science. :oke

  8. Dulu saya masih sering mengikuti pertunjukan di TIM, Jakarta…maklum suami saya adalah pengajar di STSI Bandung. Namun dengan segala kesibukan, dan semakin banyaknya waktu suami diperlukan di Bandung, menonton nya terpaksa memilih. Saat anak-anak kecil, mereka sering menonton dari balik panggung STSI Bandung (rumah saya hanya 100 m dari STSI)…..memang mengasyikkan.

    Beberapa bulan lalu saya sempat menonton festival Karawitan Muda III se Indonesia yang disiarkan langsung melalui RRI pro-IV Jakarta…senang melihat anak-anak kecil usia SD udah pintar main gamelan, angklung dsb nya.

    edratnas last blog post..Tulisan apakah yang paling diminati pembaca?

    bener banget, bu enny, menyaksikan anak2 yang sedang unjuk kebolehan memainkan alat musik tradisional dapat membangkitkan optimisme bahwa kelak negeri ini akan menjadi sebuah negeri yang sadar akan budayanya sendiri. 💡

  9. Seni merupakan salah satu kecerdasan yang harus diasah. Ajang lomba ini termasuk salah satu sarana untuk mengasah kecerdasan. Hasil lomba menurut saya tidak terlalu penting. Yang lebih penting, bagaimana siswa bisa membiasakan diri untuk tampil di depan umum. Pengalaman tampil ini, menurut saya, sangat penting dalam pengembangan karirnya kelak, pada profesi apapun. Halah…nyambung kan komennya?

    Hery Azwans last blog post..Begadang

    nyambung banget bung azwan :oke saya sependapat kok. soal kalah-menang itu hal yang biasa dalam sebuah lomba. yang penting, siswa mampu unjuk kebolehan di depan banyak orang utk menunjukkan kesejatian dirinya. 🙂

  10. Bagus banget pak, sekarang generasi udah lupa atau malu aka keduyaan tradisinya…kebanyakn sinetron2 kali ya.. 😈

    Diahs last blog post..Jenis Donat kesukaan anak-anak

    dengan adanya festival dan lomba yang berkaitan dengan budaya dan tradisi, mudah2an para siswa dapat mengenali budaya bangsanya, mbak 💡

  11. Seni mengaktualisasi diri
    Budaya membangun bangsa
    Pendidikan & pengakraban semenjak dini 😡
    Harapan tersemat di dada penerus bangsa 🙄

    tomys last blog post..UCAPAN TERIMA KASIH

    terima kasih info tambahannya, pak tomy. mudah2an saja harapan itu dapat terwujud 💡

  12. Eh Pak Sawali jadi yuri ke?
    Ada perlombaan seni membuat blog ngga pak?

    Iwan Awaludins last blog post..Sepeda Felinseton

    hahahaha 😀 saya hanya penggembira kok, pak. waduh, hingga saat ini kok belum ada tuh pak lomba blog antarsiswa smp. hiks, sedih juga 😛

  13. Kalau di Bali ada yang namanya PORSENIJAR Pekan Olah Raga dan Seni Pelajar. Udah dari dulu ada.

    imcws last blog post..Fitur Layanan Hosting

    yaps, sama dengan di jawa, pak dokter. ada porseni. tapi sekarang kayaknya sudah dipisahkan 💡

  14. Acara yang sangat mendidik dan sangat dibutuhkan pak..
    sring2 aja diadakan…smoga bisa menjadi momen untuk lebih menguatkan smangat nasionalisme dengan mencintai budaya sendiri

    azaxss last blog post..Aku, untuk Hidupku..

    betul banget, mas azaxs. mudah2an para pengambil kebijakan peduli akan hal itu :oke

  15. Wah… kurang lengap tuh acaranya…. aturan ada lomba blogging dan juga lomba desain blog…. jurinya Pak Sawali…. bukannya blog juga merupakan bagian dari budaya?? :mrgreen:

    Yari NKs last blog post..Tanpa Perang Nuklirpun Tubuh Kita Sudah Terpapar Radiasi…

    hehehehehe 🙂 sampai sekarang kayaknya belum digagas, bung yari. mudah2an tahun2 mendatang bisa terwujud. ttg yuri, kekekekeke 😀 kenapa mesti saya?

  16. waaaaaaaaaa..senengnya liat anak2 berkreasi n membanggakan budaya sendiri. smoga kegitan ini bise dilestarikan. :mrgreen:

    @ pak yari
    ntar lagi di ptk akan ngadain lomba blog utk anak sekolah 🙄

    eNPes last blog post..http://nuritaputranti.web.id

    bener, bu ita. saya juga menikmati betul sajian acaranya, hehehehe 😆 *sok peduli* wah, salut juga tuh pontianak sdh mulai merintis lomba blog utk siswa.

  17. wah seneng lihat anak2 jateng pada menunjukkan kreasinya dan tidak lupa pada budaya sendiri.jadi kangen jateng
    saya anak jateng pak tapi sekolahnya di jatim tyuz :114

    dafhys last blog post..berkelas dunia tapi tak berkelas rakyat

    loh, jatim pun saya kira ada juga, mas dafhy. festival dan lomba itu kan dilakukan berjenjang, mulai tk sekolah hingga nasional. btw, mas dafhy nggak pernah lagi ke jatengkah? 💡

  18. FAD

    Waktu di kampung dulu kegiatan semacam ini sangat ter-manage dengan baik.
    Saya masih ingat ketika SD tiap selesai CAWU maka di Kecamatan (Dep P&K) selalu ada acara seperti ini dimana setiap SD membawa perwakilannya di kecamatan untuk ikut lomba kesenian.
    Tapi sekarang saya enggak tahu apakah kegiatan semacam itu masih berlangsung.
    Sayang kalau tidak ada ,sebab generasi muda sebagai bibit bibit penerus budaya Bangsa di masa depan tidak terputus terhadap budayanya sendiri.

    FADs last blog post..Attitude For Selling

    kalau SD sepertinya masih terus berlangsung acara itu setiap tahun, mas fad. dengan acara seperti itu, seperti harapan kita semua, mudah2an generasi masa depan negeri ini tidak mengalami “gegar budaya” 😛

  19. FAD

    Kok enggak ada lomba nge – Blog ya..he he.. 😀

    FADs last blog post..Attitude For Selling

    utk lomba ngeblog kayaknya belum diagendakan, mas fad. mudah2an tahun depan mulai dilirik 🙄

  20. Kalau pola-pola seperti ini terus dijadikan agenda rutin, barangkali negeri ini tidak akan pernah kehabisan amunisi untuk mengolah jiwa.

    Sebuah proses menjadikan manusia agar tetap menjadi manusia…

    wah, sepakat banget, mas daniel. mudah2an acara seperti itu benar2 mampu menghidupkan dunia pendidikan sebagai “agen kebudayaan” 💡

  21. wah wah…
    kayanya emang harus tuh.. kalo perlu setiap tahun diadakan acara kaya gini pak.

    soalnya naas banget kalo ngeliat anak jaman sekarang (kaya saya ini pak :181 :181 :181 )

    waterbomms last blog post..Minggu di Yuraku

    mas waterbomm sukanya kok merendah sih, hehehehe 💡

  22. Masalahnya sudah terjadi salah kaprah pendidikan di dalam keluarga kita. Waktu kita masih kecil, ortu selalu membombong “kalo pinter besok gedhe jadi dokter/insiyur/blablablabla” hampir tak ada ortu yg bilang “jadi penulis saja nak!” ato “ah penari…jangan-jangan entar jadi ledhek…jangan deh nak!”

    Aku sendiri mengalami itu. Ortu hanya menonton tarian jika anak-anaknya menari karena kewajiban sekolah. Tak pernah mereka ada ide sengaja membayar karcis untuk menonton tarian/art/spectacle.

    Di Perancis (karena yg aku tahu baru itu), kami sangat bergembira sekali jika ada pesta. Setiap kali di beri jeda musik live/hanya musik saja dan hampir semua orang berdansa, tergantung musiknya dari walts jaman bahehula, chacha, tanggo, rock N roll sampe disco. Jadi malu aku jika membandingkan diri dgn nenek/kakek umur 80than.

    Juliachs last blog post..Alkohol – Mengendarai Mobil?

    wah, pengalaman yang menarik pastinya di perancis, ya, mbak julia, hehehehe 😆 mudah2an semakin maju peradaban tdk melunturkan semangat orang tua utk menanamkan nilai2 kecintaan dan kebanggaan terhadap budayanya sendiri, mbak 💡

  23. Portfolio saya di dunia seni nggak banyak. Sekali main drama di SMP, sekali ikut lomba melukin kaligrafi Alqur’an di SMP, ikut main operet dan membaca puisi religi bersama teman ketika SMA.

    Seni yang saya miliki saat ini apa ya? Mungkin seni ngeblog, Pak. Habis blog saya bertaburan…

    portofolio yang oke juga, mas arif. wew… ngeblog ternyata butuh sentuhan seni juga, ya, mas 🙄

  24. Salam
    Wah pak Dhe jarang2 lho cerpen yang kata Pak Dhe eksotis membawa kearifan lokal di dalamnya, saya setuju Pa Dhe kalau seandainya ada dari tiap daerah karena meski lewat cerita imajinasi namun dengan setting tempat, tokoh, karakter dan budaya daerah maka kita bisa plus nambah pengetahuan tentang khasanah kehidupan daerah tersebut, maka itu Pa Dhe kadang saya juga lebih suka cerita2 yang berbau epik dengan setting tokoh, tempat dan budaya tertentu 🙂

    nenyoknenyoks last blog post..Umar Bin Khattab dan Seorang Yahudi Tua

    hahahaha 😆 betul sekali, mas nenyok. teks cerpen seharusnya lebih banyak mengangkat tema2 lokal sebagai “jembatan budaya” utk membangun identitas keindonesiaan. :oke

  25. main ke jogja pak.. festival kesenian yogyakarta (fky) dah dibuka hari ini.. 🙂

    yainals last blog post..Creative Worker atau Knowledge Worker?

    Oh, ya? pinginnya sih selalu nonton kalau ada acara2 kesenian. sayangnya, seringkali tak kesampaian juga, hehehehe 😆 makasih infonya, mas yain 💡

  26. Mungkin memang institusi pendidikan itu agen kebudayaan njih.
    Paling tidak kalau saya dan beberapa orang yang saya kenal itu mendapat kesempatan mengecap kesenian terutama yang lokal itu ya hanya dari dunia pendidikan.
    Ketika sudah tidak lagi berhubungan dengan dunia pendidikan, kondisinya kemudian berubah.
    Sekarang bahkan jika saya disuruh menulis aksara jawa atau membuat cerpen, mungkin hasilnya “berantakan” :mrgreen:
    Jadi ingat masa-masa PORSENI (Pekan Olah raga dan Seni) sekolah dasar, he he, betapa menyenangkan :acc

    sigids last blog post..Kenalan dengan Gutsy Gibbon

    mudah2an saja acara semacam itu sering2 digelar di sekolah, pak sigid agar anak2 tidak lupa pada budaya bangsanya, hehehehe 😆 btw, apa pun kalau jarang dilatih, memang seringkali jadi lupa, pak, haks :oke

  27. bagus jg nih, untuk memmpertahankan budaya Indonesia 😀

    Fikars last blog post..Do You Yahoo ?

    >>>
    hehehehe 😆 betul banget, mas fikar. sejak dini anak2 harus mengenal budayanya sendiri 💡

  28. saya termasuk korban ortu lho, pak! Waktu baru lulus SMA, mau kuliah di Fak Sastra Indonesia, tidak diijinkan. Kata papa, sastrawan nggak ada duitnya? Lha, waktu itu Harry Porter belum ada sih. Kalo tahu, penulis Harry Porter kaya raya, mungkin saya diijinkan kuliah di Sastra ya, pak. He he he…..

    Baca juga tulisan terbaru fatamorgana berjudul SERING DISANGKA COWOK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *