Wujudkan Reformasi Sekolah agar Tak Lagi Sekadar Wacana
Penjara
Bos Buku Datang, Sekolah Meradang?
Penjara
Cerpen: Sawali Tuhusetya
Pelupuk mata Badrun mengerjap-ngerjap seperti klilipan. Berat dan pedas. Sudut-sudut matanya masih digerayangi sisa-sisa mimpi. Ia tidak tahu, sudah jam berapa sekarang. Sel tempat ia disekap memang sangat tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti pergantian setiap detik, menit, jam, bahkan hari. Ia pun tak ingat lagi, sudah berapa lama menjadi penghuni penjara terkutuk yang sumpek, pengap, dan bau ini.
Yang menjengkelkan, ia harus sering bergaul dengan para penghuni penjara berperangai kasar. Ia sering dijadikan sasaran amarah dan ledakan emosi para pesakitan yang sudah kebelet ingin mencium bau kebebasan di luar tembok penjara. Gertakan, makian, sumpah-serapah, ancaman, pukulan, bahkan ludah bacin tak jarang harus ia terima, tanpa perlawanan. Sangat konyol jika harus melawan mereka. Di penjara ini, hanya okol dan nyali yang berbicara. Makin kuat okol dan nyalinya, mereka malah disegani dan bisa dengan bebas memperlakukan napi lain seenak perutnya.
Pertunjukan Tayub di Grobogan
Pendidikan dan Moralitas Kaum Terpelajar
Tak Perlu Bersikap Reaktif!
Kecemasan Menjelang UN
Sekolah Bukan Ajang Indoktrinasi
Seiring dengan perubahan dan dinamika masyarakat yang terus bergerak menuju arus globalisasi, problem dan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia persekolahan kita makin rumit dan kompleks. Sekolah tidak hanya dituntut untuk mampu melahirkan generasi-generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga diharapkan dapat menciptakan generasi bangsa yang cerdas secara emosional dan spiritual.
Dengan kata lain, sekolah dituntut untuk mampu melahirkan generasi yang “utuh” dan “paripurna”. Namun, melahirkan generasi yang “utuh” dan “paripurna” semacam itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan “kemauan politik” para pengambil kebijakan untuk menjadikan dunia pendidikan sebagai “panglima” peradaban, sehingga negeri ini mampu menjadi bangsa yang terhormat dan bermartabat dalam percaturan dunia internasional pada era global. “Kemauan politik” tersebut harus diimbangi dengan semangat dan motivasi segenap komponen dan stakeholder pendidikan, sehingga tidak hanya sekadar menjadi slogan dan retorika belaka.