Bang Kempul Bergaya Selebritis: Sebuah Refleksi
Membebaskan Dunia Pendidikan dari “Virus” Politik
“Fasisme” dalam Dunia Pendidikan
Mengapa Pamor Guru Meredup?
Catatan Tercecer dari Semiloka Nasional: Peran TIK dalam Revitalisasi Pembelajaran
Kamis, 23 Agustus 2007, bertempat di Hotel Siliwangi, Jln Mgr. Sugijopranoto No. 61, Semarang, digelar seminar dan lokakarya (Semiloka) sehari dengan topik: Peran Tekonologi Informasi dan Komunikasi dalam Revitalisasi Pembelajaran. Semiloka diikuti oleh unsur Kepala/Dinas/Kasubdin P dan K Kabupaten Kota, Pengawas, Kepala Sekolah, Guru, dan Widya Iswara LPMP se-Indonesia (sebanyak 150 peserta). Tampil sebagai pemakalah dalam seminar tersebut adalah Ir. Lilik Gani HA, M.Sc., Ph.D (Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Depdiknas), Ir. Indra Djati Sidi, Ph.D (mantan Dirjen Dikdasmen yang kini menjadi Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB), dan Hartoyo, M.A., Ph.D (Dosen Universitas Negeri Semarang).
Pelaksanaan semiloka dilatarbelakangi PP 19/2005 (pasal 19) tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berbunyi seperti berikut ini.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sastra dan Anomali Sosial Generasi Muda Masa Kini
Saya tersentak ketika membaca sebuah berita seperti ini.
Sementara itu, berita dari kota Gudeg Yogyakarta juga tak kalah menyentakkan.
17-Agustusan, Jangan Terjebak Seremoninya, Bung!
Nasionalisme Kita Telah “Mati Suri”?
Puisi Heroik dan Kepekaan Akal Budi
Ada sikap latah yang sering hinggap dalam diri para pemimpin, pejabat, “penghuni” senayan, atau orang-orang terhormat yang sudah biasa masuk dalam lingkaran kekuasaan. Saat-saat menjelang Agustus-an seringkali dijadikan sebagai momentum untuk menunjukkan kepekaan akal budi dan kesalehan hati nurani. Orang mulia dan terhormat yang biasanya amat “alergi” terhadap puisi, tiba-tiba saja muncul keinginan untuk menjadi pembaca puisi yang baik di atas mimbar terhormat. Dengan tampilan meyakinkan, mereka lantang membaca puisi heroik, kata demi kata, larik demi larik, bait demi bait. Meski dengan vokal, intonasi, dan penghayatan pas-pasan, mereka amat bangga mendapat aplaus meriah auidens yang merasa “tersihir” dan terpukau. Pejabat kok mau ya, baca puisi? Olala!
Ingin mendownload puisi-puisi heroik? Cari saja di sini! atau kunjungi saja URL ini!