Perempuan yang merindukan Hujan di Malam yang Lain

Post: 02/27/2006
Disimak: 248 kali
Cerpen: Indrian Koto
Sumber: Lampung post, Edisi 02/26/2006
SORE jatuh di ujung gedung, digantikan senja yang temaram. Segera, malam menaburkan kegelapan yang paling kelam. Langit menyajikan sekeping bulan yang patah–serupa goresan luka kecil pada wajah. Bintang bertebar di pipi malam, mewartakan batas langit dari ketinggian.
Kota tak hendak menutup kisah, menawarkan kemilau di jalan-jalan, gedung bertingkat dan papan iklan. Malam tak mesti dilalui dengan kegelapan. Trotoar, bangku-bangku dan taman mengisahkan sejarah paling masyuk sepanjang malam.
Kota menggeliat, mengabarkan kemerdekaan yang paling laknat. Kehidupan tumbuh di mana-mana, menyajikan riang wajah-wajah dan gemuruh suara-suara. Malam, waktu yang paling tepat merayakan sebuah kemenangan.