Tak henti-hentinya pembelajaran sastra di sekolah disorot para pengamat, pemerhati, dan peminat sastra. Hal itu memang cukup beralasan. Proses pembelajaran sastra di sekolah selama ini dinilai belum optimal; berlangsung seadanya, kaku, tanpa bobot, dan membosankan, sehingga tidak mampu membangkitkan minat dan gairah siswa untuk belajar sastra secara total dan intens. Akibatnya, apresiasi sastra siswa tidak bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal. Buku-buku sastra di perpustakaan sekolah dibiarkan terpuruk tak tersentuh, kepekaan moral dan nurani siswa pun dinilai mulai menipis. Tidaklah berlebihan kalau Danarto pernah menyinyalir, salah satu penyebab maraknya tawuran antarpelajar ialah lantaran siswa tidak pernah diajar sastra dengan baik.