Akankah Kurikulum 2004 Berakhir Konyol?

DI harian ini beberapa bulan lalu, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Suyanto PhD, pernah melontarkan plesetan KBK menjadi “Kurikulum Bakalan Konyol”. Kini, muncul plesetan lain. Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) -yang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan di kalangan guru- diplesetkan menjadi “Cathet Tinggal Lunga” (catat tinggal pergi); tak ubahnya dengan nasib pendekatan CBSA yang dulu diplesetkan menjadi “Cah Bodho Saya Akeh” atau “Catat Buku Sampai (h)Abis”. Plesetan yang mencerminkan keadaan betapa sulitnya negeri ini mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam ranah dunia pendidikan kita.

Kecemasan Menjelang UN

JIKA tidak ada aral melintang, Mei nanti semua siswa SMP/MTsdan SMA/MA/SMK yang duduk di kelas terakhir akan menempuh Ujian Akhir Nasional(UAN). Namun, Standar Prosedur Operasional (SPO) UAN sebagaimana tertuangdalam Keputusan Mendiknas RI Nomor 153/U/2003 bertanggal 14 Oktober 2003,UAN tahun pelajaran 2003/2004 masih menimbulkan pro dan kontra, terutamayang berkaitan dengan kriteria kelulusan yang mematok batas nilai minimal4,01 untuk setiap mata pelajaran yang diujikan baik ujian teori maupunpraktik.

BOS BUKU DATANG, SEKOLAH MERADANG?

Sekretaris Jenderal Depdiknas, Dodi Nandika, sebagaimana dilansir oleh harian Pikiran Rakyat, (13/4/2006) pernah mengungkapkan bahwa Depdiknas akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah satunya adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS Buku-red). Menurut Dodi, BOS buku diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah terpencil dan tertinggal yang ada di 9-12 provinsi di Indonesia.

MENUNGGU LONCENG KEMATIAN

13 November 2006 yang lalu, Mendiknas menandatangani Permen No. 45/ 2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007. Secara substansial, tak ada sesuatu yang baru. Dalam pasal 4, misalnya, dinyatakan bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan.

Latar Belakang Sertifikasi

Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.

MENGEMBALIKAN KE-“RESI”-AN SEORANG GURU

“Digugu lan ditiru!” Begitulah akronim yang diberikan oleh orang-orang tua kita pada zaman dulu terhadap figur seorang guru. Kata-katanya mesti dapat dipercaya, perilakunya pun dapat diteladani. Ungkapan itu menyiratkan betapa besarnya tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang guru.

MENYIKAPI ANGKA KERAMAT 4,26

Usai sudah hajat nasional berlabel Ujian Nasional (UN) yang paling menyita perhatian publik pendidikan itu digelar. Hasilnya pun sudah sama-sama kita lihat. Baik, di tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA, terjadi kenaikan persentase kelulusan yang dianggap “luar biasa”. Sampai-sampai Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang untuk pertama kalinya menggelar UN merasa bangga dan bertepuk dada atas keberhasilan itu. Persentase kelulusan sebesar 90% lebih dinilai sebagai awal meningkatnya mutu pendidikan nasional.

MENGEBIRI KARYA GURU

Dengan nada malu-malu, puluhan guru dari kelompok TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA “bersaing” untuk meraih predikat guru berprestasi. Dalam ajang Pemilihan Guru Berprestasi (PGB) yang digelar di aula Dinas P dan K Kabupaten Kendal, 2 Juni yang lalu itu, akan dipilih satu orang guru dari tiap-tiap kelompok untuk unjuk prestasi ke jenjang yang lebih bergengsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah.