Pulang
Si Ratih muntah-muntah lagi. Badannya panas menyengat. Napasnya sengal. Dadanya seperti terhimpit beban yang teramat berat. Aku mulai panik. Menurut petugas puskesmas yang memeriksanya tadi pagi, si Nok yang belum genap dua tahun itu mestinya cepat-cepat kularikan ke rumah sakit. Tapi sama sekali aku tak punya keberanian. Sepeser pun duwit tak punya. Jangankan untuk berobat, sekadar untuk bisa makan pun terpaksa harus ngutang di warung Bu Mantri Darsan. Pemberian Kang Kadir, suamiku, tempo hari pun sudah ludes di perut dan mencicil sebagian utangku pada Bu Mantri.