Apa yang akan terjadi dengan masa depan negeri ini kalau kaum mudanya gemar tawuran? Bisakah perubahan sosial yang didambakan memberikan pencerahan ketika prosesnya selalu diwarnai darah dan air mata? Ini sepenggal pertanyaan menyesak di dada ketika menyaksikan makin maraknya perilaku kaum muda (mahasiswa) kita yang suka “memanjakan” naluri agresivitasnya. Mereka bukannya getol memperjuangkan idealisme melalui mimbar akademik yang sarat dengan debat dan argumentasi bermutu, melainkan justru suka pamer otot dengan membawa batu dan pentungan untuk menyakiti sesamanya.
Peran kaum muda dalam setiap perubahan sosial yang terjadi sejak awal kemerdekaan hingga era reformasi memang tak seorang pun yang bisa membantahnya. Peran mereka yang mengagumkan dalam melahirkan gerakan-gerakan pro-rakyat juga sulit untuk dipungkiri. Meski demikian, kita juga sulit untuk menghindari munculnya stigma kaum muda sebagai “pionir” kekerasan ketika belakangan ini sebagian fakta berdarah-darah di ruang publik juga dipicu oleh kaum muda.
Dalam terminologi sosial, kaum muda (mahasiswa) sejatinya bisa digolongkan sebagai kalangan klas menengah yang senantiasa berdiri di garda depan dalam melakukan perubahan sosial. Peran mereka sebagai “motor” penggerak perubahan benar-benar teruji oleh sejarah. Soempah Pemoeda, misalnya, benar-benar momentum bersejarah ketika dengan amat sadar kaum muda saat itu mampu menanggalkan nilai-nilai primordialisme berbasis kesukuan yang masih kuat melekat di berbagai etnis di negeri ini. Dengan pandangan visioner untuk mewujudkan sebuah negeri yang terhormat dan bermartabat, mereka berikrar untuk mengikat nilai-nilai kesukuan menjadi sebuah kekuatan dahsyat untuk menyatukan berbagai suku, bahasa, dan berbagai perbedaan menjadi sebuah bangsa yang multinetik, multibahasa, dan multikultur.
Kilas balik sejarah ini penting kita kemukakan sebagai manifestasi ingatan kolektif bangsa yang tidak akan pernah melupakan peristiwa besar itu. Kaum muda (mahasiswa) yang saat ini masih suka “memanjakan” naluri agresivitasnya di jalanan perlu banyak menimba ilmu dari para “founding fathers”. Kearifan para pendahulu negeri yang telah berhasil menorehkan tinta emas dalam prasasti sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dijadikan sebagai kiblat dan “khittah” kaum muda dalam memperjuangkan sebuah perubahan sosial tanpa pamrih. Sungguh, di alam keabadiannya, bisa jadi mereka akan terus menangis dan meratap ketika ide besar untuk menyatukan nilai-nilai kesukuan dan primordialisme yang sudah berhasil diwujudkan pada akhirnya harus porak-poranda akibat penafsiran sempit dan sesaat terhadap makna nasionalisme sejati.
Maraknya aksi kekerasan yang dengan vulgar ditampilkan oleh kaum muda (mahasiswa) kita di ruang-ruang publik belakangan ini jelas amat tidak menguntungkan, baik bagi kaum muda sendiri maupun idealisme yang hendak mereka perjuangkan. Sungguh terlalu naif kalau proses reformasi dan demokratisasi dibawa-bawa dalam aksi demo yang sarat dengan ulah destruktif dan vandalisme semacam itu. Terlalu picik juga kalau reformasi dijadikan sebagai topeng untuk melakukan aksi-aksi perusakan yang ujung-ujungnya hanya melahirkan sejumlah masalah yang kian rumit dan kompleks.
Tiga belas tahun sudah reformasi bergulir. Namun, secara jujur mesti diakui, perubahan sosial yang didambakan untuk mewujudkan tatanan hidup berbangsa dan bernegara yang aman, damai, makmur, dan adil, justru kian menjauh dari substansi yang sesungguhnya. Maraknya korupsi, meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, atau amburadulnya upaya penegakan hukum, merupakan persoalan serius yang tidak akan pernah selesai dituntaskan hanya dengan berteriak dan berdemo secara anarkhis.
Kaum muda memang perlu menyuarakan berbagai ketimpangan dan kesenjangan sosial secara masif dan terus-menerus untuk mendorong para pengambil kebijakan agar benar-benar berpihak pada rakyat. Kaum muda juga perlu terus berjuang untuk “melawan” upaya sistemik yang hendak menggagalkan agenda-agenda pemberantasan korupsi, pemberangusan kemiskinan dan pengangguran, atau mandulnya penegakan supremasi hukum. Namun, sekali lagi, agenda-agenda besar semacam itu tak akan pernah bisa terwujud jika cara-cara purba yang sarat dengan kekerasan, darah, dan air mata, masih terus berlangsung. Kini, setelah Sumpah Pemuda memasuki usia ke-83, kaum muda kita perlu segera kembali ke “khittah” perjuangan untuk mewujudkan tatanan hidup berbangsa dan bernegara dengan cara-cara yang penuh empati dan sejauh mungkin meninggalkan aksi-aksi kekerasan.
Nah, Dirgahayu Sumpah Pemuda, semoga Tuhan tak akan pernah berhenti menurunkan rahmat-Nya di negeri yang besar ini dan senantiasa memberikan teguran kepada mereka yang dengan amat sadar melakukan tindakan zalim dan menyengsarakan rakyat. ***
potret kehidupan kaum muda zaman sekarang sungguh besar jaraknya dengan 10 tahun yang lalu, anarkis menjadi utama dan idealis seakan tersisih oleh kebutuhan hidup yang menghimpit. Hanya beberapa gelintir generasi penerus bangsa yang masih mempertahankan idealismenya, sedangkan yang lain, larut dalam kehidupan sosial. Benar juga bila ada ungkpan “jika kau hendak menghancurkan suatu negara, cukuplah kau rusak kaum mudanya” dan sekarang …
Semoga momentum ini bisa menggugah kaum muda untuk kembali pada jalurnya. Amin
moga masih akan selalu ada harapan bagi tumbuh kembangnya tunas muda pake!
tinggal take and action,,,
berdoa itu jangan lupa juga,,,
Memang sangat menyedihkan melihat kaum pelajar dan mahasiswa kita yang masih seringkali ribut baik diantara mereka sendiri maupun dengan pihak lainnya.
Juga sangat menyedihkan melihat/membaca berita tentang sikap arogan golongan mayoritas (agama/suku) yang cenderung membenarkan semua tindakan mereka terhadap kaum minoritas.
Kita harapkan agar pemerintah bersikap tegas dalam melaksanakan hukum kepada siapapun di Indonesia.
Sehingga apa yang telah disumpahkan oleh pendiri bangsa kita pada tangal 28 Oktober 1928 bisa terus dipegang teguh oleh bangsa kita.
Baca tulisan ini saya jadi inget bagaimana liar dan beringasnya anak2 SMA 6 waktu itu tawur ya, Pak….
Memprihatinkan… tapi ya selamat hari sumpah pemuda dulu deh!
baru SMA apalagi kalau sudah kuliah ya,,
luar biasa pokoknya,, “sesuatu”
Kaum muda adalah kaum pembaharu dan sejarah di negara ini telah mencatatnya. Sebagai orang tua kita harus membimbing pemuda2 Indonesia agar lebih berkualitas dan selalu mengedepankan prestasi. Maju terus pemuda Indonesia.
Mohon ijin meng-copy pak.. ^_^
silahkan…
loh,,
maklum,sinoman kok mbah..
Saya juga prihatin dengan serangkaian kekerasan yang dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Sungguh tidak mencerminkan status mereka sebagai pelajar dan mahasiswa yang seharusnya mengedepankan diskusi atau dialog untuk memecahkan masalah.
Akan tetapi, Pak, marilah kita tetap yakin bahwa selalu ada agen perubahan dalam setiap zaman dan selalu ada kaum muda yang cemerlang yang akan menjadi panutan kaum muda lainnya.
(maaf url blog pakai yg lain karena sepertinya url blog saya dijaring akismet. komentar saya di blog pak sawali ini ada beberapa yang tidak muncul jika pakai url blog yang biasanya)
Semoga dengan berjalannya waktu akan terlahir dan terseleksi kaum muda bangsa ini yang lebih tangguh dalam membangun dengan suatu jarya yang berinovasi dalam setiap bidangnya masing-masing yang tidak selalu mengeluh dan tetap komit.
Sukse selalu
Salam
Ejawantah’s Blog
mang sangat menyedihkan jika harus melihat para pemuda jadi angin2an orang yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadi atau kelompok.
semoga dengan mengenangnya sumpah pemuda, para pemuda bisa menjadi lebih baik…dari sebelumnya. amin ya robbal alamin
Kepemudaan jaman sekarang memang terbilang sangat jauh dengan dulu… itu menurut ungkapan seorang orang tua yang melontarkan kata pada saya.
tetapi harus bisa memberikan hal yang terbaik,,
Memang generasi Pemuda sekaran sangat lah menghawatirkan…..mudah mudahan bisa lebih baik
harus beda….
dengan semangat sumpah pemuda di bulan ini ada promo baik loh yang bisa di coba freehosting dengan CPanel, Softacolous, Fantastico De luxe, webmail, dll … silahkan berkunjung ke keraton.web.id
terima kasih atas informasinya,,,
selamat mencoba,,
Permasalahan dikalangan pemuda memang kompleks, menurut saya yang perlu dibangun adalah kualitas diri (hablum minallah, hablum minannas, hablum minalalam) #macak cetho 😀
hancur negeri ini..hiks..
tepukn sebel
tepuk sebelah tangan,,,,
Jadi inget satu lagu semi dangdut.
Pemuda pujaan jadi impian.
Pemuda pujaan jadi khayalan.
Jangan-jangan pemuda pujaan macam Bung Hatta, dkk. sudah tak ada lagi di jaman sekarang ini?
Insyaallah masih ada kok,, heheheee…
PEMUDA adalah potret masa depan bangsa.
ntah dari mana dan siapa yang memulainya, gerakan-gerakan anarkis yang dilakukan oleh sebagian pemuda marak terjadi…
sebuah pekerjaan rumah (PR) bagi para pemuda yang lain, untuk mengajak dan memberikan contoh baik. Demi masa depan Indonesia!
Nasib bangsa Indonesia yang mengharukan. Generasi penerus bangsa selalu beradu kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka. Akankah Indonesia bangkit dan berkembang kalau generasinya seperti itu???
Seharusnya mereka sadar, bahwa merekalah yang akan menjadi pemimpin nantinya, yang semestinya sudah mulai sekarang berbuat baik demi masa depan bangsa Indonesia tercinta.
perjuangan untuk mewujudkan tatanan hidup berbangsa dan bernegara dengan cara-cara yang penuh empati dan sejauh mungkin meninggalkan aksi-aksi kekerasan. setuju banget dg tulisan yg ini gan tetapi ap kah bisa terlaksana yah jikalau orang2 yg d jadikan figur / panutan cara empati na dg memakai uang sogokan ???
Pemuda adalah penerus bangsa, maka dari itu pemuda harus memiliki kesadaran untuk membangun dirinya dengan hal hal yang benar, untuk terciptanya negara yang berkembang
Good Luck
pemuda adalah segalanya,,
sebagai pemuda indonesia kita wajib tahu hari sumpah pemuda,,
alangkah terlalu jika pemuda sekarang tidak tahu akan itu
haiiii…menarik tulisan anda…salam kenal yaa
salam kenal juga,,,
Saya setuju bahwa setelah 13 tahun kita masuk ke era reformasi maka saat ini semakin jauh dengan cita cita yang sesungguhnya. Bukan hanya tawuran mahasiswa tapi juga dikampung-kampung belum lagi kaum marginal yang semakin tergilas oleh kekuasaan. Pemandangan setiap hari yang penuh dengan budaya cuek dan mengedepankan ego yang kita saksikan dijalan raya dimana banyak sekali dari rakyat kita yang sudah tidak peduli dengan aturan seperti yang sederhana dalah lampu lalu lintas. Sedih rasanya melihat bagsaku yang kaya akan budaya dan kekayaan alam hidup dalam budaya semau gue
Lingkungan sangat mempengaruhi para perilaku social dimasyarakat, kedua adalah harus adanya aturan yang tegas seperti sangsi hukum yang membuat orang takut terutama mengenai kerusuhan
balik dari ketegasan pemerintah tentang adanya aksi – aksi demo, unjuk rasa, beri saja larangan itu, itu salah satu faktor yang membuat para pemuda yg mudah meluapkan emosinya tanpa melihat sekitarnya dan apa efek untuk kedepannya.