Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Sesuai dengan arah kebijakan di atas, Pasal 42 UU RI No. 20 Tahun 2003 mempersyaratkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; dan Pasal 8 UU RI No 14, 2005 yang mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, yang meliputi kompetensi kepribadian, pedagogis, profesional, dan sosial. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran secara formal dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik minimum diperoleh melalui pendidikan tinggi, dan sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah lulus ujian sertifikasi.
Pengertian sertifikasi secara umum mengacu pada National Commision on Educatinal Services (NCES) disebutkan“Certification is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam kaitan ini, di tingkat negara bagian (Amerika Serikat) terdapat badan independen yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE). Badan indepeden ini yang berwenang menilai dan menentukan apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk diberikan lisensi pendidik.
Persyaratan kualifikasi akademik minimun dan sertifikasi bagi pendidik juga telah diterapkan oleh beberapa negara di Asia. Di Jepang, telah memiliki Undang-undang tentang guru sejak tahun 1974, dan Undang-undang sertifikasi sejak tahun 1949. Di China telah memiliki Undang-undang guru tahun 1993, dan PP yang mengatur kualifikasi guru diberlakukan sejak tahun 2001. Begitu juga di Philipina dan Malaysia belakangan ini telah mempersyaratkan kualifikasi akademik minimun dan standar kompetensi bagi guru.
Di Indonesia, menurut UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sertifikat pendidik diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji sertifikasi pendidik. Dalam hal ini, ujian sertifikasi pendidik dimaksudkan sebagai kontrol mutu hasil pendidikan, sehingga seseorang yang dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi pendidik diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan menilai hasil belajar peserta didik.
1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi
Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagai berikut.
1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional.
3) Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
5) Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.
1.3 Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut.
1) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan memeliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
(2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
(3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
(5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
2) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidenti- fikasi bekal-ajar awal peserta didik.
(2) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidik-an untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
(3) Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
(4) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompe-tensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assess-ment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
(5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengem-bangkan berbagai potensi nonakademik.
3) Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci masing-masing elemen kompe-tensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau kohe-ren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk me-nambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut.
(1) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
(2) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
(3) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Keempat standar kompetensi, subkompetensi dan jabaran indikator esensial digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisis-kisi instru-men ujian sertifikasi. Kisi-kisi instrumen ujian sertifikasi disajikan pada lampiran.
1.4 Persyaratan untuk Sertifikasi
Persyaratan ujian sertifikasi dibedakan menjadi dua, yaitu persyaratan akademik dan nonakademik. Adapun persyaratan akademik adalah sebagai berikut.
(1) Bagi guru TK/RA , kualifikasi akademik minimum D4/S1, latar belakang pendidikan tinggi di bidang PAUD, Sarjana Kependidikan lainnya, dan Sarjana Psikologi.
(2) Bagi guru SD/MI kualifikasi akademik minimum D4/S1 latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi.
(3) Bagi guru SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, kualifikasi akademik minimal D4/S1 latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
(4) Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam bidang akademik, dapat diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang dinas dan kepala dinas pendidikan.
Persyaratan nonakademik untuk ujian sertifikasi dapat didentifikasi sebagai berikut.
(1) Umur guru maksimal 56 tahun pada saat mengikuti ujian sertifikasi.
(2) Prioritas keikutsertaan dalam ujian sertifikasi bagi guru didasarkan pada jabatan fungsional, masa kerja, dan pangkat/golongan.
(3) Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam nonakademik, dapat diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang dinas dan kepala dinas pendidikan.
(4)Jumlah guru yang dapat mengikuti ujian sertifikasi di tiap wilayah ditentukan oleh Ditjen PMPTK berdasarkan prioritas kebutuhan.
1.5 Prosedur Sertifikasi
Penyelenggaraan ujian sertifikasi guru melibatkan unsur lembaga, sumberdaya manusia, dan sarana pendukung. Lembaga penyelenggara ujian sertifikasi adalah LPTK yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Pemerintah, yang anggotanya dari unsur lembaga penghasil (LPTK), lembaga pengguna (Ditjen Didasmen, Ditjen PMPTK, dan dinas pendidikan provinsi), dan unsur asosiasi profesi pendidik.
Sumber daya manusia yang diperlukan dalam ujian sertifikasi adalah pakar dan praktisi dalam berbagai bidang keahlian dan latar belakang pendidikan yang relevan. Sumber daya manusia tersebut berasal dari anggota penyelenggara di atas.
Sarana pendukung yang diperlukan dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi adalah sarana akademik, praktikum dan administratif. Sarana pendukung ini disesuaikan dengan bidang keahlian, bidang studi, rumpun bidang studi yang menjadi tujuan ujian sertifikasi yang dilaksanakan.
Adapun prosedur dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi yang dise-lenggarakan oleh Ditjen PMPTK sebagai berikut.
(1)Mempersiapkan perangkat dan mekanisme ujian sertifikasi serta melakukan sosialisasi ke berbagai wilayah (provinsi/ kabupaten/ kota) .
(2) Melakukan rekrutmen calon peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, baik persyaratan administratif, akademik, maupun persyaratan lain.
(3) Memilih dan menetapkan peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan, kapasitas, dan kebutuhan.
(3) Mengumumkan calon peserta ujian sertifikasi yang memenuhi syarat untuk setiap wilayah.
(4) Melaksanakan tes tulis bagi peserta ujian sertifikasi di wilayah yang ditentukan
(5) Melaksanakan pengadministrasian hasil ujian sertifikasi secara terpusat, dan menentukan kelulusan peserta dengan ketuntasan minimal yang telah ditentukan.
(6) Mengumumkan kelulusan hasil tes uji tulis sertifikasi secara terpusat melalui media elektronik dan cetak.
(7) Memberikan bahan (IPKG I, IPKG II, instrumen Self-appraisal da portofolio, format penilaian atasan, dan format penilaian siswa) kepada peserta yang dinyatakan lulus tes tulis untuk persiapan uji kinerja.
(8) Melaksanakan tes kinerja dalam bentuk real teaching ditempat yang telah ditentukan.
(9) Mengadministrasikan hasil uji kinerja, dan mentukan kelulusannya berdasarkan akumulasi penialian dari uji kinerja, self-appraisal, portofolio dengan ketuntasan minimal yang telah ditentukan.
(10)Memberikan sertifikat kepada peserta uji sertifikasi yang dinyatakan lulus.
1.6. Instrumen Sertifikasi
Instrumen ujian sertifikasi terdiri atas kelompok instrumen tes dan kelompok instrumen nontes. Kelompok instrumen tes meliputi tes tulis dan tes kinerja. Tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang meliputi kompetensi pedagogik dan profesional. Tes kinerja dalam bentuk real teaching dengan menggunakan IPKG I dan IPKG II, yang mencakup juga indikator untuk mengukur kompetensi kepribadian dan kompe- tensi sosial.
Kelompok instrumen nontes meliputi self-appraisal dan portofolio. Instrumen self-appraisal dan portofolio memberi kesempatan guru untuk menilai diri sendiri dalam aktivitasnya sebagai guru. Setiap pernyataan dalam melakukan sesuatu atau berkarya harus dapat dibuktikan dengan bukti fisik berupa dokumen yang relevan. Bukti fisik tersebut menjadi bagian penilaian portofolio. Kesemua instrumen ujian sertifikasi diasjikan pada lampiran.
Pingback: Sertifikasi Guru, Sebuah “Indonesia” yang Tertinggal « JALUR LURUS
SAYA KOQ BELUM LIHAT REFERENSI ANDA DARI PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2007
————–
Maaf, belum sempat mosting, he-he-he 😀 Makasih dah diingatkan. Sebagai pelengkap baca di sini, ya, Pak.
bagaimana dengan guru yang mengajar mata pelajaran lain yang tidak sesuai dengan ijazah sarjananya, misal sarjana kimi amengajar teknologi informasi dengan jumlah lebih banyak. apakah berhak mengikuti sertifikasi, mohon penjelasan
@ nazilarahmatina:
Wah, saya sebenarnya nggak berwenang untuk menjawab pertanyaan Ibu *kalau memang bener Ibu, nih*. Menurut peraturan sih yang berhak mengikuti uji sertifikasi ya yang sesuai dengan kualifikasi ijazahnya.
Tapi ya repot, ya, Bu. Masak sama2 mengajar dan mendidik, kok dibeda2kan.
Kalau saya pribadi cenderung berpendapat bahwa sertifikasi tidak bisa jadi jaminan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Gimana bisa? Lha wong hanya sekadar setor portofolio! Gimana bisa mengetahui kompetensi guru yang sesungguhnya? Gimana, Bu?
OK, makasih kunjungannya, salam.
Pingback: Sertifikasi Guru, Sebuah “Indonesia” yang Tertinggal | Catatan Sawali Tuhusetya
Pingback: Dunia Pendidikan « Maharsi’s Weblog
asl. pak.. sekedar pertanyan..
sertifikasi ini antara peningkatan mutu, kesejahteraan, atau tanggung jawab negara??
terus…
apa negara punya dana yang cukup untuk bayar mereka yang telah lulus???
OK sertifikasi jalan terus. Maaf meningkatan kualitas pendidikan tidak semudah yang dibayangkan lho. Perlu faktor pendukung dari kesiapan siswa, daya dukung orang tua, massyarakat serta delapan stnadar pendidikan nasional. Kalau gurunya sudah disertikasi dan siswa tidak belajar, tidak ada dukungan belajar dari orang tua/keluarga siswa ya pendidikan tetap jalan, tetapi jalan di tempat. Walah-walah gitu to. Tank you. Oleh Darmanto,S.Pd,.M.Pd Kepala SMP N 1 Pagerbarang Kab. Tegal
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Sertifikasi guru diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Bentuk peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai negeri sipil (swasta).
Di beberapa negara, sertifikasi guru telah diberlakukan, misalnya di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Di Denmark kegiatan sertifikasi guru baru dirintis dengan sungguh-sungguh sejak tahun 2003. Memang terdapat beberapa negara yang tidak melakukan sertifikasi guru, tetapi melakukan kendali mutu dengan mengontrol secara ketat terhadap proses pendidikan dan kelulusan di lembaga penghasil guru, misalnya di Korea Selatan dan Singapura. Semua itu mengarah pada tujuan yang sama, yaitu berupaya agar dihasilkan guru yang bermutu.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2007 dan 2008, khususnya untuk penyelenggaraan sertifikasi guru melalui penilaian portofolio masih ditemukan sejumlah kendala yang dapat menghambat proses pelaksanaan sertifikasi. Kendala ini umumnya terkait dengan sistem kelembagaan Rayon LPTK terkait, misalnya hubungan kemitraan antara PT induk dengan mitra yang kurang harmonis, kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki PT untuk penyelenggaraan sertifikasi, dan keragaman pemahaman atau interpretasi asesor terhadap rubrik penilaian portofolio serta pola pelaksanaan sertifikasi. Untuk itu, dipandang perlu adanya bantuan dari departemen yang menauinginya. Bantuan ini dapat gulirkan dalam bentuk hibah nonkompetitif yang berbasis pada kebutuhan LPTK.
Oleh Darmanto,S.Pd,.M.Pd Kepala SMP N 1 Pagerbarang Kab. Tegal
Bagaimana dengan pelaksanaan PLPG, apakah sudah lebih efektif untuk mengetahui dan meningkatkan kualitas guru ya, Pak?
Yang lebih hot sebenarnya bagaimana dengan guru-guru yang memakai Ijazah Palsu demi mendapatkan sertifikasi
sekarang sertifikasi itu sangatlah penting, karena banyak guru-guru yang hanya guru saja, tetapi tidak mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak.
Pingback: Sertifikasi Guru, Sebuah “Indonesia” yang Tertinggal – Catatan Sawali Tuhusetya