Menulis sebagai Therapi Batin yang Terluka

Gunawan Budi Susanto, sang penulis antologi cerpen Nyanyian Penggali Kubur, suatu ketika pernah bercerita dengan nada perih. Dia gagal menaklukkan bayangan masa lalunya yang buram. Kang Putu, demikian dia biasa akrab disapa, selalu dijerat peristiwa tragis masa silam yang tak sanggup dia tepis dari lorong memorinya. Terpampang jelas dalam layar memorinya ketika ayahnya disekap dipenjara dengan perlakuan yang tidak simpatik, ibunya diberi stigma sebagai aktivis organisasi perempuan “terlarang” yang pantas dikucilkan, sementara dia sendiri dan saudara-saudaranya secara sosial tidak lagi mendapatkan ruang bergaul secara egaliter di tengah masyarakat lingkungannya. Bertahun-tahun lamanya, Kang Putu kecil hingga akhirnya tumbuh dewasa, tidak sanggup berdamai dengan masa lalunya yang pedih. Cenderung emosional dan sensitif.

blog guru
Gunawan Budi Susanto saat membaca cerpen dalam peluncuran bukunya, Nyanyian Penggali Kubur, di Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Rabu 5 Oktober 2011, pukul 21.00.
Ketika Kang Putu sempat mengenyam pendidikan tinggi di sebuah fakultas sastra, bergaul dengan beragam komunitas, memperkaya diri dengan teks-teks sastra, berinteraksi dengan sesama penulis dan pengarang, dia mencoba ber-katharsis diri dengan meminta sahabat dan kenalannya untuk membantu menyembuhkan luka batinnya. Tak pernah lelah ia bercerita tentang kepedihan masa lalunya. Lantas, dengan penuh harap, rekan-rekan pengarangnya, diminta untuk berkenan mengisahkan masa lalunya yang tragis ke dalam sebuah cerpen. Namun, ternyata tak ada seorang pun rekan sejawatnya yang sanggup melakukannya.

Lantaran tak ada yang sanggup menulisnya, dia pun terpaksa menulis sendiri kisah-kisah tragis dan luka batinnya ke dalam cerpen sesuai dengan style dan gaya tuturnya. Sungguh tak terbayangkan, betapa makin dalam luka batinnya ketika imajinasinya diseret-seret ke dalam kubangan masa silam, dipaksa untuk mengingat dan merangkai peristiwa, lantas mengolah dan mengemasnya ke dalam sebuah genre cerpen, dengan menggunakan bahasa tutur yang sebisa mungkin bisa dipahami dan dinikmati publik. Sedemikian kuat cengkeraman masa silam yang penuh luka itu ke dalam kubangan batinnya, sampai-sampai Kang Putu seringkali mengalami masa-masa trauma dan kebencian terhadap benda apa pun yang pernah digunakan untuk menyakiti kedua orang tuanya.

Walhasil, setelah pergulatan kreatif yang pedih dan panjang itu berlangsung, hingga akhirnya cerpen-cerpen Kang Putu terus mengalir ke media cetak dan berhasil dibukukan, ada sebuah pencerahan yang datang secara tak terduga. Secara berangsur-angsur, luka batinnya semakin sembuh dan secara bertahap sanggup berdamai dengan masa lalunya yang terluka. Ia tidak lagi emosional dan sensitif. Kang Putu tidak lagi murka, meski, siapa pun orangnya memaki-maki dia sebagai keturunan orang yang diduga pernah terlibat dalam sebuah organisasi terlarang versi rezim Orde Baru.

“Ternyata menulis bisa menjadi therapi batin yang terluka,” kenang Kang Putu sambil tersenyum ceria.

(Mohon maaf kepada Sedulurku, Kang Putu, kalau nama Sampeyan saya pinjam sebagai ilustrasi untuk menegaskan betapa aktivitas menulis mampu memberikan dampak dahsyat terhadap sebuah perubahan).

Ya, ya, apa yang dialami oleh Kang Putu sesungguhnya bukanlah sebuah fenomena. Banyak karya kreatif yang lahir ketika seorang pengarang berada dalam situasi tertekan. Tetralogi (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) karya almarhum Pramudya Anantao Toer pun lahir ketika dia tengah mengalami masa-masa sakit dan terluka di Pulau Buru. Cerpen-cerpen karya Martin Aleida juga menampakkan situasi serupa. Dengan amat sadar, dia berupaya melawan pemalsuan sejarah tentang tragedi 1965 melalui kisah-kisah humanismenya dengan gaya tuturnya yang lugas dan bergaya realis (realisme sosial) yang memikat. Mati Baik-baik, Kawan (Akar Indonesia, 2009) kumpulan cerpen karyanya, misalnya, dengan amat jelas membidik prahara politik 1965 sebagai tema sentral untuk mengungkap sisi kelam sejarah yang melumpuhkan akal sehat bangsa. Ia tak henti-hentinya mengeksplorasi kisah dan kesaksiannya untuk melawan kepalsuan sejarah yang dijustifikasi sebagai sebuah kebenaran versi rezim yang berkuasa mulai kisah “Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh” hingga “Ratusan Mata di Mana-mana”.

Meski demikian, bercermin dari pengalaman kreatif Kang Putu, aktivitas menulis agaknya benar-benar mampu membuka jalan untuk ber-katharsis diri. Menulis bisa menjadi aktivitas yang mencerahkan untuk membasuh luka dan borok yang mengerak dalam gendang batin dan nurani. Makin terbukti betapa menulis, sesederhana apa pun, bisa menjadi obat yang jitu untuk menyembuhkan batin yang terluka. ***

84 Comments

  1. dikala penat memang menulis mampu mengurangi penat, selain membutuhkan imajinasi, juga menciptakan kesibukan berfikir. Sehingga kepenatan beranggsur memudah 🙂

  2. Menulis merupakan penyaluran energi melalui karakter kata yang tersusun dalam bentuk kalimat Pak, langkah sderhana namun dapat berdampak besar bagi kehidupan.

    Karena setiap orang yang sudah melalui masa seperti ini, bila mereka tidak ber katharsis diri bisasanya pusing karena belum tersalurkan ide atau pun gagawannya dalam sebuah tulisan. (pengertian pribadi saya)

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah’s Blog

  3. Abu

    terpujilah para penyair yang mengobati luka batin dengan sastra…

  4. Jadi ingat, saya selalu membawa sebuah blocknote kemana-mana kala usia remaja dulu untuk sekedar menuliskan uneg-uneg dalam bentuk puisi, dan nyatanya kegiatan saya itu membuat batin saya menjadi lebih tenang dikala tiada teman yang dapat saya pilih untuk sekedar curhat.
    Jadi benar adanya bahwa menulis merupakan salah satu bentuk therapi batin yang sangat manjur.

  5. Pak adakah kisah Kang Putu di atas adalah suatu realiti hidup? Jika demikian, maka sejujurnya saya amat merasa kagum dengan perubahan hidup yang berlaku pada kehidupannya. Saya salute dengan kecekalannya meneruskan perjuangan yang pada mata orang kebanyakan terutamanya yang sedikit pesismis (mungkin juga saya) seperti mustahil untuk dirobah.

    Syabas untuk beliau. Nampak gaya, saya kena menjadikannya sebagai inspirasi hidup. 🙂

  6. Sy pun ingin seperti itu, menulis dimanapun, kapanpun, untuk mengungkapkn isi hati, mengungkapkan unek-unek, tapi masih belum bisa.
    Mudah2an kedepannya bisa, 🙂

  7. kalau ingat menulis, hari ini belum menulis,, sedang mencari inspirasi

  8. saya merasa plong, jika unek2 yang ada dapat dituangkan dalam bentuk tulisan. Terimkasih sharingnya ..salam

  9. sepertinya dia menulis melalui hati, bukan tangan. Membiarkan masa lalu ikut campur dalam setiap kalimat

  10. menulis bahkan bisa mengarahkan hidup kita sesuai yang kita inginkan, bahkan secara tidak kita sadari, kita disetiap saat sebenarnya sedang menulis dengan pena pikiran.

  11. mungkin dia menuangkan isi tulisan sesuai suana hti dan mncurahkannya di sana. bbrpa wktu yg llu sya smpat mmbca bhwa mnulis [blog] membantu seorg blogger smbuh dri pnykit stroke.

  12. Banyak penulis-penulis yang dimulai dari batin yang terluka dan apabila batinnya tidak terluka sulit sekali menhasilkan buah karya.

  13. ini seperti cerita ketika pak habibi, mantan presiden kita, sedang sedih ditinggal meninggal oleh sang istri.

    ada beberapa alternatif memulihkan kondisi jiwa pak habibi
    akhirnya beliau memilih untuk menulis. 🙂

    menulis memang luar biasa

  14. tulisan dari hati terkadang bisa membuat sang pembaca ikut larut terbawa alur cerita pak..

  15. Artikelnya menarik nih hehe, aku baru tau kalo menulis juga sebagai terapi batin, jadi penghilang stress dong…

    makasih buat infonya za mas !!!

  16. kala kita bersedih dan dirundung banyak masalah..
    dan ga da orang yang mau mendengarkan curhatan kita..
    kita pasti mencurahkannya dengan tulisan.

  17. Kalau misalnya menulis tentang buku pelajaran, apakah masih bisa dijadikan sebagai therapi Pak? hehe… 😛

  18. yah, tulisan memang sebuah senjata yang mutakhir untuk perubahan meski kelemahan saya samapai hari ini adalah menulis #:(

  19. saya setuju sekali kalau menulis adalah terapi buat hati yang terluka,,karena dengan menulis unek-unek dalam hati bisa terungkapkan lewat imajinasi tulisan yang membuat hati ngilu,,terima kasih pak

  20. Curahan hati seseorang bisa sedikit terobatidengan menulis, dengan harapan bahwa curahan hatinya bisa menjadi suatu pelajaran bagi orang lain.

  21. Orang yang mengalami kepedihan hidup biasanya lebih mudah menulis dibandingkan dengan yang lain.

  22. Menulis juga bisa merupakan tanggapan dan komentar atas suatu paradidma yang terjadi dimasyarakat. Mungkin saja PakPutu menulis selain untuk terapi batin juga untuk memberikan tanggapan atas paradigma terkait kebijakan pemerintahan masa lalu. Namun berhubung pembicaraan masih tabu, maka beliau curahkan melalui tulisan

  23. Tulisan di jaman sekarang lebih mudah aksesnya dibandingkan dengan jaman dulu. Hanya dengan media internet, semua bisa berjalan lebih cepat dan murah. Dan hasilnya pun bisa lebih luar biasa. Semua tulisannya bisa diketahui oleh seluruh dunia

  24. memang seperti itu curahan hati dapat terealisasikan dengan cara menulis,, menulis, dan menulis…
    baik itu untuk dirinya sendiri ataupun orang lain…

  25. masih belajar menulis pak, klo sudah punya blog yang bukan direktori berarti sudah ada kemajuan 🙂

  26. Menulis ternyata mempunyai manfaat yang besar terhadap diri kita. Seperti yang Bapak katakan, menulis bisa menjadi therapi batin yang terluka. Dengan menulis, kita bisa belajar dari pengalaman masa lalu kita. Sehingga menjadikan kita menjadi lebih bijaksana lagi.

    Terima kasih.

  27. menulis juga merupakan penyaluran ide ide kreatif dan keasyikan tersendiri bagi yang melakoninya.

  28. begitu dasyatnya sebuah tulisan, bukan hanya sekedar sebuah karya seni, namun juda dapat menyembuhkan luka layaknya butiran obat

  29. menulis menjadi kita punya imajinasi luas, pikiran terasa fresh, itu q juga merasakannya

  30. yups, setuju…
    pernah waktu itu saya sangat kesal (terluka? hehhe), saya nulis selepas2nya… alhamdulillah, jadi lebih baik 🙂

  31. betul pak wali bahwa menulis adalah obat luka batin yang mujarab. karena menulis adalah kegiatan otak kanan dan otak kiri. jadi hidup kita seimbang. Oleh karena itu jangan pernah berhenti menulis bagi yang sudah menulis. sementara yang belum menulis, menulislah mulai sekarang ya pak wali.

  32. Haadduuh, saya termasuk orang yang susah memulai nulis, Pak Sawali. Makanya dalam sebulan paling 2-3 postingan. Belum lagi kualitasnya, saya selalu ragu. Bagus apa nggak, ya? Makanya saya ada rasa “meri” dengan sampeyan.

    Setelah baca postingan ini, jadi penasaran pingin baca Nyanyian Penggali Kubur-nya pak Gunawan. Dimana bisa dapatnya ya, Pak? Apa sudah beredar di toko buku umum? Maklum, sudah lama nih gak baca2 yang fiksi. Kali aja bisa “nerapi bathinku yang bisa jadi akan terluka”. Salam blogger!

  33. Menulis adalah mediasi… karena ketika kita merangkai huruf demi huruf menjadi kata terkadang ada emosi didalamnya terlibat sehingga ada SELF HEALING yang membuat kenyamanan timbul….

  34. kebiasa’an yang sangat bermanfa’at ketika seseorang lagi iseng tapi menghasilkan karya tulis yang baik pasti dihargai oleh banyak orang,salam kenal…

  35. seorang penulis hebat pastilah punya masa lalu “pendukung” yg semua orang belum tentu mengerti, sayangnya, bagaimana dengan mereka yg tidak punya “pendukung” itu, apakah masih bisa menjadi penulis sehebat beliau? yah, tergantung usaha masing2 akhirnya.

  36. menulis menumpahkan unek2 dan ide 😀 dan lebih baik daripada sekedar membatin hehe.. berarti yg suka menulis, batinnya lebih plong atau lebih sehat dong ya mas? 😀

  37. Meski demikian, bercermin dari pengalaman kreatif Kang Putu, aktivitas menulis agaknya benar-benar mampu membuka jalan untuk ber-katharsis diri. Menulis bisa menjadi aktivitas yang mencerahkan untuk membasuh luka dan borok yang mengerak dalam gendang batin dan nurani. Makin terbukti betapa menulis, sesederhana apa pun, bisa menjadi obat yang jitu untuk menyembuhkan batin yang terluka. ***

    Senang banget dengan bait terakhir ini 🙂

  38. Bisa menjadi ungkapan hati sehingga akan menjadi ungkapan yang indah hingga menjadi tulisan yang bisa diabadikan. Terima kasih agan postingnya
    Happy Blogging

  39. tanpa disadari, dari blog saya pun dapat menghasilkan ..
    hehehe. lama nggak berkunjung .. tetap eksis ya pak wali semoga sehat selalu

  40. menulis memang begitu mengasyikkan, bisa mencurahkan apa sj yg ada dikepala. menulis jg bisa menghasilkan rejeki…ayo semangat indonesia menulis…

  41. Setuju, Pak. Menulis bisa dipergunakan sebagai terapi batin. Waktu masih suka jatuh cinta dulu, misalnya, saya suka mengais-ngais kata merangkai sajak picisan. Itung-itung untuk mengungkapkan rasa yang ada di dalam batin, hehehe…

    Sedikit koreksi untuk “dipenjara” dalam kalimat “… ketika ayahnya disekap dipenjara..”, apakah bukan “di penjara” maksudnya, Pak?

  42. di Semarang, saya beberapa kali bertemu Mas Putu. dia salah satu penulis terbaik di Semarang, saya kira, bahkan sampai sekarang. salam buat beliau, pak 🙂

  43. Saya percaya karena saya juga mengalami hal yang sama. Tapi bukan tentang ayah yang di penjara melainkan tentang cinta. Dengan menulis saya bisa lebih segar. Meskipun tulisan saya ubah menjadi tips untuk orang lain. Tapi sebenarnya itu adalah pengalaman saya sendiri

  44. pada prinsipnya, menulis uneg-uneg memang salah satu cara mengekspresikan diri atas emosi jiwa, contoh paling simple sekarang banyak uneg2 di facebook karena perintah facebook adalah : Apa yang anda pikirkan saat ini ?
    tetapi memang perlu ada pembinaan lebih lanjut agar uneg2 tidak hanya berakhir di status facebook, tetapi menjadi sebuah karya yang bisa dinikmati para pembacanya

  45. benar juga ya,,,,
    menulis itu terapi luka batin,itu salah satunuya,,
    trz di facebook bener juga,malahan di facebook jadi mengetahui seseorang yang di pikirkan walaupun seseorang itu sangat pendiam total,dan itu juga yang mengetahuinya publik,
    menurut saya cara yang berbeda tetapi satu tujuan,menulis maupun mengetik masa lalu,pasti otak yang akan terus mengulas masa lalu,sehingga hati yang terluka batin mulai sembuh dikit demi sedikit,,

  46. iya mas…menulis, apalagi blogging itu bener2 bikin lupa waktu,..sampe2 kerja pun saya tetep nge blogging…hehe…..padahal saya baru blogwalking saja..gimana kalo saya lagi ngembangin blog n nulis artikel

  47. Lia

    SubhanalLah… menulis memang obat yang unik. Susah ketika hendak memulai tapi lupa waktu bila sudah bercumbu dengannya…

  48. eemmmm bagus sekali
    piostingan bapak ini menarik
    saya jadi tahu bahwa menulis itu bisa jadi therapi batin yang terluka…
    bermanfaat sekali…
    alangkah baiknya jika kita saling mengenal berbagi informasi,, kalau ada waktu boleh dong bapak kunjungi web kami http:unsri.ac.id …
    terima kasih bapak…

  49. bagus….bagus ….. sangat menarik postingannya pak ,memang ngobatin hati yang yg luka itu susah mungkin dengan therapi dan positif tingking akan terobati

  50. Sungguh menarik apa yang Pak Sawali ungkapkan pada “Menulis sebagai Therapi Batin yang Terluka”, juga dengan proses kreatif Kang Putu sebagai pintu pembuka tulisan, semakin meyakinkan bahwa “menulis adalah obat jiwa yang terlaku”. Tidak hanya itu, menulis juga bisa menjadi bahan terapi berbagai penyakit, tidak hanya penyakit jiwa, penyakit fisik juga. Lebih dari itu, menulis dapat meningkatkan kecerdasan, daya ingat, kreativitas, dan masih banyak lagi. Mungkin baik bila teman-teman yang suka atau ingin, atau mestinya harus menulis karena tuntutan profesi, diajak mengekploitasi lebih lanjut “kesaktian menulis”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *