Jika Dunia Pendidikan “Memberhalakan” Pasar

Dalam sebuah kesempatan, Garin Nugroho, pernah bilang bahwa dunia pendidikan kita tidak lagi mencerahkan dan telah kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Nilai-nilai rasionalitas dan etos kerja keras, misalnya, telah disulap menjadi sikap instan. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak dikembalikan pada karakter peserta didik, tetapi dikembalikan pada pasar.

Pernyataan Garin Nugroho tampaknya tidak berlebihan. Secara jujur mesti diakui, sudah terlalu lama dunia pendidikan kita tenggelam dalam pusaran arus industri yang menghamba dan memberhalakan selera pasar. Keluaran pendidikan kita dari tahun ke tahun agaknya telah didesain untuk menjadi tenaga siap pakai dan “robot-robot” industri. Dunia pendidikan kita pun jadi kering dari sentuhan nilai-nilai luhur kemanusiaan secara utuh dan paripurna. Selama proses pembelajaran berlangsung, peserta didik bukannya diajak untuk mengapresiasi nilai-nilai intelektual, kearifan, kejujuran, atau kesalehan hidup, melainkan sekadar dicekoki hal-hal praktis yang berkaitan dengan nilai materialistis, teknokratis, ekonomis, bahkan hedonistis. Hilanglah “roh” akal budi dan budi nurani dalam dunia pendidikan kita. Tak heran jika banyak kalangan menilai, merajalelanya korupsi, manipulasi, atau suka menilap uang negara, disebabkan oleh carut-marutnya dunia pendidikan kita yang gagal menaburkan benih-benih religius, kemanusiaan, moral, dan karakter kepada peserta didik.

Yang lebih ironis, beberapa waktu yang silam, Depdiknas secara masif meluncurkan iklan layanan masyarakat yang menampilkan pesan, “Pilihlah sekolah menengah kejuruan agar cepat mendapat pekerjaan setelah lulus!” Sebuah ajakan tendensius yang mengimbau anak-anak negeri ini untuk memilih sekolah menengah kejuruan ketimbang sekolah menengah umum dengan argumen kemudahan mendapat pekerjaan. Logika sang pemasang iklan, lulusan sekolah kejuruan memiliki keahlian teknis yang dapat langsung diterapkan, dan tak perlu meneruskan ke pendidikan tinggi setingkat akademi atau universitas.

Selain diskriminatif, disadari atau tidak, iklan semacam itu akan menumbuhkan pencitraan publik bahwa sekolah menengah kejuruan akan lebih menjamin kepastian masa depan daripada sekolah menengah umum. Sebuah iklan yang menyesatkan, tidak edukatif, tidak cerdas, tak jauh berbeda dengan ulah dan siasat kaum penjajah dulu yang mendesain sekolah-sekolah kita untuk mendukung substruktur industri dan selera pasar. Penjajah Belanda merasa takut apabila dari kaum pribumi banyak bermunculan kaum intelektual yang akan mengkritisi sepak terjang mereka di tanah jajahannya sehingga tidak mau mendirikan lembaga pendidikan sekelas universitas. Ironis memang. Penjajah Belanda sudah lama hengkang dari negeri ini, tetapi mental dan semangat kolonialisnya yang mengebiri dan membodohi rakyat masih kita warisi.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah disempurnakan ke dalam Standar Isi (Permendiknas No. 22/2006) yang kemudian dijabarkan lebih lanjut ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pun belum sepenuhnya terbebas dari “virus” selera pasar. Dalam prinsip pengembangan KTSP, misalnya, dijelaskan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja sehingga pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. Prinsip ini tak jauh berbeda dengan konsep ”Link and Match”-nya Wardiman Joyo Negoro, mantan Mendikbud, beberapa tahun yang silam, yang mengaitkan secara langsung antara supply dan demand, antara lulusan sekolah dan kebutuhan pasar.

Ketika dunia pendidikan kita memberhalakan selera pasar, yang terjadi kemudian adalah fenomena berikut ini. Pertama, hilangnya ”roh” pendidikan berbasis karakter. Jika anak-anak bangsa negeri ini telah kehilangan karakternya, bukan mustahil kelak mereka akan menjadi manusia yang besar kepala, mau menang sendiri, antidemokrasi, dan korup. Mereka akan dengan mudah melakukan tindakan konyol dan tak terpuji demi memenuhi ambisi dan kepentingan pribadinya. Proses pendidikan pun akan cenderung bergaya mekanis yang hanya sekadar melahirkan para ”tukang” yang sesuai dengan selera pasar.

Kedua, terciptanya lingkaran dan jaringan bisnis dalam dunia pendidikan. Aroma bisnis dalam dunia pendidikan kita sebenarnya sudah lama tercium. Jual beli kursi dalam PSB, penerimaan mahasiswa baru, jual beli jabatan, bahkan jual beli ijazah hingga jenjang S2/S3, merupakan fenomena yang sudah lama terjadi dalam dunia pendidikan kita. Masyarakat yang masuk dalam lingkaran bisnis pendidikan semacam itu menjadi tak berdaya dan sulit berkelit lantaran sudah terbangun oleh sistem dan kultur budaya pendidikan feodalistik yang menghamba pada selera pasar.

Ketiga, merebaknya sikap permisif masyarakat terhadap merajalelanya tindakan kriminal, korupsi, kejahatan “krah putih”, dan semacamnya. Masyarakat yang diharapkan mampu menjalankan perannya sebagai kekuatan kontrol terhadap meruyaknya berbagai ulah kriminal jadi cuek, masa bodoh, dan membiarkan berbagai perilaku anomali sosial dan amoral berlangsung di depan mata.

Keempat, hilangnya otonomi dan kemandirian dalam dunia pendidikan. Secara struktural, dunia pendidikan kita memang sudah mengalami pergeseran paradigma dari gaya sentralistis menuju ke pola desentralistis. Dengan kata lain, sudah ada “kemauan politik” dari para pengambil kebijakan untuk memosisikan dunia pendidikan kita pada jalur yang benar. Namun, pada aras kultural, perubahan paradigma semacam itu belum diwujudnyatakan pada tataran praksis akibat masih begitu kuatnya sikap feodalistis dan paternalistis yang membelenggu mental kaum birokrat pendidikan kita. Tidak heran apabila dunia pendidikan kita masih banyak dihuni oleh para pejabat bermental korup, sendika dhawuh, penjilat, dan oportunis.

Jika fenomena semacam itu terus terjadi secara berkelanjutan dalam dunia pendidikan kita, bukan tidak mungkin bangsa kita hanya akan melahirkan manusia-manusia “tukang” yang hanya tunduk pada selera pasar, penjilat, tidak intelek, korup, munafik, dan mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, dunia pendidikan kita tidak hanya membutuhkan perubahan paradigma pada aras struktural, tetapi juga perlu dibarengi dengan perubahan sikap mental para birokrat pendidikan kita pada aras kultural dan tataran praksis. Semua pemangku kepentingan pendidikan harus benar-benar membersihkan dunia pendidikan dari virus kekuasaan yang menghamba pada selera pasar. Hanya dengan perubahan sikap semacam itu pendidikan kita benar-benar mampu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendesain peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas).

Sementara itu, dalam proses pembelajaran, para guru perlu mentradisikan terciptanya atmosfer pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa didik dalam sebuah kesadaran persaingan sosial. Melalui proses semacam itu, setiap individu secara bertahap akan berbagi dengan sumber-sumber moral dan pengetahuan dalam kehidupan manusia. Dewey (1987) berkeyakinan bahwa individu pembelajar telah menjadi bagian dari sebuah realitas sosial yang pada akhirnya akan terstimulasi untuk bertindak atas nama kelompoknya, lepas dari keterbatasan tindakan dan perasaannya sebelum menjadi bagian kelompok tersebut. Apabila kita menghilangkan faktor sosial dari seorang anak, yang tersisa hanyalah sebuah kekosongan. Sebaliknya, jika kita menghilangkan faktor individu dari masyarakat, yang tersisa hanyalah kemalasan, ketidakberdayaan, dan masyarakat yang mati (Reed dan Johnson, 1996: 114).

Yang tidak kalah penting, pendidikan berbasis karakter harus benar-benar diwujudnyatakan secara masif dalam dunia persekolahan kita. Dengan basis karakter yang kuat, dunia pendidikan kita akan mampu melahirkan generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, para guru yang berada di garda depan dalam dunia persekolahan kita perlu – meminjam istilah Ratna Megawangi (Kompas, 21/5/2007)—membiasakan diri untuk melakukan pengasuhan ramah otak (brain base parenting) yang sangat penting peranannya dalam membentuk manusia secara utuh (holistik) dengan mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual, dan intelektual anak secara optimal. Guru, orang tua, dan masyarakat perlu membangun sinergi yang kokoh dalam melakukan pengasuhan ramah otak anak-anak bangsa negeri ini sehingga mampu “menghidupkan” otak kiri dan otak kanan secara seimbang.

Hingga saat ini tampaknya belum ada realisasi kurikulum yang secara konkret mengembangkan potensi diri dan pemikiran peserta didik. Masih sangat minim institusi pendidikan kita yang menyediakan fasilitas pengembangan individu yang berbasis konteks sosial dan budaya nasional. Yang ada melulu pengetahuan teknis dan intelektual statis yang kaku.

Kini, sudah saatnya dunia pendidikan kita bangkit untuk membebaskan diri dari virus kekuasaan yang mendesain para lulusan menjadi “tukang” dan “robot” industri yang menghamba pada selera pasar. KTSP perlu didesain sedemikian rupa sehingga anak-anak bangsa ini benar-benar menjadi generasi masa depan yang cerdas, unggul, dan kompetetif. Semoga! ***

Comments

  1. saya sudah lama tersadarkan bahwa kampus saya mengajarkan kami sebagai “pekerja kerah biru”, dan saya semakin tersadar ketika banyak SMK kelompok Bisnis di Yogyakarta mengirimkan siswi2 mereka untuk menjadi TKW di Malaysia *prihatin* 🙁

    annots’s last blog post..Bensin

    ooo
    walah, “pekerja kerah biru”? istilah yang baru saya dengar nih mas annots, hehehehe :mrgreen: lebih2 kalau meluluskan siswa SMK untuk menjadi TKW di Malaysia. wah repot juga, mas annots. *ikut prihatin*

  2. wew.. nampaknya kali ini ridu tidak sepaham dengan pak guru..

    Selama ini banyak sekali orang yang memandang miring tentang sekolah kejuruan, sekolah orang miskin lah.. sekolah gak beken lah.. sekolah yang terbelakang lah.. pokoknya gak Ok banget kalo masuk SMK..
    sehingga itu yang melatarbelakangi depdiknas untuk mengiklankan SMK

    Ridu sendiri dulu SMK, mungkin temen2 blogger juga banyak yang dari SMK teknologi, tapi apakah dengan masuk SMK kita cukup sampai di situ?
    Semua anak pasti pengen melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi lagi setelah SMK, namun masalah biaya-lah yang menjadi batu penghalang besar bagi kami.

    Dulu Ridu masuk SMK karena kekhawatiran tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih atas, sehingga Ridu setelah lulus bisa bekerja dengan bekal-bekal yang didapatkan di SMK, banyak banget yang Ridu dapat lho dari SMK, yang Ridu yakin gak bisa didapetin di SMA (yang mayoritas siswa2nya suka nge-gaya dan suka gaul2) namun ternyata Ridu beruntung bisa mendapatkan beasiswa sehingga bisa kuliah gratis.

    SMK Ridu juga sudah berstandar Internasional, dan masih banyak lagi SMK-SMK yang menghasilkan SDM yang berkualitas yang bisa berguna dan tepat guna bagi dunia kerja.

    ridu’s last blog post..Survey Tawa Warga Jakarta

    ooo
    hahahahaha 😆 santai saja mas ridu. setiap postingan tak harus disetujui kok. saya justru senang biar ada diskusi yang menarik, sehingga diskursus ttg dunia pendidikan makin fokus. mas ridu, saya tidak memandang negatif adik2 dari lulusan SMK, saya sendiri dulu dari sekolah kejuruan juga untuk “dibaptis” menjadi guru. saya juga angkat jempol kepada adik2 lulusan SMK yang punya kesempatan untuk melanjutkan ke PT. Juga selama ini tidak ada yang memberikan stigma terhadap SMK. bagaimanapun juga SMK sangat dibutuhkan, khususnya dari lulusan SMP yang karena kendala biaya kemungkinan tidak bisa melanjutkan ke PT. Yang saya persoalkan adalah paradigma dan mindset pemerintah yang mlulu mengorientasikan satuan pendidikan hanya persoalan2 praktis sehingga kedalaman nilai luput dari sentuhan seperti yang pernah disitir oleh Garin Nugroho itu. secara visioner, dunia pendidikan itu berfungsi utk mengembangkan 4 kecerdasan sekaligus, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. mudah2an saja hal itu bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh satuan pendidikan, tak hanya di SMK, tapi juga si SMA. juga masalah iklan layanan masyarakat itu. untung, sekarang sudah dihapus. ini kan menimbulkan kegelisahan di tengah2 masyarakat dan berpengaruh terhadap publik, seolah-olah pendidikan itu hanya bertujuan untuk menyiapkan tenaga siap pakai.
    Yup, tentang SMK Mas Ridu, saya juga salut. itu artinya, penanaman ke-4 nilai yang saya sebutkan tadi dapat berjalan secara seimbang, apalagi sudah berstandar internasional. di kendal pun ada SMK yang sudah mendapatkan sertifikat ISO. Ini artinya, SMK tetap mampu mencetak output sekaligus outcome yang bagus.

  3. Mungkin ada juga unsur warisan dari Belanda. Dulu, priyayi yang mengecap pendidikan dapat PW (posisi wuenak 🙂 ). Masyarakat terus berfikir, sekolah itu supaya dapat pekerjaan layak. Masyarakat berharap setelah lulus dapat pekerjaan. Bukannya menciptakan pekerjaan.

    Mungkin iklan tentang SMK bisa ditambah “Lulus bisa bikin lapangan kerja.” Tapi mardies nggak pernah nonton TV sih.

    Mardies’s last blog post..Pati Macet?

    ooo
    agaknya bisa juga mewaris ke birokrat kita juga mas mardies. tapi mudah2an hal2 semacam itu pelan2 akan sirna seiring dengan perkembangan peradaban. jangan sampai dunia pendidikan dimaknai secara sempit utk menghasilkan tenaga siap pakai.

  4. Oh iya satu lagi Vokalis Drive (Laose Anji) itu adalah Guru bahasa Mandarin lho di SMK Ridu (SMKN 20 Jakarta), ada di sini (FYI aja siy.. hehehe..)

    ridu’s last blog post..Survey Tawa Warga Jakarta

    ooo
    oh, ya? salut deh kalau gitu. mudah2an guru yang berkualitas akan mampu membawa siswa-siswinya mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

  5. Lagi2 saya gak bisa jadi komentator yang pertama. Argh……………..

    memang benar kalau lulusan SMK itu hanya dicetak untuk menjadi individu siap kerja, bukan individu yang menciptakan lapangan pekerjaan. Ironis memang.

    kalau menurut saya pendidikan berbasis karakter itu hanya bisa dilaksakanan kalau pemerintah menambah jam pelajaran agama, yang dulunya hanya 2 jam seminggu, ditambah menjadi 4 jam seminggu.
    terus terang, aspek utama seseorang melakukan tindak pidana KKN adalah karena kurangnya pengetahuan agama yang dimiliki (tidak takut sama Allah)

    Yang jadi pertanyaan, apakah dengan menambah jam pelajaran agama, lantas akhlak dari para lulusan sekolah akan membaik? belum tentu, kalau pelajaran agamanya hanya membahas tentang Rukun Islam dan Rukun Iman yang notabene sudah dipelajari di Sekolah dasar, maka hal itu percuma saja (Waktu saya SMA sih yang dipelajari cuma ini doang). Intinya selain menambah jam pelajaran, kualitas materi pembelajarannya juga harus di tingkatkan.

    Hair’s last blog post..Film Ayat-ayat Cinta, Bebas Download Di Internet = Haram Hukumnya

    ooo
    walah, setiap kali komen di sini selalu diawali dengan kegelisahan semacam itu toh mas hair, hehehehe 😆 ndak vertamax kan ndak apa2 sih, hehehehe 😆 wah, itu juga yang jadi persoalan. apakah dengan penambahan jam dengan sendirinya pendidikan berbasis karakter akan berjalan dg baik? tidak juga kalau penyajiannya masih bersifat dogmatis dan indoktrinasi. kalau menurut saya pendidikan berbasis karakter itu perlu disajikan secara lintas bidang. semua guru mata pelajaran perlu menyampaikan secara implisit sesuai dg materi yang diampunya dengan pendidikan2 karakter semacam itu. dan juga, ini yang penting, keteladanan.

  6. :mrgreen:
    pak sawali masang kepala bawang aneh-aneh hihihi
    _________________________________________________
    dan semua memang diperjual belikan ya pak,
    -maaf kalo salah-

    Goop’s last blog post..Buih

    ooo
    walah, kepala bawang? apa maksudny, hiks. mas goop bisa aja pakai istilah.

  7. @Mardies, Hair; sebelum kalian posting komentar ini pun di SMK sedari dulu sudah ada pelajaran Kewirausahaan yang menanamkan jiwa-jiwa wirausaha kepada para siswanya yang sampai saat ini merupakan ujung tombak dari sektor ekonomi riil di Indonesia!

    ridu’s last blog post..Survey Tawa Warga Jakarta

    ooo
    makasih mas ridu tambahan informasinya, yak!

  8. aie

    ini ngomongin masalah SMK yaa?wahhh..jadi merasa terpanggil untuk memberi komentar…

    Jadi gini, aie setuju banget ama pernyataan Ridu yang bilang kalo masalah biaya-lah yang akhirnya menghantui pikiran orang tua dan anaknya dalam pemilihan sekolah setelah SMP. Dulu aie pun sempat dibilang kaya gini ama salah satu Abang aie di rumah : “mungkin nanti setelah dua tahun sekolah aie bakal minder kalo ketemu ama anak SMA..” waktu itu sich jujur aie ga terlalu ngerti yang dimaksud tuch apa tapi belakangan aie baru sadar klo itu tuch maksudnya masalah gengsi..emang SMK itu dianggap dari golongan kedua..di bawah SMA-lah..tapi jangan salah..sekarang jujur banyak banget ilmu yang udah aie dapet dari bangku SMA dalam hal komputer juga..di sana juga enak koq..temen-temenya enak-enak..pergaulannya ga seperti SMA..

    Oya, PMR SMK aie (SMKN 20) juga sering juara koq..bahkan sampai tingkat nasional..jadi apa salah ya dengan iklan itu bila emang di dunia PMR yang lebih terkenal itu dari SMK bukan SMA..apa itu bukan disebut prestasi?Output dari sekolah itu khan bisa dilihat dari prestasi sekolahnya…

    aie’s last blog post..KesaLahan & PerubaHan

    ooo
    yup, ndak melulu SMK yang dibicarakan, kok. fokusnya adalah mulai berkurangnya pendidikan berbasis karakter di satuan pendidikan. ok, makasih infonya mas aie, mudah2an sekolah mas aie bisa mempertahankan prestasinya, jika perlu harus terus ditingkatkan.

  9. setujuuuuuuuuu… :mrgreen: 😎
    kalo berhasil, mungkin hasilnya bisa lebih dari poting terbaru saya nih… ➡ 😎

    Siti Jenang’s last blog post..Tren Busana Baru: Batik Indonesia?

    ooo
    walah, tahu2 kok teriak2. ada apa sesungguhnya mas jenang, hehehehe 😆 setuju dalam hal apa? wah, rupanya sudah bikin potingan terbaru, yak! *segera meluncur*

  10. Pak sawali, sejujurnya saya mengatakan: “bagaikan buah simalakama”, pelacuran pendidikan terhadap dunia industri sendiri sebenarnya tak lepas dari rendahnya kualitas pendidikan yang sering tak nyambung dengan kebutuhan pasar nasional.. apalagi pasar internasional.. itu argumen yang menjadikan dunia pendidikan harus segera membenahi diri untuk berkawan baik dan ber-kongkow dengan pasar..

    Masalah berikutnya, seperti yang ditulis pak sawali di atas. Apakah kemudian serta merta mengarahkan pendidikan pada kebutuhan pasar an sich.. tentu jawabannya tidak! banyak sisi kemanusiaan yang akan ditinggalkan..

    itulah kenapa saya masih selalu gelisah mencari rumusan atas “robot-robot bernyawa” itu tak lagi menjadi robot, itulah kenapa sloga blog saya berbunyi “memungut remah-remah remeh kehidupan untuk membangun kembali makhluk yang bernama manusia dan kemanusiaan”. Saya merasa robot..

    Saya mencari rumusan untuk menjadikan siswa saya teknokrat yang humanis -tentunya untuk urusan komputer-.. pengajaran yang saya lakukan mengharap dengan sangat menyentuh aspek kemanusiaan dari siswa saya. tak hanya melulu teori komputer dan tag-tag html..

    Mohon pencerahannya…

    gempur’s last blog post..Dari Penuh Mengosong

    ooo
    Mohon pencerahan? walah, pak gempur nih ada2 saja. jangan berlebihan, pak, hehehehe 😆 saya tak lebih hanya seorang guru “katrok”, hiks. Yup, saya sepakat dg pak gempur. ke-4 kecerdasan (intelektual emosional, spiritual, dan sosial) itu harus ditumnbuhkan melalui dunia pendidikan secara serius dan simultan agar kelak anak2 negeri ini paham dan memiliki kepekaan terhadap persoalan2 yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. apalagi, slogan di blog pak gempur dan juga prinsip mengajar pak gempur yang demikin visioner, ingkin menjadikan teknokrat yang humanis, wah, itu sebuah prinsip yang luar biasa, pak. mudah2an visi itu bisa terwujud, meski masih harus bersabar diuji oleh sang waktu. ok, makasih pak gempur!

  11. aie

    Sebelumnya minta maaf klo ada beberapa pendapat Pak Guru yang tidak sepaham dengan saya.
    Sepertinya dari wacana yang cukup “rumit” bahasanya yang telah Pak Guru utarakan di atas. Saya berkesimpulan bahwa seluruh lulusan dan anak SMK adalah hasil pembodohan untuk menjadi “robot”. Yang tentunya, yang namanya robot hasil pembodohan, berarti lulusan SMK adalah orang-orang bodoh yang berorientasi kepada pekerjaan. Duh,, bener ga yah? maaf Pak saya ini salah satu robotnya.. Bodoh ya Saya ini? Maaf deh klo gitu. 😛

    Yang lebih ironis, beberapa waktu yang silam, Depdiknas secara masif meluncurkan iklan layanan masyarakat yang menampilkan pesan, “Pilihlah sekolah menengah kejuruan agar cepat mendapat pekerjaan setelah lulus!” Sebuah ajakan tendensius yang mengimbau anak-anak negeri ini untuk memilih sekolah menengah kejuruan ketimbang sekolah menengah umum dengan argumen kemudahan mendapat pekerjaan. Logika sang pemasang iklan, lulusan sekolah kejuruan memiliki keahlian teknis yang dapat langsung diterapkan, dan tak perlu meneruskan ke pendidikan tinggi setingkat akademi atau universitas.

    Maaf yah Pak.. coba deh teliti lagi iklan tersebut! Sepertinya iklan tersebut bukanlah iklan yang jelas dan nyata menjatuhkan SMA dan mengajak semua siswa untuk memilih SMK deh.. Coba bedakan dengan iklan-iklan operator pada saat ini ynag jelas dan nyata saling menjatuhkan operator lain. Aduh jadi ga enak nih sama Pak Guru 😳

    Sebuah iklan yang menyesatkan, tidak edukatif, tidak cerdas, tak jauh berbeda dengan ulah dan siasat kaum penjajah dulu yang mendesain sekolah-sekolah kita untuk mendukung substruktur industri dan selera pasar.

    Hohoho.. lagi-lagi Pak Guru berlebihan.. “Lebay” bahasa gaulnya Pak :cool:. Bapak tuh secara tak langsung mengatakan klo orang2 yang membuat iklan tersebut adalah orang-orang yang “tak cerdas” dan “penjajah” yang berniat menjatuhkan negaranya sendiri. Padahal seragamnya mirip sama seragam Bapak Lho.. Sebegitu piciknya kah “orang-orang” itu?

    Nih yah Pak.. klo menurut pendapat saya yang telah “dibodohi” ini setelah melihat iklan tersebut. Mereka tuh ingin mengenalkan bahwa “Hai anak-anak yang untuk sekolah saja sulit. Di negara kita ini juga ada sekolah yang bagus yang tidak kalah dengan SMU yang lebih menjanjikan untuk kalian yang mungkin tak mampu untuk meneruskan untuk kuliah kedepannya. Karena kedepannya untuk lulusan SMU itu mau tak mau kalian harus Kuliah jika ingin sukses. Jika tidak kuliah karena kalian tidak mampu, maka akan sulit untuk kalian bekerja. Jadi pengangguran deh kalian. Coba klo masuk SMK, setidaknya kalian memiliki bekal untuk terjun di dunia kerja. Dan bukan berarti kalian anak yang bodoh jika masuk SMK, justru banyak para alumni SMK yang kuliah sambil bekerja. Bukankah mereka lebih pandai dari anak SMU yang putus untuk kuliah?”. Mereka lebih mandiri dan setidaknya lebih meringankan biaya orang tua dibandingkan dengan anak SMU itu. Tapi semua terserah kalian. Kalian juga boleh kok masuk SMU. Di sana anaknya “pinter-pinter”.

    Begitu bener ga yah Pak?

    Tapi saya setuju banget dengan pendapat bapak tentang sistem sekolah di negara kita yang bobrok, ancur, dan menghasilkan orang yang kepalanya berat ke kiri semua. Yang umumnya sombong-sombong dan menduakan Tuhan.

    Oh iya Pak,, satu lagi.. saya juga bingung kenapa sekolah saya menjadi salah satu sekolah SMK Favorit di Jakarta. Padahal biayanya cukup mahal dan testnya yang susah mampus. Saya juga bingung kenapa mereka bisa datang dari pelosok Indonesia. Ah sudahlah.. mungkin mereka seperti saya yang “bodoh” ini yang memilih untuk menjadi “robot”. Tapi satu yang saya tahu. Mereka maupun keluarga mereka adalah orang yang menginginkan anaknya sukses di masa depan, memiliki bekal dan mendapatkan pekerjaan yang layak serta lebih baik dari orangtuanya. Oh iya.. di sekolah saya juga banyak yang lulusannya kuliah sambil bekerja. “bodoh” yah mereka?. Ah setidaknya saya bekerja di tempat Kuliah.

    aie’s last blog post..Cewe? Cowo?

    ooo
    hahahaha 😆 mas aie, bagi saya perbedaan pendapat itu hal yang wajar kok. saya sudah biasa hidup di tengah2 lingkungan yang biasa berbeda pendapat, kok. *halah* tapi yang pasti fokus tulisan ini sebenarnya bukan SMK, melainkan kekhawatiran banyak pengamat pendidikan, kalau dunia pendidikan orientasinya ke pasar, dikhawatirkan upaya penanaman nilai-nilai luhur baku jadi kurang kondusif. ini tidak hanya SMK, tapi juga sekolah2 yang lain, termasuk SMA, bahkan juga di level pendidikan dasar (TK dan SD). Makanya, istilah “robot” itu saya beri tanda kutip untuk memberikan “quote” bahwa sudah saatnya pendidikan karakter harus mulai disentuh, bahkan harus diterapkan secara serius dan simultan agar anak2 bangsa negeri ini tidak kehilangan orientasi kemanusiaannya. ini fenomena pendidikan yang sudah mulai tampak ketika rezim orba berkuasa, mas aie, ketika pertumbuhan ekonomi menjadi “panglima” pembangunan sehingga nilai2 humanioranya ditinggalkan. mengenai masalah iklan layanan masyarakat itu sekarang sudah tidak ditayangkan lagi karena dikhawatirkan agar menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat yang makin memperkuat citra bahwa tujuan pendidikan hanya sekadar menghasilkan tenaga siap pakai. saya tidak kenal siapa mereka. “robot”, istilah itu secara umum saya gunakan untuk mempertegas output dunia pendidikan apabila kehilangan orientasi kemanusiaannya. bukan hanya SMK, tapi juga sekolah menengah umum yang lain.
    ok, makasih mas ivo, sudah ikut memberikan sumbangsih pemikiran dalam postingan ini. jangan kapok ya ke sini? Yup!

  12. ivo

    Lho.. koq ivo jadi aie? Wah,, akibat pergaulan bebas komputerku nih. Oh iya saya alumni SMK Telkom Jakarta.

    ivo’s last blog post..Cewe? Cowo?

    ooo
    oh, mas ivo, bukan aie, yak! oh, alumni SMK Telkom Jakarta, wah mantap juga tuh mas. ok makasih infonya, yak!

  13. masalahnya kan kemampuan masyarakat di beberapa daerah masih kurang pak. jadi mungkin maksud pemerintah untuk menganjurkan sekolah kejuruan itu berhubung juga dengan hal itu.
    tapi saya juga nggak begitu ngerti sih.
    🙁

    bedh’s last blog post..Contekan Batavia

    ooo
    yup, mas bedh, mudah2an saja tendensi iklan tsb seperti itu.

  14. Maaf nih pak, saya mau nyampah dulu. karena selama ini saya gak bisa jadi komentator pertama, jadi saya mau jadi komentator terbanyak saja yah. Distatistik saya menduduki peringkat kedua sebagai komentator terbanyak di bawah pak Yari Nk. Cuma beda satu komentar saja kok. Gak apa2 kan pak?
    Sekarang jumlah komentar saya sama dengan jumlah komentarnya pak Yari.

    Hair’s last blog post..Film Ayat-ayat Cinta, Bebas Download Di Internet = Haram Hukumnya

    ooo
    wakakakakaka …. masih mikirin komen vertamax juga. ya deh, silakan mashair. mau menyaingi bung yari jugak, halah!

  15. Sekali lagi ya pak.
    Sekarang saya sudah berada di peringkat pertama dengan perolehan 15 komentar.
    Huh, senang rasanya

    Hair’s last blog post..Film Ayat-ayat Cinta, Bebas Download Di Internet = Haram Hukumnya

    ooo
    walah, iya, ya, mas hair. komen vertamax di blog ini sebenarnya ndak terlalu sulit kok mashair. kali aja mashair sering sibuk, hehehehe 😆 jadi, ndak sempat blogwalking lebih awal.

  16. pak…. mphpn ngebahas tentang “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)” secara lebih detail dong….?
    aku penasaran dengan kurikulum tersebut…

    dunia pendidikan merupakan salah satu dari cermin SDM suatu negara… kalau SDM nya rendah ya negara tersebut bisa di bilang sebagai negara “kurang” berkembang… kalau dunia pendidikannya bagus dan SDM nya bagus juga.. wah negara kita bakalan maju deh…
    eh ya…. menurut bapak dunia pendidikan di Indonesia tergolong…?
    a. biasa
    b. menengah
    c. maju
    d. maaf… gak bisa jawab

    (alasannya…?)

    alfaroby’s last blog post..ranting kecil

    ooo
    wakakakakaka …. mas faroby malah kasih PR nih, hehehehehe 😆 tetg KTSP, di blog saya yang lama, sudah saya kupas sampai detil, mas. yup, saya sangat sepakat dengan pendapat mas faroby. SDM negara kita sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan kita. nah, repotnya, dunia pendidikan kita hingga saat ini masih jauh tertinggal dibanding nnegeri jiran kita. Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Yang jelas, education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). wah, mas faroby bisa membandingkannya, kan, hehehehe 😆 sekarang klasifikasikan, bagaimana kualitas pendidikan kita? :mrgreen:

  17. Huehehehe….. Menurut saya sih… iklan yang ‘menyesatkan’ bukan iklan sekolah kejuruan saja. Hampir semua iklan menurut saya menyesatkan. Lihat aja misalnya, iklan krim pemutih kulit untuk wanita, moso iya sih setiap wanita yang pakai itu akan menjadi putih seperti yang diiklankan, kalau begitu ya nggak ada wanita berkulit kucel hitam dong di dunia negeri ini hehehehe……

    Menurut saya sih nggak apa2 juga memilih sekolah kejuruan yang ‘berorientasi pasar’, yang penting baik kita memilih sekolah kejuruan ataupun non-kejuruan kita dapat bersaing di tingkat global, minimal dengan negara2 tetangga kita **halaah**. Sebab kalau kita kekurangan tenaga2 yang siap dipasarkan di industri, jangan kaget kalau nanti tenaga2 tersebut diisi oleh tenaga2 asing, jadi masalah sosioekonomi yang baru lagi! Pusiiiiing tujuh keliling! :mrgreen:

    Yari NK’s last blog post..?Orang-Orang Norwegia? Yang Iseng Melihat Blog Saya?..

    ooo
    kalau iklan komersial masih dimaklumi, bung. tapi kalau iklan layanan masyarakat yang non-kemrsial repot jugak kalau sampai menyesatkan. sekolah kejuruan masih jugsa dibutuhkan, bung yari. bagaimanapun juga negeri kita juga sangat membutuhkan tenaga2 terampil semacam itu. namun, pendidikan karakternya tetap harus tetap jalan.

  18. Duh, sebenernya sih saya kurang ngerti sama permasalahan pendidikan di Indonesia. Hanya saja, saya menyoroti perguruan tinggi yang selama ini menjadi favorit, sudah tidak ‘memberi’ tempat lagi untuk orang-orang cerdas dan kurang mampu. 🙁

    Donny Reza’s last blog post..Pada Suatu Hari Nanti

    ooo
    walah, ya itu repotnya, mass donny, apalagi, kalo perguruan tinggi sudah benar2 menjadi BHMN, agaknya generasi cerdas yang berasal dari keluarga tak mampu akan mengalami kesulitan utk bisa duduk di bangku PT favorit.

  19. Assalaamu ‘alaekum pak Sawali. Pertama, ane ingin sampeykan betafa ane sangat mengapresiasi ide, opini dan kritik pak Sawali yang menyoal peng-idola-an (pemberhalaan) pasar oleh dunia pendidikan. Memang sepertinya arah dan visi pendidikan kita seperti semakin mengabur.

    Kemudian, yang ane soroti adalah otonomi dan independensi lembaga pendidikan di kita seperti yang pak Sawali ulas. Kalo memang sudah ada kemauan politik untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga independen dan otonom, pertanyaannya adalah sesiap apakah praktisi dunia pendidikan kita. Kemudian, batas-batas dan penjabaran dari independensi lembaga pendidikan itu sejauhmana dan seperti apa? Apakah di dalamnya termasuk otonom secara pembiayaan? Karena, seperti-na lembaga pendidikan tinggi negeri tidak siap dalam hal ini.

    Ini pertanyaan ane lho pak, bukan opini.. 🙂

    Cabe Rawit’s last blog post..Mohon Sumpah Serapahnya, Ane Mau Ngelamar?

    ooo
    otonomi dan kemandirian tak hanya sebatas pada masalah sarana dan pembiayaan, mas cabe, yang tidak kalah penting adalah memberikan kemandirian kepada pihak sekolah untuk mengelola sumber daya yang ada, tidak ada lagi intervensi secara berlebihan. persoalan siap atau tidak, kalau memang sudah ditradisikan dan dibudayakan, saya kira para guru dan kepala sekolah akan siap menyongsongnya juga. kalao PT memang sudah beda, mas cabe, karena penggalian dananya pasti akan lebih menjanjikan ketimbang di dunia persekolahan.

  20. tulisannya kok panjang banget…
    comment2 juga panjang…
    saya jadi pusing… he he he… :-p kidding

    saya pendek aja deh…

    lebih baik kita pikirin dulu gimana seluruh anak indonesia bisa sekolah, tanpa terkecuali….

    ridhocyber’s last blog post..Bank Niaga Error

    ooo
    ok, boleh juga tuh gagasan mas ridho.

  21. hehe, kayanya udah banyak yang komen diatas. Sebetulnya tema yang diangkat bagus pak. Tapi saya kurang setuju. Menurut saya, mungkin iklan diatas maksudnya bukan untuk “pembodohan”, tapi lebih tepat kalo dikatakan memperkenalkan. Karena selama ini kan masyarakat ga banyak tau ada apa sih di SMK itu? Kenapa sih orang mau masuk ke SMK? Apa sih bedanya lulusan SMK dengan SMU? de el el deh.

    Saya pribadi sih bilang, kalo SMK itu memang punya kelebihan tersendiri dibanding SMU (padahal saya sendiri SMU dulu), karena mereka diberikan keterampilan2 khusus. Dan saya juga ga sependapat kalo murid/lulusan SMK itu dikatakan robot. hehe.

    Kaya yang dibilang Mbah Henry Fayol, bahwa seorang administrator (manajer/pimpinan) untuk memimpin suatu perusahaan industri, harus punya pengetahuan tehnik itu sendiri. Nah, artinya, lulusan SMK nantinya bukan cuma jadi pelaksana aja pak, tapi dengan pengembangannya kedepan, dia justru bisa jadi pencipta dan pengendali-nya robot itu sendiri. 🙂

    Setuju ga pak? apa ga setuju? hihihi

    steelheart’s last blog post..2009 Digitalisasi TV diterapkan di Indonesia

    ooo
    tidak apa2 mas bima. isi postingan ini tidak harus disetujui kok. malah bagus ada banyak pendapat sehingga wacana ini makin menarik untuk dikaji lebih lanjut. wah, ttg iklan itu kini agaknya sudah ditarik dari peredaran, mas bima, setelah mendapatkan banyak masukan bahwa iklan itu secara tidak langsung mengesankan bahwa dunia pendidikan kita hanya berorientasi pada pasar sehingga menihilkan pengembangan nilai. nah, bagaimanapun juga SMK masih sangat dibutuhkan, bahkan temen2 saya yang kebetulan mengajar di SMK mulai mengembangkan domain enterpreneurshipnya kepada para siswa sehingga kelak mereka bisa menjadi manajer yang andal, tak hanya memiliki keterampilan praktis. istilah “robot” itu saya beri tanda petik utk menekankan mulai hilangnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan kita, tak hanya di SMK tapi juga di satuan pendidikan yang lain.

  22. Wah, kalau sudah membahas tentang dunia pendidikan, komentarnya jadi panjang-panjang… 🙂

    Terus terang, kalau sudah membahas dunia pendidikan ini, saya jadi miris, Pak. Sedemikian parahnya, sampai bingung harus memperbaiki yang mana dulu. Ada sih, cara yang ekstrem, revolusi misalnya. Namun itu akan menjadi sangat ekstrem dan butuh pengorbanan yang tidak sedikit.

    Akhirnya, saya jadi sering mengambil langkah yang ‘agak’ aneh bagi rekan-rekan di sekolah. Setidaknya, agar anak-anak yang ada dalam bimbingan saya tidak sampai menjadi ‘robot’. Masalahnya, metoda yang saya terapkan seringkali ‘bentrok’ dengan rekan guru yang lain, sehingga anak-anak itu malah jadi bingung harus bagaimana… 🙁

    *lah, kok malah jadi seperti curhat ya, Pak?* SEMANGAT!!! 😆

    suandana’s last blog post..efek komunikasi?

    ooo
    bener juga, pak adit. dunia pendidikan kita makin silang-sengkarut akibat kebijakan pemerintah yang dinilai kurang visioner. BTW, repot juga pak kalau mau kreatif dan inovatif justru malah direcoki.

  23. Dear Mas Sawali
    Betul dunia pendidikan di Indonesia memang telah banyak yg “memberhalakan” selera pasar.
    Masalahnya sistem sosial kita juga mulai demikian. Masyarakat kita sukanya serba instan, kurang menghargai proses dan etos kerja.

    Jika dunia pendidikan terlalu idealis, tidak berorientasi pasar, justru bisa-bisa ditinggal masyarakat. Dilematis sekali

    Ok sukses selalu

    Salam dari Kota Apel Malang:
    Muhammad Zen
    http://mhzen.wordpress.com
    http://mzenmzen.multiply.com

    mhzen’s last blog post..Sisi Unik Self Publishing: BIAYA CETAK BUKU SANGAT VARIATIF

    ooo
    wah, repot juga yak mas zen. antara dunia pendidikan dan masyarakat kayaknya sudah ndak sinkron. yup, makasih mas zen. salam juga dari kendal nih!

  24. Aku membaca artikel yang lumayan panjang ini secara utuh. Kesimpulanku, penulis menyarankan kita membangun sistem pendidikan berbasis karakter. Sangat kebetulan Pak Sawali, kemarin aku baca lagi buku lama yang sudah berdebu di “perpustakaan mini” di rumah. Judulnya Totto-chan, dengan anak judul Gadis Kecil di Jendela.Sangat relevan dengan topik tulisan anda.

    Totto-chan, sebenarnya itu dimaksudkn penulisnya semacam buku sejarah sekolah inkonvensional Tomoe di Tokyo, namun sangat mungkin pembaca lebih fokus pada pengalaman-pengalaman Totto-chan yang warna-warni. Malahan bukan tidak mungkin pembaca akan menganggap kisah nyata ini sebagai fiksi anak-anak.

    Sinopsisnya begini : Totto-chan anak yang hiperaktif, yang sering bertindak oleh dorongan hati. Dikeluarkan dari sekolah saat masih kelas satu SD, karena dianggap mengganggu ketenangan kelas, lantaran tindakan impulsifnya memanggil pengamen nyanyi di luar jendela kelas.

    Ibunya yang bijak tidak memberitahu Totto-chan kalau dia dikeluarkan, namun dengan cerdik menawarkan putrinya pindah ke sekolah yang menarik. Itulah awalnya Totto masuk ke sekolah Tomoe, yang ruang kelasnya bekas gerbong kereta api, siswa menentukan sendiri materi pelajaran tiap hari, siswa dianjurkan datang dengan pakain paling usang supaya jangan takut kotor kalau bermain; pokoknya serba inkonvensional. Lebih penting lagi : pendidikan berbasis karakter sudah diterapkan di sekolah itu, yang terbakar habis saat Tokyo dihajar bom gendut B-29.

    Ah, kurasa Pak Sawali akan lebih piawai menulis ringkasan buku itu. Tapi kalau bapak terlalu sibuk, aku akan tuliskan resumenya buat bapak. Tabik.

    Robert Manurung’s last blog post..Sejak Tadi Malam, Hutan Tele Mulai Dibabat?

    ooo
    yup, makasih banget masukannya bung robert. si toto chan kayaknya malah lebih enjoy dg dunia sekolahnya yang baru, yak. berkca dari itu mudah2an pendidikan karakter di negeri ini mulai dihidupkan.

  25. Pak Sawali yang baik,

    Aku minta izin mengkampanyekan lewat blog yang keren dan mencerahkan ini mengenai situasi “gawat darurat” di hutan alam Tele, yang kemarin aku singgung sedikit di artikel “Water Is Life”. Ternyata sejak dua malam yang lalu, sisa-sisa hutan alam di Kabupaten Samosir itu sudah mulai ditebas dengan gergaji mesin.

    Kami, Komunitas TobaDream, sangat terpukul dan prihatin atas kesewenang-wenangan pemda setempat. Bahkan kami merasa tertipu, karena Bupati Samosir Mangindar Simbolon sudah memberi garansi kepada kami, saat bincang-bincang di komunitas kami empat bulan lalu. Ternyata beliau BERBOHONG. Pak Bupati malah mengeluarkan izin pembabatan hutan seluas 2.250 hektar di Tele, yang konon akan dijadikan perkebunan bunga.

    Kami sangat mengharapkan dukungan media massa, terutama dari rekan-rekan bloger Indonesia, untuk memberikan tekanan agar pembabatan hutan pusaka itu dihentikan.

    Bagi yang tergugah dan ingin tahu, baca artikelnya di http://ayomerdeka.wordpress.com/

    Terima kasih

    M E R D E K A !

    Robert Manurung’s last blog post..Sejak Tadi Malam, Hutan Tele Mulai Dibabat?

    wah, kok bisa begitu ya bung, mencla-mencle. hanya satu kata” “lawan” *halah*

  26. ikutan nimbrung ya, pak…
    sekarang ini banyak sekolah2 di indonesia yang lisensi dari luar, misalnya international school dengan kurikulum dari singapore, atau berbagai sekolah lisensi dari luar, etc. padahal kurikulum asing kan dibuat berdasarkan budaya setempat, yang mungkin saja berbeda dengan budaya dan kebutuhan negara kita. yaaa…mungkin akibat tidak percayanya orang kita dengan pendidikan nasional atau dasarnya orang indonesia yang bangga dengan atribut “made in foreign”. buktinya sekolah-sekolah semacam itu makin menjamur dan konsumennya pun buaaannnnyyyak banget. gak salah juga kalau dilirik sebagai peluang bisnis, bahkan oleh pihak2 yang awalnya tidak tertarik dengan dunia pendidikan…

    unita’s last blog post..Keluarga Boneka Flanel

    ooo
    wah, repot juga bu kalau yang dipakai kurikulum asing karena belum tentu cocok dg kultur kita.

  27. pendidikan kita emang udah kayak pabrik, yang mencetak robot2 untuk di pekerjakan di pasaran, makanya kurikulum kebanyakan instansi pendidikan berpedoman pada selera pasar. bukannya berusaha menciptakan pasar, kita justru latah menuruti kemauan pasar. kalo begitu, kita cuma sebagai objek produksi bukan sebagai subyek. *halah*

    -tan’s last blog post..Penghianat

    ooo
    idealnya siswa justru harus sebagai subjek yang dimanusiakan, mas tan. makanya pendidikan karakter itu sangat penting dan vital.

  28. Mas,
    Pendidikan di Indonesia memang sudah bagian dari bisnis. Pasar memanng membutuhkan itu. Mengharap pemerintah saja, belum dan tak akan pernah cukup. Maka, partisipasi dari masyarakat pengguna pendidikanlah yang sangat diharapkan. Dan justru sumber dari masyarakat inilah yang paling besar. Aku pikir, saatnya mengurangi ketergantungan dengan pemerintah. Pemerintah kita masih belum bisa jadi sinterklas bagi rakyatnya.
    Jadi, menurut hemat saya, pendidikan saat ini harus masuk dalam dunia bisnis.
    Hanya caranya harus santun dan demokratis. Aku pikir sudah banyak lembaga pendidikan yang berkualitas justru karena dibiayai oleh pasar.
    Pemerintah biar mengurus sekolah-sekolah inpres.
    Kelak, semuanya mandiri.

    Nyambung ga ya, tanggapanku dengan postingan sampeyan?

    Tabik!

    Zulfaisal Putera’s last blog post..SMS dan Kearifan Hati

    ooo
    ok, mudah2an hal itu bisa terwujud dan yang penting pendidikan karakter jangan dilupakan, pak zul, hehehehehe 😆

  29. Tambah lagi, Mas ya!

    Bagaimana pun pendidikan kita tetap akan terpengaruh dengan selera msyarakat.Persoalan output-nya yang dianggap hanya menciptakan ‘tukang’, aku juga prihatin. Barangkali, jalan terbaik bagi kita, sesuai dengan tugas kaita masing-masing adalah membenahi. Pemerintah, dalam hal ini Diknas dan BNSP sudah semaksimal mungkin membuat kurikulum. Tinggal bagaimana kita di tataran operasional melaksanakan.

    Aku yakin, masih ada jalan keluar yang bagus bagi dunia pendidikan kita!

    (Kira-kira, komentar yang kedua ini nyambung, ga?)

    Tabik!

    Zulfaisal Putera’s last blog post..SMS dan Kearifan Hati

    ooo
    mangga pak zul. yup, saya sepakat dengan pendapat pak zul. terima kasih dah ikutan nimbrung,

  30. Wuih komentnya mantap mantap ya Mas…sampai bingung aku
    Namun yang pasti Orang tua saya dulu di kampung bilang.
    “le kowe sekolah sing pinter ben oleh kerjo sing apik,oleh pangkat dhuwur,oleh rejeki okeh …”
    Nah ini gimana Mas…

    simbahe sales’s last blog post..Meningkatkan Kinerja Team Yang Turun

    ooo
    Iya, mas, hehehehe 😆 banyak pendapat dan beragam. tapi, saya malah senang, bisa memperluas wacama ttg masalah pendidikan dan dunia kerja. sya kira pendapat orang tua kita itu benar kok mas.

  31. setuju banget sama pendidikan karakter
    manusia adalah entitas yang terlempar dalam dunia, tak tahu dari mana berasal pun akan kemana setelah hidup ini
    ia akan terus mencari dan memaknai hidunya
    dalam proses itu ia akan bertemu dengan label2 seperti tuhan, agama, guru, kekayaan, kemuliaan. yang sejatinya bukan dirinya
    dalam pencarian & pemaknaan hidup itu kuncinya adalah KEPUTUSAN.
    keputusan akan bagaimana ia memaknai hidupnya. otentisitas & kualitas manusia terletak pada ‘mengambil’ & ‘membuat’ keputusan.
    dan pendidikan sejatinya membebaskan & memerdekakan manusia dalam pemaknaan hidupnya, bertanggung jawab akan hidupnya, & mampu membuat & mengambil keputusan akan hidupnya
    mungkin gitu Pak Guru, mohon bimbingan lebih lanjut

    tomy’s last blog post..Orang Muda, siapkan dirimu..!!

    ooo
    sepakazt banget dengan pendapat pak tomy. pendidikan karakter harus benar2 diaplikasikan dalam dunia pendidikan kita agar hakikat pendidikan utk membebaskan manusia dari keterbelakangan benar2 dapat terwujud.

  32. Hmmmm… saya juga sedikit tidak sependapat. Iklan tersebut, seperti kata mas steelheart sebenarnya untuk memperkenalkan SMK. Karena SMK itu lebih dikenal sebagai “sarang preman yang ndak diterima di SMA”. Jadi mungkin pidak Depdiknas ingin membangun citra SMK sebagai alternatif baru selain SMA.

    Tapi sebaiknya iklan tersebut juga dibarengi dengan iklan lain yang juga memberi tahu tentang keunggulan SMA, sehingga masyarakat bisa mengerti dan bisa menimbang dengan baik jalur mana yang harus diambil.

    Saya sendiri bingung dengan kurikulum-kurikulum yang berganti-ganti itu. Sudah sekolahnya mahal, ternyata setelah sekolah juga ndak ada perubahan, gara-gara bingung dengan kurikulum.

    ooo
    saya kira depdikas memang ada benarnya, mas nazieb, tapi iklan layanan itu oleh sebagian kalangan dinilai akan menciptakan imaji bahwa pendidikan mlulu berorientasi pada pasar sehingga pendidikan karakter dikhawatirkan kurang intensif disjikan kepada siswa didik. tapi sekarag iklan itu sudah ndak ditayangkan lagi kok. yup, saya kira kualitas sekolah nanti akan mendapatkan penilaian langsung dari masyarakat sebagai “pelanggan”. kalau memang dinilai bermutu ya diserbu, kalau tidak ya akan ditinggalkan. tak peduli jenis pendidikannya. SMA atau SMK. perubahan kurikulum memang sering berdampak kurang bagus, terutama berkaitan dengan kebutuhan siswa. tapi pemerintah agaknya punya kebijakan tersendiri berkaitan dg pergantian kurikulum itu.

  33. Saya koq merasa bahwa bangsa ini sengaja di buat bodoh ya?

    BlogDokter’s last blog post..Backup Data? Mengapa Tidak?

    000
    pak dokter punya kesan seperti itu, yak. mudah2an saja para elite pendidikan kita mulai menyadari hal itu, pak.

  34. saya setuju, kalau seandainya pendidikan itu tidak terlalu memberhalakan pasar, sebab dengan dijadikannya “pasar” sebagai tujuan penyelenggaraan pendidikan, maka peran pengabdian dari pendidikan lama kelamaan akan terkikis, sehingga nuansa bisnis lebih dominan. Bila bisnis lebih dominan, maka hanya anak yang mampu saja yang bisa sekolah

    suheng’s last blog post..Budaya Indonesia template (Blooger)

    ooo
    yup, sepakat banget mas iwan. kasihan juga anak2 yang mengalami hambatan ekonomi terpaksa harus berhenti sekolah mesti berotak cemerlang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *