“Langit Makin Mendung”: Cerpen Multiwajah yang Kontroversial

Pernah membaca cerpen “Langit Makin Mendung” (LMM) karya Kipandjikusmin? Bagaimana kesan Sampeyan? Benci, geram, atau justru diam-diam mengaguminya? Ya, cerpen itulah yang pernah membikin “heboh” jagad sastra Indonesia karena dinilai telah melanggar batas kepantasan sebagai sebuah teks cerpen yang ingin mengungkap persoalan-persoalan religi. Cerpen yang pernah dimuat di majalah Sastra No. 8 (edisi Agustus) tahun 1968 itu telah mengundang reaksi umat Islam. Ratusan eksemplar majalah Sastra di berbagai toko, agen dan pengecer di kota Medan disita oleh Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Kantor majalah Sastra diberangus dan dicoreti dindingnya dengan berbagai hujatan dan hinaan. Redaktur majalah Sastra, H.B. Jassin harus berurusan dengan pihak yang berwajib, bahkan divonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun karena dianggap melakukan penodaan agama (pasal 156a KUHP).

39 tahun sudah “heboh sastra” itu berlangsung. Namun, LMM dan Kipandjikusmin tetap saja menjadi sebuah fenomena dalam dinamika sejarah sastra Indonesia.

Menyikapi Angka Keramat 4,26

Usai sudah hajat nasional berlabel Ujian Nasional (UN) yang paling menyita perhatian publik pendidikan itu digelar. Hasilnya pun sudah sama-sama kita lihat. Baik, di tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA, terjadi kenaikan…

Mengebiri Karya Guru

Dengan nada malu-malu, puluhan guru dari kelompok TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA “bersaing” untuk meraih predikat guru berprestasi. Dalam ajang Pemilihan Guru Berprestasi (PGB) yang digelar di aula Dinas P…

Inovasi Pembelajaran

METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN Secara jujur harus diakui, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum…

Penerbitan Mandiri dan “Kopdar Mini”

Atas jasa baik seorang teman blogger, akhirnya saya bisa “terdampar” di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, 9 November 2007 yang lalu. Ada acara workshop menarik di sana; “Cara Gampang Menerbitkan Buku Sendiri“. Narasumbernya adalah para “pendekar” dunia perbukuan yang punya gagasan kreatif untuk bisa terlepas dari jeratan penerbit komersial yang –maaf– seringkali tidak jujur kepada para penulis. Siapa yang tidak kenal Edy Zaqeus? Yak, anak muda kelahiran Madiun, 24 Maret 1971 dengan nama Sutopo Sasmito Edy ini telah menghasilkan beberapa buku “heboh” yang diterbitkan sendiri. Beberapa di antaranya bisa dibilang best-seller. (Selengkapnya baca di sini.) Siapa pula yang tak kenal Her Suharyanto? Beliau lebih senior ketimbang Edy Zaqeus. Bahkan, diakui sebagai gurunya Edy Zaqeus. Siapa pula yang tak kenal Andreas Harefa? Ya, Bung Harefa dikenal sebagai sosok muda yang gigih mewujudkan lahirnya pembelajar-pembelajar sejati untuk tidak terbelenggu dalam formalisme dunia persekolahan sebagaimana tercermin dalam buku best-seller-nya Menjadi Manusia Pembelajar. Mereka bertiga juga gencar memublikasikan gagasan-gagasan kreatif tentang dunia menulis lewat situs www.pembelajar.com.

Membudayakan Aktivitas Ngeblog di Kalangan Guru

Selama dua hari (Sabtu dan Minggu, 10-11 November 2007), saya didaulat untuk mendampingi rekan-rekan sejawat guru dalam pelatihan KKG (Kelompok Kerja Guru SD) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran SMP/SMA) berbasis ICT yang digelar oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah di Semarang. Dalam pelatihan itu, saya ketiban sampur untuk menyampaikan materi “Pengenalan dan Pembuatan Blog”. Jelas, ini merupakan tugas yang berat bagi saya yang masih miskin pengalaman dalam dunia blog. Apalagi, basis akademik saya sebenarnya tidak terlalu akrab dengan dunia TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Saya sempat membayangkan betapa sulitnya ketika saya harus mendampingi rekan-rekan sejawat dalam membuat sebuah blog. (Mengurus blog sendiri saja masih kacau :mrgreen: Apalagi, saat itu kondisi saya masih capek sepulang dari Jakarta. Belum sempat ketemu anak-anak, langsung cabut ke Semarang.) Namun, apa pun yang terjadi, the show must go on. Dengan modal seadanya, akhirnya saya “nekad” juga. Alhasil, saya pun terpaksa harus “cuap-cuap” di depan rekan-rekan sejawat itu dengan didampingi tayangan power-point sederhana.