Inovasi Pembelajaran dan Penyemaian Nilai Luhur Hakiki

Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru tidak perlu lagi menjadi “pengkhutbah” yang terus berceramah dan menjejalkan bejibun teori kepada siswa didik. Sudah bukan zamannya lagi anak diperlakukan bagai “keranjang sampah” yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu. Peserta didik perlu diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia-manusia pembelajar yang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu, kelas perlu didesain sebagai “masyarakat mini” yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang murid berinteraksi dengan sesamanya. Dengan kata lain, kelas harus mampu menjadi “magnet” yang mampu menyedot minat dan perhatian siswa didik untuk terus belajar, bukan seperti penjara yang mengkrangkeng kebebasan mereka untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif, atau berinteraksi.

Saya kira tak ada seorang pun yang bisa membantah bahwa guru memiliki peran yang amat vital dalam proses pembelajaran di kelas. Gurulah yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak lanjut. Dalam konteks demikian, gurulah yang akan menjadi “aktor” penentu keberhasilan siswa didik dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan nilai-nilai kehidupan hakiki.

Download Inovasi pembelajaran

Dipersilakan rekan-rekan sejawat, khususnya guru SMP, yang ingin men-download naskah inovasi pembelajaran. File-file diformat dalam ekstensi .zip agar lebih ringkas. File-file tersebut merupakan kompilasi naskah lomba inovasi pembelajaran yang masuk…

Membudayakan Cinta Lingkungan Hidup melalui Dunia Pendidikan

Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.

Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.

Membudayakan Cinta Lingkungan Hidup

Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai,…

Usai Shalat Ied, Lantai Masjid Jebol!

Ini sebuah peristiwa yang sungguh-sungguh menyentuh naluri religiusitas saya. Usai shalat ied, lantai masjid jebol. Untung tak ada korban. Mungkin masjid berbentuk panggung itu sudah terlalu tua sehingga tak kuat lagi menyangga beban. Maklum, masjid tua itu sudah berdiri sejak saya berusia 1 tahun, tepatnya tahun 1965. Kini, sudah berusia 42 tahun.

Peristiwa mengharukan itu terjadi ketika saya mudik lebaran, 13 Oktober yang lalu, di kampung kelahiran saya. Sebuah dusun sunyi yang (nyaris) tak tersentuh ingar-bingar modernisasi yang bising dan dinamis. Sebuah dusun yang dalam versi pemerintah Orde Baru bisa masuk kategori IDT (Inpres Desa Tertinggal). Dusun terpencil itu seperti tersekap dalam belenggu dimensi waktu. Dari tahun ke tahun hampir tak ada perubahan. Sikap hidup masyarakatnya lugu dan ramah, komunitas masyarakatnya begitu guyup dan rukun, serta masih sangat percaya pada tanda-tanda alam dalam menjalankan aktivitas agrarisnya yang mayoritas penduduknya hidup sebagai petani.

Kembali Ke Fitrah

Tanpa terasa sebulan sudah kita berada di dalam kawah candradimuka. Berlatih dan menempa diri, merontokkan segala macam penyakit hati, meluluhlantakkan noda dan kotoran yang bersarang di rongga hati. Jika berhasil…

Kembali Ke Fitrah

Tanpa terasa sebulan sudah kita berada di dalam kawah candradimuka. Berlatih dan menempa diri, merontokkan segala macam penyakit hati, meluluhlantakkan noda dan kotoran yang bersarang di rongga hati. Jika berhasil…

Catatan dari Balik Kabut

Dari balik kabut
Kurentangkan tangan dhaifku menggapai mega-mega
Kutuliskan namaku di setiap labirin kesunyian
Memberikan tanda-tanda

Aku berdiri di sini
Di balik kabut mega-mega
Kusaksikan para malaikat mengadili para pendosa

Pilu tangis mengiris kolong langit
Menggetarkan semesta
Kabut berwarna merah darah
Mengurung semesta
Namaku tak lagi punya tanda
***

Ya, negeri ini memang tengah diselimuti kabut. Tak hanya tsunami, bencana alam, atau kebakaran hutan. Tapi ada yang jauh lebih parah yang telah membikin negeri terpuruk dalam lumpur kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Ya, korupsi! Maksiat korupsi telah membikin bangsa ini jatuh dalam kebangkrutan. Marwah dan martabat bangsa tergadaikan oleh keserakahan sekelompok elite yang telah melupakan sumpah dan ikrarnya. Demikian parahnya “efek domino” yang ditimpakan oleh para koruptor sampai-sampai bangsa dan negeri ini tak berdaya ketika bangsa lain melempari wajah bangsa kita dengan telor busuk. Bangsa kita yang miskin, terbelakang, dan bodoh seakan-akan sudah tak punya kekuatan untuk sekadar mengingatkan, apalagi berteriak. Sipadan dan Lipadan sudah diembat, batik sudah diklaim sebagai karyanya, lagu-lagu sudah disikat habis dan dipatenkan. Belum lagi terhitung saudara-saudara kita yang menjadi korban arogansi bangsa yang mengaku dirinya sebagai bangsa serumpun itu. Namun, apa yang bisa kita lakukan? Kita hanya bisa mengerutkan jidat dan menunggu-nunggu, ulah apalagi yang akan dipertontonkan oleh negeri jiran itu di depan mata kita.

Catatan dari Balik Kabut

Dari balik kabut Kurentangkan tangan dhaifku menggapai mega-mega Kutuliskan namaku di setiap labirin kesunyian Memberikan tanda-tanda Aku berdiri di sini Di balik kabut mega-mega Kusaksikan para malaikat mengadili para pendosa…