Mengapa Saya Ngeblog di WordPress?

Entah, tiba-tiba saja saya tergelitik untuk merespon komentar seorang pengunjung berikut ini menjadi sebuah postingan.

graphic11.jpg

Mengapa saya tergelitik untuk merespon komentar Bung Abi –kalau boleh memanggilnya demikian– ke dalam sebuah postingan? Pertimbangan saya sederhana saja. Pertama, respon terhadap komentar Bung Abi cukup panjang sehingga lebih tepat dan relevan jika saya sajikan ke dalam sebuah postingan. Kedua, respon terhadap komentar tersebut tidak cukup hanya diketahui oleh Bung Abi, tetapi juga bagi komunitas pendidikan atau pengunjung yang lain.

Baik, terpaksa saya harus buka kartu untuk menjawab judul postingan ini. *Mohon maaf kalau ada ungkapan atau pernyataan yang agak narcis, hehehehe 😀 *

Sebelum ngeblog, saya memang sudah sering menulis di media cetak, seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Wawasan, Solopos, dan sebagainya, baik berupa artikel opini, esai, maupun cerpen –untuk Kompas dan Republika cerpen saya belum pernah dimuat. :mrgreen: Untuk mendapatkan bahan tulisan, saya seringkali harus berselancar ke dunia maya lewat warnet terdekat tempat saya tinggal (1 jam saya harus bayar 5 ribu). Kalau ke warnet saya betah berjam-jam, minimal 4 jam-lah. Dan tentu saja itu saya lakukan setelah mengajar. Rata-rata setiap minggu saya berkunjung ke warnet antara 3-4 kali. Materi downloadan itulah yang sebagian besar menjadi sumber inspirasi saya untuk menulis artikel, esai, atau cerpen ke koran, untuk selanjutnya saya kirim via email.

Makin lama berselancar, ternyata semakin mengasyikkan. Saya menemukan banyak blog gratisan lewat Paman Google yang cukup menarik. Saya baca tulisan-tulisannya cukup bagus. Lewat blog-blog yang ditunjukkan Paman Google itulah saya tersugesti ikut mencoba membuat sebuah blog sendiri. Saya pun terpaksa meluangkan waktu ke toko buku untuk membeli buku panduan ngeblog. Semua buku yang berbau blog pokoknya saya beli. *Maklum saat itu saya belum tahu kalau di internet banyak sekali tutorial ngeblog yang praktis*

Ketika pertama kali membuat blog, saya pilih blogspot. Dari buku panduan yang saya baca, konon blogspotlah yang paling gampang dikelola. Saya pun makin bersemangat untuk membuat postingan. Blog di blogspot bisa dilihat di sini. Namun, setelah punya blog, saya pikir kurang efektif jika harus pergi ke warnet setiap hari. Saya mulai berpikir untuk pasang sendiri di rumah. Karena kesulitan pasang telepon kabel, saya memutuskan untuk beli HP CDMA yang bisa disambung ke PC saya di rumah. Akhirnya, saya pun bisa ngeblog tanpa harus pergi lagi ke warnet hanya dengan fren atau flexi. Namun, ternyata borosnya nggak ketulungan :mrgreen: Dalam seminggu, saya bisa menghabiskan 700 ribu untuk beli pulsa. Uang yang cukup berharga bagi seorang guru seperti saya hanya sekadar untuk bisa ngeblog, hehehehe. 😀

Lantaran terlalu boros, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti ngeblog. Hampir sebulan, blog Jalan-Mendaki tidak saya urus. Lagian, setiap kali usai memosting tulisan, saya agak kecewa, karena hampir tak ada pengunjung yang meresponnya sehingga keinginan saya untuk bisa bersilaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming lewat blog gagal terwujud. Buat apa saya ngeblog kalau saya gagal menjalin silaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming, pikir saya waktu itu. Ini juga pernah saya posting di sini.

Beruntunglah seorang sahabat di daerah saya menawarkan fasilitas untuk berlangganan internet dengan membeli bandwith hanya dengan biaya 175 ribu per bulan yang fulltime alias non-stop 24 jam per harinya. Saya pun tertarik. Memang resikonya saya harus membayar Rp2.125.000 pada bulan pertama untuk keperluan registrasi, pemasangan antena, dan thethek-mbengek yang lain yang saya sendiri tidak mudheng. Namun, saya pikir ini lebih murah ketimbang pakai HP CDMA. hehehe 😀

Semangat saya untuk ngeblog kembali muncul. Buku panduan ngeblog yang pernah saya beli saya lahap habis, lalu cari-cari produk blog yang paling gampang dan praktis untuk bersilaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming. Ada macam-macamlah. Nah, saya pun tanya-tanya paman Google untuk menampilkan khusus blog wordpress. Seperti biasa yang tampil paling atas langsung saya klik. Ketika saya melihat beberapa postingan, ternyata banyak sekali pengunjung yang meninggalkan komentar. Bisa jadi, produk blog inilah yang saya cari.

Syahdan, saya pun memutuskan untuk membuat blog di wordpress setelah baca tutorialnya. 11 Juli 2007 saya posting tulisan pertama kali. Apa yang saya lakukan? Saya memperkenalkan diri sebagai blogger baru dengan cara blogwalking sambil memberikan komentar sebisanya, kemudian minta izin ngelink blognya. (Mohon maaf kepada sahabat-sahabat blogger yang saya link blognya di sidebar tanpa seizin dulu. Itu saya lakukan karena saya merasa perlu untuk menambah silaturahmi dan memang sangat saya perlukan sebagai media untuk berdiskusi dan brainstorming).

Ternyata teman-teman blogger WP memberikan respon yang bagus –bahkan luar biasa yang belum pernah saya dapatkan ketika membuat blog di tempat lain– dan meninggalkan beberapa komentar. Itulah kelebihan blogger-blogger WP. Meski rata-rata mereka sudah memiliki jam terbang tinggi di arena blogosphere, mereka tidak merasa berkurang keseniorannya dengan memberikan komentar dan apresiasi bagi blogger baru. Sebuah pengalaman batin yang cukup mengharukan. Saya merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas blogosphere WP, meski hanya secara online. Semangat kekeluargaan dan persaudaraan itulah yang membuat saya merasa nyaman di WP. Meski demikian, jangan coba-coba membuat postingan yang nyrempet-nyrempet unsur SARA, sarat intimidasi, dan arogan jika masih ingin bertahan dengan nyaman di WP. “Jangan membangkitkan harimau yang sedang tidur”, kata orang tua kita. Mereka dikenal cerdas dan kritis. “Kegarangan” mereka seringkali melebihi — pinjam istilahnya Bangaip— “kekejaman” redaktur koran atau majalah yang langsung memasukkan naskah ke tong sampah ketika membaca naskah pengirim yang dianggap hanya “sampah”. Para blogger WP seperti memiliki aliran “darah” yang sama untuk menjadikan WP sebagai arena ngeblog yang cerdas, mencerahkan, memberikan “katharsis” bagi pengunjung.

Mengingat ikatan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu bagus dari teman-teman blogger dan pengunjung, saya mulai suka itu. Keinginan saya untuk menjalin silaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming dengan pengunjung akhirnya kesampaian. Hingga postingan ini saya buat, statistik blog saya pun belum stabil, naik-turun. Namun, itu bukan hal yang terlalu penting bagi saya. Kehadiran saya bisa diterima oleh teman-teman blogger dan pengunjung itu sudah merupakan penghargaan yang tak ternilai buat saya.

Berikut saya sajikan statistik blog saya pada 4 September Oktober 2007 pukul 19.38 WIB yang saya comot dari sini.

stas-blog1.jpg

Jumlah kunjungan terstatistik seperti berikut ini.

stas-blog212.jpg

Berdasarkan statistik tersebut terlihat bahwa sejak 11 Juli 2007 saya telah menghasilkan tulisan sebanyak 111 judul –apa pun yang saya tulis, entah serius atau sekadar sampah, dengan 537 komentar, jumlah tag 20, dan komentar yang berhasil ditangkap oleh akismet sebanyak 20 89 komentar SPAM. Sebuah gambaran blog yang masih jauh dari ideal dan bermutu, tapi saya menyukainya. Mudah-mudahan WP tidak salah mendatanya, hehehe 😀 dan saya mempercayainya. Terima kasih Mr. Matt.

Lalu, apa manfaatnya ngeblog buat saya? Saya pikir banyak, kecuali dua hal, yakni ketenaran dan sensasi. Dua hal ini memang tidak masuk dalam kamus ngeblog saya. Hehehehe 😀 Yang jelas, saya bisa bersilaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming dengan sesama blogger dan para pengunjung. Kepada merekalah saya berguru dan belajar. Ucapan terima kasih tak luput saya sampaikan kepada rekan-rekan sejawat blogger dan para pengunjung yang telah berkenan untuk menjadikan blog Jalur Lurus sebagai ajang untuk bersilaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming dengan nyaman, akrab, penuh canda, sarat persaudaraan dan kekeluargaan. Satu hal yang saya harapkan, –ini harapan saya sebagai guru– mudah-mudahan blog dilirik oleh pemerintah yang notabene berwenang untuk mengambil kebijakan berkenan menjadikan blog sebagai nilai tambah bagi guru dalam meningkatkan profesionalismenya. Lihat juga postingan ini. Mungkin lantaran ngeblog sudah menjadi bagian dari keseharian saya, saya pun sudah mencoba untuk membuat blog yang memiliki domain sendiri yang bisa ditengok di sini.

Rekomendasi bagi Rekan Sejawat Guru

  • Sudah saatnya rekan-rekan sejawat memiliki blog sebagai media untuk menjalin silaturahmi, berdiskusi, dan brainstorming untuk menunjang profesionalisme kita dalam upaya membangun dan meningkatkan mutu pendidikan.

  • Pilihlah blog yang gampang dikelola, cepat loading-nya, dan tidak merepotkan pengunjung dalam memberikan komentar terhadap postingan kita. Kalau saya menyarankan untuk menggunakan WP. Tutorialnya sudah saya pasang di sidebar. Hanya tinggal klik dan ikuti langkah-langkah selanjutnya.

  • Jangan jadikan blog sebagai media untuk mencari ketenaran atau sensasi. Fakta sudah banyak membuktikan hal itu. Seleksi alam yang akan membuktikan bahwa blog semacam itu tak akan berumur panjang.

  • Tetapkan pola dan desain isi blog yang akan dibuat sesuai dengan bisikan hati dan nurani kita. Usahakan tidak memosting tulisan yang kita sendiri tidak tahu maksudnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi dalam mengelola blog.

  • Untuk fasilitas internet yang dinilai masih tergolong mahal, pada era sekarang ini saya pikir kok masih terjangkau oleh kantong guru. Kalau masih terlalu berat bisa memanfaatkan fasilitas internet di sekolah atau di warnet.

  • Budayakan ngeblog di luar jam-jam mengajar di sekolah. Jam kerja guru saya kira masih terlalu pendek jika dibandingkan dengan waktu luangnya. Nah, akan lebih bagus jika waktu luang tersebut kita manfaatkan untuk melakukan aktivitas ngeblog yang sangat bermanfaat untuk membangun tradisi keilmuan.

Nah, mudah-mudahan postingan ini bisa menjawab komentar dan rasa penasaran dari Bung Abi sekaligus mungkin bisa memberikan inspirasi bagi rekan-rekan sejawat yang kebetulan belum memiliki blog. Terima kasih untuk semuanya. “Mari kita budayakan ngeblog di kalangan guru.” Saat ini juga! Nah, salam hangat. ***