Diskusi Kelompok Terbimbing Model Tutor Sebaya

Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh para pemerhati pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat, antara lain, dari rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) untuk semua bidang studi yang di-UN-kan, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Berdasarkan kenyataan tersebut perlu ada upaya serius untuk meningkatkan nilai UN agar anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menimba ilmu di bangku pendidikan benar-benar dalam kondisi siap untuk menghadapi UN. Para siswa didik, khususnya kelas IX, harus diberikan bekal yang cukup memadai sehingga mampu mengerjakan soal-soal UN dengan baik.

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh SMP. Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.

Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.

Ketiga, guru dinilai kurang kreatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar, metode pembelajaran, maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas. Suasana kelas bagaikan “kerangkeng penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada celah “kebebasan” bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Yang lebih mencemaskan, siswa didik diperlakukan bagaikan “tong sampah” ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi, dan dialog.

Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan siswa dalam dalam menguasai kompetensi yang seharusnya dicapai. Metode drill yang dilakukan menjelang pelaksanaan UN, dinilai terlalu banyak memberikan intervensi dan tekanan psikologis kepada siswa. Akibatnya, siswa cenderung hanya mampu menjadi penghafal kelas wahid daripada menjadi seorang pembelajar yang haus ilmu pengetahuan. Mereka diperlakukan secara mekanis bagaikan robot sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi dan pendalaman materi ajar.

Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius dari para guru pengampu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, dan IPA untuk melakukan perubahan penggunaan metode drill. Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi UN adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.

Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik.

tutot-sebaya.jpg

Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Misalnya, jika di suatu kelas terdapat 46 siswa, berarti ada 9 kelompok dengan catatan ada satu kelompok yang terdiri atas 6 siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor. Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria: (1) memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas; (2) mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa; (3) memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik; (4) memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama; (5) memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik; (6) bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan (7) suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.

Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: (1) memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari; (2) mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis; (3) menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai; (4) menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi; (4) melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari.

Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.

SKL dan ruang lingkup materi yang didiskusikan:

Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Ruang Lingkup Materi

Siswa mampu membaca dan memahami berbagai jenis wacana, baik secara tersurat maupun tersirat, menganalisis informasi dan gagasan; memberikan komentar, menyeleksi dan mensintesiskan informasi dari berbagai sumber (tabel, diagram, tajuk, berita).

1. Menjawab pertanyaan isi tersurat wacana yang berupa tabel, diagram, tajuk, berita paragraf, ensiklopedi, buku ilmiah populer.

2. Menyimpulkan isi tersirat teks berupa tabel, diagram, tajuk, berita.

3. Menanggapi isi wacana yang dibaca.

4. Menentukan gagasan pokok dan gagasan penjelas dari teks yang berupa tabel, diagram, tajuk, berita.

Siswa mampu menulis karangan nonsastra dengan menggunakan kosakata yang bervariasi dan efektif dalam bentuk paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, surat resmi, kamus kecil, hasil wawancara, teks pidato, resensi, rangkuman, memo, laporan.

5. Menyusun kerangka isi dan mengurutkan paragraf bentuk paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, argumentasi, surat resmi, kamus kecil, hasil wawancara, teks pidato, resensi, rangkuman, memo, laporan, poster/imbauan.

6. Mengembangkan secara utuh paragraf bentuk paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, surat resmi, kamus kecil, hasil wawancara, teks pidato, resensi, rangkuman, memo, laporan, poster/imbauan.

Siswa mampu menyunting isi (ketepatan isi, urutan isi), menyunting bahasa dan mekanik (berbagai kata, istilah, gabungan kata, berbagai struktur kalimat, kepaduan/kelengkapan paragraf, serta penggunaan ejaan dan tanda baca) dalam berbagai jenis wacana (argumentasi, berbagai surat resmi, rancangan kerja, hasil wawancara, laporan pengamatan/ percobaan, resensi, rangkuman).

7. Mengidentifikasi kesalahan isi (ketepatan isi, urutan isi).

8. Mengidentifikasi kesalahan bahasa dan mekanik (penggunaan berbagai kata, istilah, gabungan kata, berbagai struktur kalimat, kepaduan/ kelengkapan paragraf, serta penggunaan ejaan dan tanda baca.

9. Memperbaiki kesalahan isi dan penggunaan bahasa dalam berbagai wacana.

10. Memperbaiki kesalahan berbagai kata, istilah, gabungan kata, struktur kalimat, ungkapan, peri bahasa, majas, serta penggunaan ejaan dan tanda baca.

Siswa mampu membaca nyaring, dan membaca sekilas untuk menemukan informasi dan memahami sekilas suatu wacana.

11. Menemukan informasi secara cepat.

12. Menemukan gagasan pokok secara cepat.

Siswa mampu mengapresiasi karya sastra yang berupa puisi, prosa fiksi, dan drama untuk memahami isi serta menemukan nilai-nilai di dalamnya (moral, sosial, budaya, dll).

13. Menemukan unsur intrinsik berbagai karya sastra berupa puisi, prosa fiksi, dan drama.

14. Menemukan nilai-nilai di dalam sastra (moral, sosial, budaya, dll)

Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan hasil ujian nasional selama tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007) di sekolah tempat saya bertugas, penggunaan metode diskusi model tutor sebaya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kegiatan les menjelang ujian nasional dapat meningkatkan rata-rata nilai ujian siswa. Hal ini bisa terjadi karena pada setiap kelompok diskusi terjadi suasana kompetitif untuk menjadi yang terbaik pada setiap kelas sehingga terpacu semangat setiap kelompok untuk memahami setiap materi ajar yang didiskusikan. Selain itu, tutor setiap kelompok dipilih secara demokratis oleh para siswa sehingga mampu mewujudkan suasana yang akrab dan harmonis di antara sesama anggota kelompok dan tutor. Kondisi semacam ini sangat diperlukan ketika para siswa harus mempelajari banyak materi ujian.

Mungkin ada rekan-rekan sejawat guru yang memiliki metode dan strategi lain dalam menyiapkan siswa didik menghadapi ujian nasional? ***

————–
Postingan ini sekaligus menjawab umpan PR yang dilemparkan oleh Pak Al-Jupri dan Mbak Fira. Mohon maaf, yak, apabila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, hehehehe 😆

No Comments

  1. Numpang tanya pak Sawali, apakah sekarang kelasnya dari I – XII? Koq saya baca di atas ada kelas IX? Kalau isinya, wah, angkat tangan deh pak. Sudah di luar jangkauan saya. Selamat bekerja!

  2. Postingan ini benar2 teknis guru banget.. hehehehe.. tapi saya belum mencobanya.. Terima kasih pak atas ilmunya.. kali ini saya tak menyesal meski tak dapat pertamax 😉

    Ini komentar saya yang agak panjang, silakan dilewati saja biar gak capek baca.. 😉

    merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.

    Maaf, pak sawali, sikap masyarakat yang cenderung permissif dan sikap masa bodoh sebenarnya bukan kehendak murni masyarakat saya kira. Tapi, benturan budaya lokal dengan budaya luar yang dibawa oleh utamanya media menjadikan masyarakat tak berkutik dan tak memiliki pilihan untuk sekedar melakukan resistensi. Masyarakat dipangkas dan dipaksa habis-habisan oleh media untuk mengikuti pola budaya yang diusung media.

    Sekedar contoh kecil mungkin bisa dianalogkan, beranikah masyarakat melarang anak SMP berpacaran bergandengan tangan di lapangan terbuka, tempat2 terbuka. Saya jamin, hanya mereka yang masih memiliki keberanian untuk melakukannya dan itu sifatnya personal tidak komunal. Dan, kalaupun sang personal ini sudah marah2, yang lain hanya melihat dan lebih suka ambil sikap abstain. Sementara, mungkin yang lain akan berpikiran, ‘ah, bapak itu kolot ketinggalan jaman, biarkan saja, di TV anak SMP pacaran sah2 saja’. saya berani jamin, lebih bayak yang bersikap abstain alias diam dari pada menanggung resiko dilawan anak SMP dn dicemooh masyarakat sekitar. Meskipun tak sedikit yang mendukungnya dan berkata dalam hati ke anak SMP tersebut, ‘ehm, kapokmu kapan, rasakno, ben ngerti kowe!’

    Sementara, bandingkan jaman pak sawali dulu, boro-boro pacaran SMP, bisa lirik2an mata pas SMA itu sudah anugerah, bukan?! hehehehehehehe.. seringnya malah dijodohin.. hahahahahaha… Bukannya saya ingin mengajak kembali semua orang ke masa lampau. Tapi, akankah nilai-nilai luhur tradisi dan budaya lokal akan luntur dan tergantikan? Maaf, kepada pak sawali, bahwa ini bukan KELUHAN dari saya. Saya hanya ingin melihat tawar-menawar yang seimbang, kontrak sosial yang diperbarui dengan cara-cara yang lebih adil dan elegan agar menghasilkan tradisi baru tanpa mencerabut manusia dari akar kulturnya. Kecuali kalo memang kita menginginkan revolusi budaya.

    Kesenjangan nilai dan budaya seringkali tak akan terselesaikan di dalam ‘penjara’ yang bernama sekolah. Suasana belajar yang nyaman buat siswa adalah ketika saya dan murid saya saling memahami apa yng sedang kami alami dan rasakan pada waktu dan tempat yang sama.

    Saya memiliki pemecahan masalah tersndiri ketika menghadapi anak SMA yang bengalnya naudzubillah. Biasanya saya selesaikan secara informal di luar sekolah dengan membangun komunikasi yang lebih baik dari sudut pandang berbeda, terlepas antara guru dan murid, meski tidak sepenuhnya. saya melihat, kebuntuan masalah guru dan murid terjadi lebih sering karena kurang komunikasi dan pendekatan yang salah. Saya lebih senang mengajak atau diajak nongkrong ngopi dan nangkring bareng di terminal atau di warung sambil mengahbiskan malam minggu bersama murid2 bengal saya. yang ternyata sebenarnya sangat enak diajak bicara ketika di luar sekolah. Bagi saya, penyelesaian ini sangat ampuh dan efektif mengurangi kenakalan siswa di sekolah. Sekembalinya dari nangkring dan nongkrong, jalinan emosional tersebut terbawa ke sekolah, dan masing2 ‘di luar kesadaran’ bisa menjaga diri dan tau posisi sehingga tak sampai menimbulkan friksi. Pembelajran berjalan enak dan santai dengan metode apa pun. Karena satu hal yang pasti, kita sudah mendapatkan kepercayaan dari mereka untuk mengajar mereka.

    Bagi sebagian guru, terutama yang senior, langkah saya dianggap gila dan cenderung menjatuhkan citra dan martabat guru. Mosok ‘Guru’ Cangkruk’an (baca: nongkrong) di terminal bersama murid2nya. Tapi, sejujurnya, komunikasi bersifat personal dan melibatkan emosional tenyata efektif mengurangi kenakalan dan kemalasan, sebaliknya meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa saya yang dianggap paling bengal dan pemalas oleh sekolah.

    Akhirul kalam, mohon maaf kalo saya ‘nyampah’ di sini, bahkan bikin posting tandingan kali yak?!! hehehehe.. salam hormat saya pak Sawali, mohon koreksi jika saya memang salah, sebagai yang lebih muda harus ‘ngangsuh kawruh’ kepada yang lebih tua..

    Wassalam
    😉

  3. # Pak Sawali
    Saya sudah mencoba menerapkan hal seperti itu (bukan dalam matpel yang di-UAN-kan sih…), namun karena harus berangkat ke Bandung jadi tidak dapat diteruskan karena tidak ada rekan yang ‘sempat’ untuk membimbing. Akibatnya anak-anak jadi sedikit ‘error’ dalam prosesnya… *maaf, malah curhat*

    Jadi, kalau menurut saya, sepertinya diperlukan kerjasama dan pemahaman yang sama dengan seluruh rekan yang ada di sekolah…

    # Pak Gempur
    Wah, ternyata kita sering melakukan hal yang sama, Pak… Dan mendapat ‘tuduhan’ yang sama… 😕

  4. Hmmm, seperti-nya ini juga salah satu cara yang sangat bagus. Dengan begitu, akan mem-buat siswa semakin ter-tantang dalam iklim per-saingan sehat dengan teman-teman lain-nya.

    Tapi seperti-nya konsep ini sudah lama sekali ber-jalan lho Pak Guru. Bahkan kami di-daerah kami di-suatu tempat yang jauh pun sudah menerap-kan ini sejak kami masih SMP 🙂

  5. @ drt:
    bener sekali, pak aris. sejak kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diberlakukan, sd-sma menjadi kelas 1-12. ok, makasih infonya, pak.

    @ gempur:
    terima kasih banget pak gempur sudah banyak memberikan info penting dan berharga bagaimana cara menangani masalah siswa. mudah2an saya bisa meniru langkah pak gempur secara informal seperti itu dalam menangani masalah anak. saya kira bener pak gempur. perlu ada pendekatan khusus kepada anak2 bermasalah.
    *walah, saya kira bukan artikel tandingan, pak, hehehe 😆 malah makin menambah wawasan saya. *

    @ suandana:
    model diskusi tutor sebaya memang sudah lama sekali, pak dipakai oleh temen2 guru. yang berbeda mungkin teknisnya. saya kira itu diserahkan kepada guru masaing2. meski sudah lama dipakai masih relevan juga pak utk kepentingan pembelajaran siswa.

    @ extremusmilitis:
    bener sekali bung militis. tuh lihat jawabannya di @ suandana, hehehehe 😆

  6. Pak Sawali, saya sudah lupa tentang strategi tapi membaca konsep dan terapan dalam media diskusi sebaya seperti itu saya percaya itu akan menarik siswa kreatif.

    Pak Sawali sudah membuktikan kalau sistem ini meningkatkan nilai ujian siswa.

    Sepertinya belajar itu yang menarik adalah interaktif ya pak. Dengan diskusi seperti itu bisa merangsang sikap kreatif memacu pikir. Memang ilmu guru itu ditulari oleh siswa. Dengan salah satu maju maka persiapan si anak akan lebih intensip begitu juga bagi siswa lain nya.

    *halah aku sok ngomentarin ahli pendidikan *
    maklumin aja pak namanya juga belajar mengomentarin..

  7. Salutt!!!! Pak guru mang rajin. Orang-orang sibuk menyiapkan acara Tahun Baru, eh, pak guru malah sibuk mengerjakan PR, he he he he he.

    Pak, satu kelas 49 orang siswa, menurut saya yang buta tentang pendidikan itu juga masalah, lho. &*sok tahu* he he.
    Materi yang disampaikan tidak akan maksimal ke semua siswa.

    Okey deng.

    Met Tahun Baru 2008
    Sukses selalu untuk para guru.

  8. Yaaaaaaaaaaaaaaa saya telat terus nih ke berbagai blog, termasuk ke blog ini. 😀

    *Terimakasih nih Pak, sudah mau menjawab PR… 😀 *

    Memang pendekatan tutor sebaya dalam proses pembelajaran ini banyak manfaatnya bagi siswa. Siswa-siswa yang biasanya segan dan enggan bertanya ke guru, bisa lebih leluasa mengutarakannya pada teman tutornya.

    Dulu sewaktu saya SMA, guru saya juga mencobakannya. Dan dapat dikatakan, pengalaman sendiri , pendekatan seperti ini makin membuat siswa tertantang untuk belajar. Apalagi yang jadi tutor, selalu belajar duluan, biar bisa ngejawab pertanyaan teman-teman. 😀

    Tapi sebetulnya, sebelum guru mencobakan pendekatan tutor sebaya ini, saya sudah punya kelompok belajar sendiri dengan teman-teman…:D Jadi pas dicobakan seperti ini, saya sudah terbiasa. 😀
    _______________________________

    Oh, iya. Beberapa contoh suasana proses belajar dengan pendekatan tutor sebaya ini, sering saya ceritakan dalam bentuk cerita fiktif si Tom dan kawan-kawannya… 😀 (*Ya, jadi cerita-cerita saya sebetulnya, kebanyakan berdasar teori ini ya Pak? 😀 * )
    ____________

    Sekali lagi terimakasih banyak Pak, sudah repot-repot menjawab PR walaupun bukan cerita fiktif seperti yang saya minta Hehehe…. becanda Pak, lagian PR-nya juga cuma iseng, ga wajib kok… 😀

  9. Kalo perlu semua metode kalo perlu diberlakukan, selain tutor sebaya. karena pasti beberapa siswa punya cara tersendiri untuk memahami, apakah langsung dijelaskan guru di kelas, atau metode diskusi.

  10. Kalau menurut saya, yang paling penting memang bagaimana memotivasi siswa untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Siswa memang tidak termotivasi karena mungkin tidak ada faktor eksternal yang memicu motivasi mereka. Jikalau faktor internal siswa memang sudah tidak bisa membantu meningkatkan motivasi siswa maka faktor eksternalah yang mau tak mau harus digalakkan. Kalau bisa rangsangan eksternal bukan terpusat pada proses tetapi pada tujuan atau ‘akibat dari gagal dalam pencapaian tujuan’, walau tentu rangsangan eksternal pada fase ‘proses’ juga diperlukan.

    Namun menurut pengalaman saya sebagai mantan seorang murid yang pernah mengalami dua fase yaitu sebagai murid yang ‘bodoh’ hingga menjadi murid yang berprestasi, jikalau rangsangan telah memotivasi murid, maka proses belajar bagaimanapun akan menghasilkan hasil yang lebih baik. Huehehehe… :mrgreen:

  11. @ kurtubi:
    kayaknya begitu, Mas Kurt. melalui model diskusi semacam itu siswa akan termotivasi untuk mencari jawaban secara mandiri.

    @ hanna:
    halah, biasa saja kok mbak, hehehehe 😆 emang bener, mbak, terlalu banyak. idealnya sekitar 30 siswa biar lebih gampang menanganinya. menurut ktsp sih sekitar 40 siswa.

    @ extremusmilitis:
    makasih bung militis. sukses juga buat bung militis.

    @ mathematicse:
    walah nggak repot juga kok pak. cuman mau saya bkin jadi cerpen kok nggak bisa ngejar deadline, hehehehehe 😆 cerita ttg tom kayaknya juga menggunakan model tutor sebaya.

    @ aRuL:
    setuju mas aRul. semakin banyak metode yang digunakan, yang pasti situasi pembelajaran makin menarik.

    @ Yari NK:
    setuju bung yari. motivasi, baik eksternal maupun internal sama2 penting dibutuhkan bagi siswa dalam meningkatkan prestasi. namun, saya kira kalo siswa mampu membangkitkan motivasi internalnya pasti akan lebih bagus.

    @ Donny Reza:
    makasih banget infonya mas donny. coba nanti saya jelajahinya, hehehehe 😆

  12. …. Berdasarkan kenyataan tersebut perlu ada upaya serius untuk meningkatkan nilai UN agar anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menimba ilmu di bangku pendidikan benar-benar dalam kondisi siap untuk menghadapi UN …

    ***Titik pijaknya perlu diperkuat Pak, bukan meningkatkan UN, tetapi … kemampuan (kompetensi) siswa. Muaranya, mau UN keg, ujian internasional keg, lokal keg, sekolah keg, atau apa saja … siswanya mampu.

    Ya UN sukses kog Pak. Di atas 90% lulus. Hebat kog pendidikan Indonesia kalau ditinjau dari hasil UN.

    Kalau bagaimana peserta UN mengerjakan soal-soal UN, misal dibantu guru curang supaya muridnya nanti curang juga setelah selesai atau oleh iblis, itu soal lain.

    Usaha kita yang paling baik dan mendesak, masing-masing kita (guru) mencapai —minimal— batas kompetensi. Bukan guru-guruan. Dengan demikian, 10-15 tahun lagi kita akan bisa bangga, memajukan pendidikan.

    Saya jamin, selama ada ‘sisa-sia’ guru yang menolong menjawabkan saol-soal UN, pendidikan kita tidak akan maju. Jangan pernah curang, kejujuran adalah roh pendidikan.

    Terakgir, UN itu tidak perlu apabila kualitas pendidikan sampai pada titik tertentu. Sda yang ilang: UN itu fenomena negara teringgal. Entahlah. Tidak usah disoal. Kita baiki dari diri masing-masing.

  13. @ gempur:
    Amiin, mudah2an pak gempur. tahun 2008 mudah2an menjadi tahun keberuntungan buat bangsa kita.

    @ Ersis W. Abbas:
    setuju banget, pak ersis. seiring dg diberlakukannya ktsp, dengan sendirinya un hrs dihapus. seandainya masih ada, karena menurut uu sisdiknas yang meyelenggarakan evaluasi peserta didik itu adalah pemerintah, sekolah, dan guru, maka kecurangan2 harus dieliminir. tindak tegas para pelaku kecurangan itu. jangan sampai kasus air mata guru di medan terulang.

  14. TUTOR SEBAYA. Saya udah pernah coba ini dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa manfaat yang dapat saya ambil:

    1. Anak yang sudah tuntas belajar dapat mengulang kembali lewat materi yang disampaikan kepada temannya.

    2. Anak yang menjadi mentor merasa nyaman jika ingin mengetahui lebih lanjut tanpa canggung bertanya kepada tutor sebayanya.

    3. Perlu kita sadari bahwa Dunia Anak-anak berbeda dengan dunia kita orang dewasa. Hambatan yang terjadi kadang masalah komunikasi/bahasa. Tutor sebaya akan membantu kita memahamkan materi dengan bahasa mereka

    sukses guru Indonesia

  15. apakah sama antara pembelajaran tutor sebaya dengan student facilitator and explaining?jelaskan?minta referensi bukunya tentang model pembelajaran tersebut ya…..trimakasih, kirim ke email saja

  16. Ass…maf pak,,saya juga rencanax mau ngmbil penelitian tgs akhr S1 sya,,dgn metode tutor sebaya…..krn sy mlihat sepertinya bgus untuk tugas akhir ku hehehehe,,,,

Tinggalkan Balasan ke Ersis W. Abbas Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *