Teriakan “Bocah-bocah” Nakal

Kalau boleh saya ibaratkan sebuah rumah, blog saya ini sering diteriaki oleh orang-orang dari luar sana dengan identitas yang tidak jelas. Namanya saja teriakan; jelas bikin gemes dan nyeri di telinga. Saya sendiri tidak tahu siapa mereka. Untung saja ada Satpam Aki Ismet yang selalu siap berjaga-jaga di teras samping selama 24 jam non-stop setiap harinya. Hebat! Meski sudah “uzur”, Aki Ismet masih sigap dan bisa diandalkan. Si Aki berhasil menangkap “bocah-bocah” nakal itu dan langsung memborgolnya di ruang karantina. Berdasarkan laporan yang saya terima hingga hari Rabu, 21 November 2007 pukul 22.34 WIB, si Aki Ismet berhasil menangkap 852 “bocah” nakal itu lengkap dengan bunyi teriakan-teriakannya.

ikon-spam2.png

8 Pantangan

Dalam rangka menjalanken amanat penderitaan rakyat blogger yang suka bikin hetrix comment, dengan ini saia saya nyataken 8 pantangan yang tidak boleh dilakuken oleh saia saya: 1. Menjadi murtad. 2.…

“Premanisme” dalam Dunia Pendidikan

3 Juli 2007 yang lalu, Presiden SBY mengeluarkan PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL. Dalam lampiran II disebutkan, Pendidikan Dasar dan Menengah termasuk Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan (dengan batasan kepemilikan modal asing maksimal 49%).

Menurut hemat saya, ada empat hal mendasar yang melatarbelakangi keluarnya Perpres itu. Pertama, Indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia yang mustahil mampu mengelak dari pengaruh globalisasi. Mau atau tidak, Indonesia harus beradaptasi dengan “peradaban” dan tata dunia baru ke dalam arus global dan mondial, sehingga harus lentur terhadap setiap dinamika dan perubahan. Ini artinya, bangsa kita harus siap menerima kehadiran “preman-preman” asing, termasuk dalam sektor pendidikan.

Menjual Ideologi Lewat Blog

Beberapa hari belakangan ini, para blogger WP disentakkan oleh kehadiran blogger baru yang unik dan kontroversial. Pasalnya, blogger dengan nama “mistis” Ratu Adil Satria Pinandhita dengan slogan “Pendekar supersakti pemimpin seluruh manusia memasuki dimensi baru” itu selalu nangkring di BOTD WP pada posisi teratas. Efeknya, banyak blogger yang penasaran untuk mengunjunginya. Semakin banyak yang berkunjung, jelas akan makin mengangkat nama blogger itu “setinggi langit”.

Saya kira sudah banyak blogger yang “menelanjangi” kehadiran sang ratu itu dari berbagai sisi, mulai dari ideologinya yang provokatif, menyebarkan kesesatan, menaburkan kebencian, hingga memanipulasi komentar yang mampir di blognya. Ulasan tentang kahadiran “sang ratu” di antaranya bisa dilihat di sandynata, sandynata, BlogGirang, newradical, almascatie, die4pleasure, dan di blog-blog lain yang –mohon maaf– luput dari pantauan awam saya. Persoalannya sekarang, bagaimanakah menyikapi ideologi-ideologi menyesatkan yang dengan sangat sadar dipublikasikan di dunia maya semacam itu?

Semata-mata Mencari Ridha-NYA

Ramadhan datang menjelang. Umat Muslim di seluruh belahan dunia menyambutnya. Bahkan, seluruh penghuni bumi ikut merasakan getaran hadirnya bulan religius yang akan mengangkat harkat manusia yang lebih terhormat dan bermartabat,…

Bangsa yang Malas Membaca

Di bulan September ini sebenarnya ada dua agenda penting dan bermakna dalam membangun sebuah peradaban yang lebih mulia dan bermartabat, yakni ibadah puasa dan aktivitas membaca. Ibadah puasa, seperti yang telah banyak ditulis oleh para pakar dan pemerhati masalah keagamaan, merupakan wahana yang tepat untuk menggembleng dan menyempurnakan diri menjadi insan kamil. Melalui puasa, kita mampu membangun kesalehan hidup, baik sosial maupun individu, bahkan juga mampu membangun kesalehan secara kaffah. Dalam kacamata sosial, ibadah puasa mampu membangkitkan solidaritas hidup terhadap kaum dhuaffa sekaligus meningkatkan kepekaan untuk ikut meringankan beban hidup sesama yang menderita. Secara individu, puasa mampu meningkatkan intenstitas interaksi dan komunikasi dengan Sang Pencipta melalui bahasa religi dan peribadatan sesuai dengan syarat dan rukunnya.

Lantas, bagaimana dengan aktivitas membaca? Ya, bulan September telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan. *Sebuah kultur yang telah lama bernaung turba dalam pranata sosial masyarakat kita. Untuk membangun kebiasaan positif seringkali diawali dengan gerakan dan pencanangan, bahkan juga upacara-upacara. *

Siapa Mau Jadi Bloger “Pemberontak”?

Jangan sewot dan geram ketika membaca judul postingan ini, hehehe 😀 Kata pakar pragmatik, untuk menafsirkan maksud sebuah tuturan, baik lisan maupun tulisan, perlu dipahami dulu konteksnya. Tuturan dalam situasi yang bagaimana, apa yang dibicarakan, di mana tuturan itu disampaikan, de-el-el? Dalam konteks ini, saya memiliki pengertian yang sedikit menyimpang dari makna leksikal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam kamus tebal tersebut, kata pemberontak memiliki dua arti, yaitu: 1) orang yang melawan atau menentang kekuasaan yang sah, pendurhaka; 2) orang yang sifatnya suka memberontak (melawan). Kalau toh harus dimirip-miripkan, saya cenderung memilih arti yang kedua, yaitu orang yang sifatnya suka memberontak (melawan). “Memberontak” tentang apa, kepada siapa, tujuannya apa? *pertanyaan retorik*

Dalam pengamatan awam saya, blog lebih bersifat personal. Bahkan, dalam banyak hal blog bisa menjadi “wakil” hati nurani sang pemiliknya dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan publik. Dengan kata lain, karakter dan kepribadian sang pemilik blog –lagi-lagi ini penafsiran awam– bisa dilihat dari topik yang dipilih, bahasa tutur yang digunakan, blog-blog dan situs lain yang ditautnya, cara membalas komentar, hingga asesori yang dipakai untuk menghias “teras” blognya. Oleh karena bersifat personal, blog bisa dipakai untuk apa saja; berteriak-teriak, menyumpah-nyumpah, mengungkapkan cinta, kerinduan, kebencian, deelel. :mrgreen:

*Kembali ke topik*

Guru Indonesia: Generasi yang Hilang?

Sesekali lakukanlah survei di tempat keramaian yang dihadiri anak-anak muda terpelajar. Lantas, berbasa-basilah untuk bertanya tentang cita-cita mereka. Andaikan ada 10 anak muda yang Anda tanyai, berapakah yang bercita-cita menjadi seorang guru? Hahahaha 😀 Tidak usah terkejut seandainya hanya beberapa gelintir saja –bahkan bisa jadi nihil– anak muda yang dengan amat sadar memiliki cita-cita dan “dunia panggilan” untuk menjadi seorang guru. Mereka adalah anak-anak muda yang cerdas. Potret generasi masa kini yang (nyaris) tak pernah bersentuhan dengan penderitaan hidup. Orang tua mereka telah membukakan jalan ke “peradaban” baru; intelek, gaul, punya kelengkapan asesori untuk bisa hidup secara modern dan global. Pendeknya, generasi muda terpelajar Indonesia masa kini telah mampu menikmati berbagai “kemanjaan” hidup.

Disadari atau tidak, kemanjaan hidup dalam lingkungan keluarga akan berpengaruh terhadap pola dan gaya hidup. Kalau sejak kecil mereka telah terbiasa hidup dalam desain budaya yang sarat kemanjaan dalam lingkungan keluarga, kelak setelah dewasa pun diduga akan mengadopsi pola dan gaya hidup yang telah mereka terapkan sejak kecil.

Benarkah Pelajar Kita Mengidap “Rabun” Sastra?

Ini soal klasik. Sejak tahun 2003, sastrawan Taufiq Ismail sudah mempersoalkannya. Diawali dengan melakukan survei sederhana dengan mewawancarai tamatan SMU dari 13 negara. Meski hanya berupa snapshot dan potret sesaat, hasilnya benar-benar membuat kita tersentak.

Jika siswa SMU di Amerika Serikat menghabiskan 32 judul buku selama tiga tahun, di Jepang dan Swiss 15 buku, siswa SMU di negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam menamatkan membaca 5-7 judul buku sastra, siswa SMU di Indonesia-setelah era AMS Hindia Belanda-adalah nol buku. Padahal, pada era Algemeene Middelbare School (AMS) Hindia Belanda, selama belajar di sana siswa diwajibkan membaca 15-25 judul buku sastra.

Survei yang menyentakkan, bukan? Menurut Taufiq Ismail, hasil snapshot tersebut semakin memperteguh asumsi selama ini bahwa pengajaran sastra dan bimbingan mengarang di sekolah-sekolah kita kian memprihatinkan. Dihadapkan pada kenyataan ini, pekerjaan besar yang harus diagendakan adalah bagaimana meyakinkan berbagai pihak, terutama para pengambil kebijakan bahwa usaha perbaikan harus dilakukan. Pemahaman bahwa kegiatan membaca dan mengarang bagaikan dua saudara yang tak terpisahkan harus mulai ditanamkan. Semakin siswa banyak membaca, maka makin bagus karangannya. Dan, kegemaran membaca harus mulai dipupuk melalui buku-buku sastra, yang pada gilirannya akan melebar ke jenis bacaan lain. Begitu pun bimbingan mengarang (baca: menulis) bisa dimulai di kelas bahasa, lalu diperluas ke kelas dan bidang lain. (Kaitan antara aktivitas membaca dan menulis juga bisa dilihat di sini -blog yang dikelola oleh Pak Ersis Warmansyah Abbas).