Menikmati Panggung “Pluralisme” Gaya Kyai Kanjeng

Budaya

Oleh: Sawali Tuhusetya

Sabtu, 16 Januari 2010, GOR Bahurekso Kendal, menjadi saksi pementasan Kyai Kanjeng. Kelompok musik “plural” yang dikomandani Cak Nun –sapaan akrab Emha Ainun Najib– dari Ngayogyakarta Hadiningrat itu diundang khusus oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Kendal dalam rangka mengantarkan “Doa untuk Gus Dur dan Refleksi Muharram 1431 H”. Di tengah suasana dingin akibat guyuran hujan, pengajian akbar yang dihadiri Bupati Kendal, Hj. Siti Nurmarkesi, pejabat Pemda, ulama dan kyai NU setempat, serta ratusan pengunjung dari berbagai kalangan itu, seperti hendak menghadirkan kembali sosok almarhum Gus Dur yang semasa hidupnya gencar menyuarakan nilai-nilai pluralisme, demokrasi, dan humanisme.

Sebelum Cak Nun dan Kyai Kanjeng tampil di atas panggung, digelar acara seremonial yang dimulai pukul 20.30 WIB, yakni pembacaan ummul Kitab, pembacaan ayat suci Al-Quran, tahlil dan doa untuk Gus Dur, sambutan Ketua GP Ansor, Ketua Tanfidiyah NU Kab. Kendal, dan sambutan Bupati Kendal. Pengunjung pun seperti tak sabar untuk segera menyaksikan Cak Nun dan Kyai Kanjeng di atas panggung. Maka, suara aplaus pun menggema begitu Cak Nun yang tampil berkopiah dan berbusana serba putih itu tampil di atas panggung.

DOA UNTUK GUS DUR DAN REFLEKSI MUHARAM

kyai kanjeng

Menjelang Acara

kyai kanjeng

Doa Bersama untuk Gus Dur

kyai kanjeng

Bupati Kendal, Hj. Siti Nurmarkesi

kyai kanjeng

Cak Nun mengusung nilai “pluralisme”

kyai kanjeng

Cak Nun berinteraksi dengan pengunjung

kyai kanjeng

Suasana selama pentas berlangsung

Bukan Cak Nun kalau tak tampil “nyleneh”. Dengan gaya enteng, dia tampil melalui sentilan-sentilan kritiknya yang cerdas, tajam, dan menusuk. Pada bagian awal, misalnya, tanpa basa-basi, Cak Nun meminta kesepakatan dengan para pengunjung, akan diakhiri jam berapa acara tersebut? Secara spontan, para pengunjung menjawab “pukul 03.00”. Cak Nun dengan gaya slengekan menimpali, “Itu pengaruh syahwat”. Loh, kok? “Tak beda jauh dengan para pejabat kita. Betapa banyaknya tokoh di negeri ini yang semata-mata ingin jadi pejabat karena pengaruh syahwat. Sulit ditemui tokoh yang mau sekali menjabat dengan pengabdian terbaik buat bangsa dan negara, untuk selanjutnya ingin total mengurus keluarga yang juga butuh perhatian. Demikian juga Sampeyan. Pinginnya sampai jam 03.00, tapi bener kuat, ndak?” lanjutnya disambung aplaus penonton bersambung-sambungan.

Penyair “Lautan Jilbab” itu juga mengingatkan betapa kompleksnya persoalan yang dihadapi negeri ini, mulai persoalan politik, demokrasi, hukum, hingga kerukunan antarumat. Namun, kita tidak perlu ikut-ikutan karena semua sudah ada yang mengurus. Dengan bahasa Jawa yang “medhok”, dia pun berpesan untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita Gus Dur yang hingga kini belum juga bisa terwujud.

“Gus Dur, jika suatu ketika dinobatkan jadi pahlawan nasional, dia akan menjadi pemecah rekor. Belum ada ceritanya, mulai kakek, bapak, hingga anak sama-sama mendapatkan predikat sebagai pahlawan nasional”, kata Cak Nun dengan mimik serius. Selanjutnya, Cak Nun tak lupa menceritakan tentang asal-usul Gus Dur, mulai kiprah kakeknya, almaghfurlah K.H. Hasyim Asy’ari dan ayahnya, almaghfurlah K.H. Wahid Hasyim, yang sama-sama dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Gus Dur pun layak mendapatkannya, meski Gus Dur sendiri mungkin tak pernah berharap untuk mendapatkannya.

Cak Nun yang didampingi isterinya, Novia Kolopaking, dan 15 awak Kyai Kanjeng lainnya, memang tampil atraktif. Dia sengaja mengusung musik bergaya “pluralis” yang lengkap. Musik-musik instrumennya jelas menampakkan gabungan antara musik tradisi dan modern hingga menghasilkan perpaduan irama yang rancak; bisa garang, sekaligus bisa lembut mendayu-dayu. Setidak-tidaknya, ada tujuh lagu yang diusung di atas panggung di sela-sela refleksi Muharam yang disampaikannya, seperti “Alif”, “I Be Ce”, “Shalawat”, “Thayibbah”, “Nusantara” (mengusung lagu-lagu ethnik berirama khas Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Jawa), “Tamba Ati” (dengan berbagai versi bahasa), hingga lagu penutup.

Di sela-sela refleksi itu, Cak Nun tak lupa menyampaikan pesan untuk menjaga kebersamaan dengan sesama muslim, khususnya NU-Muhammadiyah, yang selama ini terkesan “kurang akur”. Pada kesempatan itu, Cak Nun juga sempat mendaulat Tafsir, M.Ag., sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Tengah, untuk tampil ke atas panggung.

Dengan guyonan-guyonannya yang tak kalah kocak, Tafsir mengibaratkan hubungan antara Muhammadiyah dan NU melalui simbol yang digunakan. “Muhammadiyah dan NU itu ibarat Matahari dan Bumi yang sama-sama membutuhkan. Matahari tak akan pernah bisa berfungsi jika tak ada bumi. Sebaliknya, bumi juga membutuhkan matahari untuk melangsungkan kehidupannya,” katanya sambil tersenyum. Dia tak lupa menceritakan ayahnya yang berasal dari keluarga besar NU, dan sering ditanya para kyai NU ketika sedang kumpul-kumpul.

“Anakmu kae ya sih Islam?” tanya seorang kyai. (“Anakmu itu juga masih Islam?”)

“Isih, ora ketang muhammadiyah, hehe …”, jawab ayahnya. (Masih, meski hanya Muhammadiyah, hehe …”).

Ungkapan “ora ketang” (meski hanya) menunjukkan betapa hubungan NU-Muhammadiyah selama ini memang masih perlu terus dibangun secara harmonis. Pernyataan-pernyataan Tafsir perlu dimaknai sebagai upaya untuk bisa mencairkan kebekuan hubungan kedua organisasi Islam terbesar di negeri ini yang selama ini terkesan kurang harmonis akibat perbedaan budaya dan “ritual” dalam menjalankan ibadah.

Merespon pernyataan-pernyataan Tafsir, Cak Nun menimpalinya dalam perspektif yang lebih luas, terutama berkaitan dengan banyaknya agama yang terjadi di negeri ini. Tak ada untungnya saling mengklaim diri sebagai umat terbaik, karena hal ini berurusan dengan masalah keyakinan.

Ya, ya, ya, Cak Nun bersama Kyai Kanjeng-nya, malam itu setidaknya telah menunjukkan kiprahnya dalam mengusung panggung “pluralisme” yang memiliki pesan kuat untuk saling menghargai perbedaan. Musik yang diusungnya telah tampil di berbagai negara dan Cak Nun terus bersemangat untuk mengalirkan semangat “pluralisme” itu melalui musik “kolaborasi” yang diusungnya di atas pentas.

Ketika jam menunjukkan pukul 00.45 WIB, acara pun usai. Saya tak tahu persis, apa yang ada di kepala setiap pengunjung begitu usai menyaksikan panggung “pluralisme” Kyai Kanjeng itu. Yang saya ingat, cuaca dingin makin menusuk begitu keluar dari GOR Bahurekso akibat guyuran hujan.
***

Comments

  1. kelihatnya banyak yang datang Pa,
    kalau lihat cak nun jadi teringat ketika beliau datang ke batam
    salam,
    .-= Baca juga tulisan terbaru andif berjudul "Weekend" =-.

  2. Menemukan Diri Sebenar Diri
    Meraih Kehidupan Sejati..

    😆 😆 😆 😆 😆

    RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk

    MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaank

    I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll
    .-= Baca juga tulisan terbaru KangBoed berjudul "[Wow] Heboh Tayangan Film Porno XXX di TV Raksasa Tengah Kota" =-.

  3. aku bisa merasakan keriuhan nya selama acara berlangsung karena aku juga menjadi fans nya 😀 .
    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tanah lot
    .-= Baca juga tulisan terbaru Sugeng berjudul "Ribut-Ribut Fatwa Haram" =-.

  4. Saya jadi teringat ketika pertama kali datang ke Yogya dan “keblasuk” ke Pondok Krapyak yang sarang NU. Tahu kalau itu tempat NU, ibu saya yang Muhammadiyah tulen, protes keras. Tapi, akhirnya beliau juga menyadari, NU juga saudara seagama. Dan kelak saya semakin bisa memahami dan menghargai kedua-duanya, NU dan Muhammadiyah.
    .-= Baca juga tulisan terbaru racheedus berjudul "Hikayat Si Pandai Besi dan Si Tetangga Cantik" =-.

  5. Saya terakhir lihat penampilan Cak Nun di masjid Baiturrahman simpang lima semarang. Sangat berkesan karena ada aura berbeda antara seni, ritual dan mistikisme dalam lagu dan syair2nya.

    • @masnur,
      begitu, ya, mas. memang benar, selain memiliki vokal kuat, cak nun memang mampu menggarap musik yang khas dengan berbagai dimensi.

  6. cak Nun memang seorang budayawan yang bagus pak, dan salah satu putra terbaik negeri ini 😉

    • setuju, mas arif. pandangan2nya memang cukup mencerahkan, meski seringkali bikin gerah orang2 yang kena sentilan kritiknya, hehe …

  7. DV

    Saya, yang non muslim, merasa begitu sejuk dengan pemikiran dan hasil karya tokoh -tokoh seperti Cak Nun, Alm Gusdur dan Alm Cak Nur.

    Semoga kita bisa hidup berdampingan meski GusDur telah tiada, Pak Sawali.
    Tak ada alasan bagi kita semua untuk tidak bersatu demi kemanusiaan!

    Tulisan yang menarik.
    .-= Baca juga tulisan terbaru DV berjudul "Watsons Bay" =-.

    • betul sekali, mas don. perjuangan gus dur memang belum usai. semoga ada generasi berikutnya yang tetap bersemangat menyuarakan nilai pluralisme itu.

    • insyaallah ndak ada, mas, karena acara itu memang murni didesain utk refleksi muharam dan doa utk gus dur.

  8. Assalamu’alaikum,
    Seorang yang berbuat banyak kebaikan semasa hidponya akan dikenang terus di hati orang-orang yang ditinggalkannya (Dewi Yana)

  9. perbedaan bila disikapi dengan baik justru akan menjadi kekuatan ya, pak.
    sebaliknya kalau dianggap kekurangan, maka akan benar-benar jadi batu sandungan yang melemahkan negeri kita yang heterogen ini.

    saya ingin memuji foto-fotonya yang bagus, pak satu. jadi bisa merasakan suasana dan kemeriahan acara bagus ini.

    • betul sekali, mbak yulfi. membesar2kan perbedaan justru akan menghabiskan energi karena itu realitas berbangsa dan bernegara yang mustahil ditolak. walah, ttg foto, hanya hasil jepretan sekenanya, kok, mbak.

  10. Saya tidak pernah menjadi penganut aliran plural tetapi sedari dulu saya telah hidup dalam lingkungan yang plural dan selamanya pluralitas akan tetap eksis.

    Walaupun saya bukan penganut aliran plural, apakah saya mengklaim Ummat Islam adalah ummat terbaik?
    Nanti dulu. Masa sih, ummat terbaik antri saja nggak bisa? Masa sih ummat terbaik selalu menjadikan dirinya nomor satu dalam hal ingin menerima pembagian zakat mal atau daging kurban sehingga rela rebutan? Bukankah harusnya sebaliknya, berlomba-lomba untuk bayar zakat dan menyembelih kurban?

    Monggo silakan direnungkan, disetujui atau bahkan dibantah.
    .-= Baca juga tulisan terbaru Moh Arif Widarto berjudul "Pansus Bank Century Sebaiknya Memanggil Presiden Untuk Dimintai Keterangan [Podcast]" =-.

  11. Can Nun memang luar biasa mas. Dia bisa membuat orang betah duduk berjam-jam hanya untuk mendengarkan ceramah guyonannya.

    Salut untuk laporan reportase-nya yang menggelitik…
    .-= Baca juga tulisan terbaru Lambang 212° berjudul "[JOKES] Sopir Taxi" =-.

    • hehe … memang seperti itulah kenyataan yang terjadi, mas lambang. eman2 kalau nonton cak nun hanya setengahnya, hehe …

  12. walah… telat infone pak! gela mboten saged budhalll…
    kemarin 16-17 saya di mboja, sowan simbok!…

    • hehe .. infonya kan saya pasang juga di bar samping blog ini, mas andy. ke kendal kok ya ndak kabar2 toh, mas.

  13. Wah, asyik tuh kayaknya acaranya…
    Saya setuju dengan Cak Nun, bahwa segala perbedaan harus dihargai serta dianggap sebagai pelengkap hidup. Semoga kesadaran akan hal tersebut semakin tumbuh di masyarakat kita ya Pak Sawali 😀

    • acaranya memang meriah, bang vizon, hehe … pandangan cak nun memang layak diapresiasi, toleran dan moderat.

    • hehehe …. kiai kanjeng memang selalu menyuguhkan pertunjukan yang menarik, kangboed. mangga, kapa2 diundangm, hehe …

  14. Tanpa kita sadari Sekularisme, Pluralisme maupun Liberalisme adalah paham yang diserbarluaskan oleh kaum Illuminati.

    Kita harus menyadari kekeliruan selama ini dengan memahami apa sebenarnya arti Sekularisme, Pluralisme maupun Liberalisme bagi illuminati,

    Liberalisme, paham yang “membebaskan” manusia terhadap aturan Allah / Agama
    Pluralisme, paham yang membuat manusia “floating” / “ragu” akan agama.
    sedangkan
    Sekularisme, paham yang menghindarkan manusia dalam kehidupannya me”referensi” kepada Allah / Agama

    Selengkapnya baca di blog saya,
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/sekularisme-pluralisme-dan-liberalisme/

    Saat ini sering diperbincangkan tentang Pluralisme dan Tokoh Pluralisme.

    Jadi, konsep pluralisme yang umat muslim pahami adalah keliru !
    Baik dengan arti semua agama benar atau semua agama sama, karena Allah “memberitahukan” kepada manusia melalui nabi dan rasul secara bergantian tidak bersamaan !

    Nabi yang kemudian “memperbaiki” ajaran nabi sebelumnya yang “dirusak”, “diubah”,”dilempar” oleh manusia.

    Sampai Allah telah menetapkan untuk yang “terakhir” dan akan menjaganya sampai akhir zaman.

    Wallahu a’lam
    .-= Baca juga tulisan terbaru Abu Zon berjudul "Sekularisme Pluralisme dan Liberalisme" =-.

  15. Pluralisme yang diusung oleh Emha tidak menyamakan semua agama…
    mangtaffff
    i like it
    .-= Baca juga tulisan terbaru Pencerah berjudul "Krangkeng" =-.

    • hmm …. idealnya pandangan seperti itulah yang mesti dikembangkan di negeri yang berbhineka tunggal ika itu, mas pencerah.

  16. ahahaha,,, bajakan aja,, enak plus gratis 😀

    ——————————–
    buzzt.web.id

  17. Assalamu’alaikum,

    Yang menarik dari Cak Nun itu dia sering langsung bicara tanpa sungkan-
    sungkan, walau sekarang sudah jarang dia “bicara”. Dulu, kalau tak salah,
    awal tahun 90-an, ia pernah menuduh Gus Dur langsung sebagai orang yang
    lebih banyak memberi permen ke anak tetangga. Ketika itu Gus Dur lebih
    banyak membantu “orang lain”.

    Terima kasih Pak.
    Salam untuk seluruh keluarga.
    .-= Baca juga tulisan terbaru abdul aziz berjudul "Islam, Agama untuk Semua Manusia" =-.

    • wa’alaikum salam, mas azis. begitulah potret cak nun, mas. kalau ngomong ceplas-ceplos dan tanpa beban, hehe …. salam hangat juga utk keluarga mas azis.

  18. ….Kadang ketika ‘ada’ dia dicela
    Kadang ketika ‘ada’ dia dihina
    Kadang ketika ‘ada’ dia dihujat
    Saat ‘tiada’ ada perasaan kehilangan…..
    Saat ‘tiada’ ada perasaan betapa berartinya
    Saat ‘tiada’ ada perasaan betapa membutuhkannya.
    (Maaf Pak, komennya gagap)
    Salam hangat jabat erat dariku.:)>-:)>-:)>-
    .-= Baca juga tulisan terbaru Rachmad Widodo berjudul "Google Earth Sebagai Media Pembelajaran" =-.

    • ndak gagap juga, kok pak rahmad. saya kira pernyataan ini bisa menjadi salah satu potret kultur masyarakat pasca-gus dur.

  19. Iya pak bener bgt tuh. Aslinya Muhammadiyah dan Nu saling membutuhkan.. 🙂

  20. meriah sekali acarnya pak… seandainya di ampah bisa di adakan acara besar seperti itu….

  21. Cak Nun salah satu budayawan yang paling saya kagumi pak.. saya pernah lihat pementasan Kyai Kanjeng di Ponorogo.. Guyonan, sentilan beliau sangat mengena dengan keadaan bangsa.

    Tahun 1997, selain Gus Dur, amin rais dan mega, cak nun juga mempunyai peran signifikan dalam menggulirkan reformasi..
    Saya menunggu Kyai Kanjeng manggung lagi di Ponorogo.. 🙂
    .-= Baca juga tulisan terbaru azaxs berjudul "Gempa Haiti | Bencana Alam Terbesar Abad Ini" =-.

  22. kangen juga sih sama Cak Nun,kami yang di Ampah bersyukur bisa dapet liputan dari Bapak, sukses Pak…
    .-= Baca juga tulisan terbaru yussa berjudul "HASIL TES PAGI HARI" =-.

  23. apapun yang penting islam….
    islam tetap satu dan semua sama….
    kita tetap satu….. ISLAM…
    .-= Baca juga tulisan terbaru yuni berjudul "Avatar 3D" =-.

  24. dengan sentilan-sentilan tajam itu semoga menyadarkan kita bahwa NU MUhammadiyah ataupun ormas yang lainnya sebenarnya tetaplah satu yaitu Islam, saling bahu membahu membangun umat, sepakat untuk tidak mempertajam perbedaan

  25. sudah lama ndak menikmati gamelan kyai kanjeng …. tapi sisi pluralisme selalu menarik untuk disimak, banyak yang memandang itu hal yg positif, sebagian melihat itu adalah sisi negatif …. semakin banyak yg mendamaikannya tentu akan semakin baik …

    • terima kasih apresiasinya, mas hatta. dalam konteks indonesia, agaknya konsep pluralisme sbg alternatif yang lebih baik sesuai dengan motto: “bhineka tunggal eka, tan hana dharma mangrwa”.

  26. Saya sejak dulu selalu mengikuti kiprah cak nun. Pemikiran-pemikirannya selalu tajam dalam menganalisis. Tetapi sekarang sudah tidak aktif kagi karena terhambat pekerjaan 🙁
    .-= Baca juga tulisan terbaru mandor tempe berjudul "Dimanfaatkan" =-.

    • wah, salu banget dengan mas mandor, diam2 ternyata selalu mengikuti kiprah cak nun. saya malah baru sekali ini lihat pentasnya secara langsung.

  27. Saya belum sempat menyaksikan pertunjukan Cak Nun dan kyai kanjengnya,…
    namun sejak pertma kali “kenal” beliau melalui buku slislit sang kyainya
    saya langsung tertarik dengan pemikiran2 beliau,…..
    aplagi dengan buku istriku seribu,…….salam kenal pak
    .-= Baca juga tulisan terbaru avartara berjudul "Produk “TabunganKu” dan Nasib Bank-Ku" =-.

    • salam kenal juga, mas avartara. wah, tulisan2 cak nun memang cukup kritis dan reflektif. saya juga suka baca2 buku karyanya, meski belum semuanya saya baca.

  28. cak nun emang lucu. saya seneng dia bicara. walau duka tapi adaaaa aja sukacitanya. moga-moga gus dur sudah di sorga. amin. dan moga-moga tahun baru membawa berkah ke depannya.

    seneng mendengar berita model beginian.
    rasanya seperti ada kebersamaan ruarrrr biasa.
    salam kenal, mas.
    .-= Baca juga tulisan terbaru henrietta berjudul "SUNBEAM OVER THE HEAD" =-.

    • hmm … kyai Kanjeng, Mas, bukan kyai kanjek, hehe … itu kan nama kelompok musik kolaborasi yang dikomandani cak nun, hehe …

  29. saia lagi mikir kata2 cak nun tentang NU-Muhammadiyah itu…
    dalem bgt…
    dan itu memang benar siyh….
    pentas cak nun dan kyai kanjeng saia suka….
    dan suara anaknya cak nun saia jg suka nih……hihihi

    • pandangan cak nun ttg perbedaan “mazhab” dalam Islam memang layak untuk direnungkan, mbak vanny. pandangan2nya cukup moderat.

    • hehe … jarang2 baca cerpen, mas, apalagi puisi, hehe … jarang yang ngundang sih soalnya, haks.

  30. Semangat pluralisme memang harus tertanam disetiap kita karena kemajemukan masyarakat kita ya pak
    .-= Baca juga tulisan terbaru Oelil berjudul "Back to Plastic" =-.

    • setuju, mas oelil. di tengah masyarakat yang majemuk dan plural, memang semangat seperti itulah yang bisa membawa kemaslahatan hidup.

  31. mendengar lagu-lagu yang di nyanyikan cak nun dan kyai kanjeng serasa tiada perbedaan di antara kita, sudah lama saya tidak mendengarnya. kangen….:-?

    • hmmm … setuju, mas. perbedaan itu hal yang wajar, bahkan konon sdh menjadi sunatullah. jadi, ndak ada manfaatnya kalau diperdebatkan.

  32. Ass.wr.wb. Selamat Pagi. Salam dari Yanti sekeluarga. Semoga pemilik
    blog ini dan seluruh narablog yang hadir selalu dalam lindunganNya dan
    sukses menyertainya.Tabik

  33. arfen

    as… melihat pengajian kemarin banyak yang disampaikan salah satu yang menerik saya adalah beliau mengatakan dunia sebentar lagi akan berubah total.. sudah banyak ditemukan berbagai teknologi yang jauh memanusiakan manusia… sehingga mampu menjadi alat yang baik untuk tautan kita sebagai makluk, Alloh sebgai penguasa dan Muhammad SAW sebagai penyampainya. dan sebaliknya….

    • wah, itu pengajian yang di mana, mas arfen? di kendal sepertinya kok ndak menyinggung masalah itu, yak.

    • hehe … mas nanang pasi jauh lebih tahu siapa cak nun. kenduri cintanya masih berlangsung teruskah?

  34. saya juga mendukung pluralisme… lha wong emang diajarkan di Al-Qur’an kok.. hehehe…

  35. Dalam mimpiku Gus Dur menangis ketika tanah makamnya diambil dan dibawa pulang! Teriaknya: “Biarkan aku lebur dengan tanah”
    Acara Kyai Kanjeng selalu hangat akan kerinduan pada Pencipta dan sekaligus menusuk rasa yang paling dalam!
    Sukses Bang Sawali!
    .-= Baca juga tulisan terbaru nuansa pena berjudul "Kubiarkan diriku ditelanjangi" =-.

    • hmmm … ketika saya ziarah ke sana, makam gus dur sudah dibatasi dari kemungkinan peziarah yang ingin mengambil sesuatu dari sana, mas. tulisan peringatan pun tertulis besar2 dan jelas terbaca. terima kasih infonya, mas. suksesjuga buat mas edi.

  36. informatif banget postingannya, kebetulan saya tak kenal siapa itu cak nun, dkk..sekarang jadi sedikit tau..hehe..salam kenal yaa pak..
    keep sharing..:)>-

  37. salam kenal dan salam persahabatan.. :)
    Bhinneka tunggal ika!!

  38. Baru tahu kalau ada liputan ini. Saya sering ikut Maiyahan Pak. Di Jogja setiap tanggal 17. Memahami pluralitas dalam konteks banyaknya komunitas yang tak memahami, bahkan menolak pluralisme…. 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *