Pendampingan Penyusunan Silabus dan RPP SMP Responsif Gender

Tanggal 22 November dan 1 Desember 2012 yang lalu, saya didaulat oleh Dinas Pendidikan Kab. Wonogiri, Jateng, untuk mendampingi 20 rekan sejawat, guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), yang tengah menyusun silabus dan RPP Responsif Gender. Rencananya, silabus dan RPP tersebut akan diterbitkan menjadi sebuah buku acuan silabus dan RPP Responsif Gender bagi guru PKn se-Kab. Wonogiri.

KKGKKGKKGWacana tentang perubahan Kurikulum 2013 yang tengah santer diperbincangkan banyak pemerhati dunia pendidikan agaknya tak memengaruhi semangat rekan-rekan sejawat dalam menyusun acuan rencana pembelajaran. Hal ini sangat beralasan, sebab selain dorongan yang kuat untuk menghasilkan sebuah produk acuan, pendidikan yang responsif gender juga sudah memiliki “payung hukum” yang kuat. Pada tahun 2000, Presiden telah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan agar setiap institusi pemerintah melaksanakan pengarusutamaan gender (PUG) dengan cara mengintegrasikan dimensi kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi, serta pelaporan pembangunan.

Kurikulum 2006 juga telah mengamanatkan agar pendidikan berperspektif gender dijadikan sebagai salah satu acuan operasional dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum. Hal itu dipertegas dengan keluarnya Permendiknas Nomor 84 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Ini artinya, pendidikan yang responsif gender perlu diintegrasikan dalam proses pembelajaran yang didesain melalui silabus dan RPP yang dibuat oleh para guru.

Meskipun demikian, mesti diakui secara jujur, belum semua institusi pendidikan di berbagai daerah mengakomodasi “payung hukum” ini. Bahkan, di tengah-tengah kehidupan masyarakat luas, keadilan dan kesetaraan gender (KKG) masih mendapatkan “resistensi” yang sangat kuat akibat masih kokohnya kultur patriarki yang lama mengakar dalam budaya masyarakat kita. Dalam situasi demikian, dibutuhkan implementasi proses pembelajaran yang mengintegrasikan keadilan dan kesetaraan gender secara terus-menerus dan berkelanjutan. Melalui proses pembelajaran yang responsif gender, kelak generasi masa depan yang lahir dari “rahim” dunia pendidikan memiliki kultur yang tidak bias gender. Laki-laki dan perempuan mampu membangun kesetaraan dan kemitraan dalam upaya menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang harmonis, damai, antidiskriminasi, dan egaliter. Oleh karena itu, kita perlu memberikan apresiasi terhadap kebijakan Dinas Pendidikan Kab. Wonogiri yang telah memiliki kepedulian tinggi untuk mengintegrasikan KKG ke dalam pembelajaran.

KKG yang dikembangkan melalui dunia pendidikan di negeri ini tidak dimaksudkan untuk menonjolkan peran kaum perempuan secara dominan seperti yang gencar diperjuangkan oleh kaum feminis barat. Akan tetapi, lebih diupayakan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender sehingga kaum laki-laki dan perempuan bisa maju dan berkiprah bersama, baik di ranah domestik maupun publik, dalam menggapai tujuan bersama. KKG tidak membicarakan tentang perempuan saja, tetapi membicarakan tentang laki-laki dan perempuan, baik dalam soal manfaat, akses, partisipasi, maupun kontrol di berbagai ranah kehidupan, sehingga kaum laki-laki dan perempuan tidak ada yang dirugikan. Selain itu, pengintegrasian KKG ke dalam kegiatan pembelajaran juga dimaksudkan agar berbagai fenomena bias gender yang merugikan kaum perempuan, seperti peminggiran peran, penomorduaan, beban ganda, citra baku (pelabelan), atau kekerasan, secara bertahap tidak lagi dialami oleh generasi perempuan pada masa-masa mendatang.

Semoga silabus dan RPP yang disusun oleh rekan-rekan sejawat di Kab. Wonogiri, khususnya pengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bisa menjadi “starting-point” membuminya KKG di Kab. Wonogiri. Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi tidak harus dibeda-bedakan. ***

12 Comments

  1. Hadir untuk menyimak Pak, semoga dunia pendidikan di negeri kita ini tidak terlupakan dengan kesibukkan perdebatan hal yang kecil.

    Sukses selalu
    Salam Wisata

    • bisa ya, bisa tidak, mas roni, kalau Kurikulum 2006 masih menggunakan kesetaraan gender sbg acuan operasional pengembangan KTSP.

  2. wah setuju banget. Intinya nggak menyetarakan gendernya tapi menyetarakan peluang suksesnya..

    siiip pak…

    • memang seperti itulah yg diharapkan, mas ndop. gender bukanlah jenis kelamin, melainkan sebuah konstruksi budaya yg dibangun oleh masyarakat sesuai perkembangan peradabannya.

  3. Kayaknya ada yang salah ketik, Pak. Itu 1 Desember 2012, dan bukan 1 Desember 2013, kan?
    Semoga penyusunan silabus dan rpp smp responsif gender ini membawa perbaikan dalam pendidikan nasional ya. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *