Minggu, 30 Oktober 2011, saya bersama Sonny Wisnu Murti (Ketua Komite Seni Teater Dewan Kesenian Kendal/DK-2), mendapatkan undangan untuk menghadiri Pentas Seni Rakyat yang berlangsung di desa Kumpulrejo, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Pentas yang digelar oleh Komisariat DK-2 Kecamatan Patebon yang dikomandani Sodik ini menampilkan group “Singo Mudho”, sebuah group seni tradisi yang hingga kini masih eksis berkiprah dalam melestarikan dan mengembangkan seni barongan.
Pentas yang berdurasi hampir 8 jam yang cukup menguras energi ini ditonton oleh ratusan penduduk dan beberapa tokoh masyarakat setempat. Saya yang kebetulan didaulat untuk memberikan sambutan, mewakili Ketua Umum DK-2, Itos Budi Santosa, yang berhalangan hadir, menyatakan bahwa pagelaran seni rakyat yang berlangsung di desa Kumpulrejo membuktikan bahwa seni tradisi tidak bisa dilepaskan dari rakyat. Terbukti, pentas ini disaksikan oleh segenap penduduk Kumpulrejo dari berbagai lapisan usia dalam suasana meriah, guyup, akrab, penuh sentuhan nilai kekeluargaan dan persaudaraan. Oleh karena itu, lanjut Sawali Tuhusetya, DK-2 memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada group Singo Mudho yang telah berkiprah nyata dalam melestarikan dan mengembangkan seni barongan dengan berbagai variannya, sehingga seni tradisi ini masih bisa terus eksis di tengah-tengah peradaban global.
Sungguh mengharukan. Kabupaten Kendal memang dikenal sebagai daerah yang kaya akan seni rakyat yang menyebar di berbagai kantong kebudayaan. Seni rakyat dengan berbagai genre dan variannya di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Kendal agaknya memiliki akar yang sangat kuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Setiap kali seni tradisi digelar, baik di tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten, masyarakat dari berbagai lapisan usia berbondong-bondong menyaksikannya. Mereka memiliki apresiasi yang cukup mengagumkan terhadap keberadaan seni tradisi yang hingga kini masih eksis dan terus berkiprah di tengah-tengah menjamurnya seni hiburan modern.
DK-2 yang sejak awal memiliki perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi seni rakyat berusaha secara optimal untuk menumbuhkembangkannya dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stake-holder) seni tradisi. Tidak kurang dari 60% dana DK-2 yang bersumber dari APBD Kabupaten Kendal disisihkan untuk memberikan stimulan terhadap keberlangsungan dan dinamika seni tradisi yang menyebar di 20 kecamatan. Para praktisi dan pekerja seni di berbagai kantong kebudayaan diberikan keleluasaan untuk melestarikan dan mengembangkan kreativitasnya dalam berkesenian sehingga seni rakyat bisa terus berkembang secara dinamis seiring dengan derap perkembangan zaman.
***
Sementara itu, Minggu, 30 Oktober 2011 malam, Kawasan Kalireyeng, Kebondalem, Kendal, menjadi saksi Peluncuran Antologi Puisi Tebing, yang merupakan kumpulan karya 8 penyair muda Kendal. Selain dihadiri para pencinta sastra di wilayah Kendal dan sekitarnya, acara peluncuran juga disaksikan oleh para wartawan (media cetak dan elektronik), Kunarto Nartokusumo (Ketua Bidang SDM DK-2), dan Slamet Priyatin (Ketua Komite Sastra DK-2). Saya yang juga didaulat untuk memberikan sambutan atas nama DK-2, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Komite Sastra DK-2 yang sudah berhasil mewujudkan sebagian “mimpi”-nya untuk menerbitkan buku kumpulan puisi para penyair muda Kendal. Tak lupa, saya juga mengucapkan selamat kepada para penyair muda Kendal yang telah berhasil menorehkan tinta kreativitasnya ke dalam sebuah buku sehingga mampu menjangkau publik yang lebih luas.
Malam itu Kalireyeng menjadi saksi atas lahirnya sejumlah penyair muda Kendal. Semoga tonggak bersejarah ini menandai bangkitnya dunia kepenyairan di Tanah Bahureksa setelah sekian lama terkesan “vakum” akibat banyaknya pengarang Kendal yang hengkang keluar kota. Setelah peluncuran buku ini diharapkan penyair-penyair muda terus bermunculan sekaligus bisa memacu adrenalinnya untuk menghasilkan karya-karya kreatif yang tidak hanya dikenal di wilayah Kendal dan Jawa Tengah, tetapi juga berhasil menembus hingga tingkat regional dan internasional.
Ya, malam yang basah akibat guyuran hujan itu, agaknya menandai sastra Kendal yang kian menggeliat. Setidaknya nama-nama penyair muda semacam Moch. Taufiqurrohman, Farhan Satria, Ali Murtadlo, Arifian Sugito, Putri Narita Pangestuti, Any Faiqoh, Ocky Visnu Rinjani, dan Faiz, telah berhasil mengukirkan karyanya dalam peta Kesusastraan Kendal. Malam itu pun jadi panggung terbuka buat siapa saja yang ingin unjuk kebolehan dalam membacakan puisi. Gayung pun bersambut. Setiap kali sang pembawa acara, Faiz, mendaulat pengunjung untuk baca puisi, suasana pun jadi mengharukan, mulai dari Yusuf dan Bambang (pengelola Kalireyeng), Kunarto Nartokusumo, para penyair yang karya-karyanya terantologikan, hingga Kelana (penyair eksentrik yang sekaligus komandan Lestra –Lembaga Sastra Rakyat).
Acara peluncuran dipungkasi dengan penampilan Eko Tunas yang membawakan monolog “Burung Nazar dan Burung Talito” dari Komunitas Suraukami (Semarang). Mengawali pementasan, Rahmad – “komandan” Suraukami—mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada panitia, DK-2, dan pengelola Kalireyeng yang telah memberikan ruang bagi awak Suraukami untuk pentas. Diungkapkan lebih lanjut bahwa Suraukami merupakan sebuah komunitas yang berupaya untuk memadukan antara nilai-nilai kebudayaan dan religi yang lebih merakyat.
“Sekarang ini para kyai dan pemuka agama lebih sering memosisikan diri sebagai entertainer. Mereka lebih suka tampil eksklusif ketimbang mengurus jamaah atau jemaatnya,” selorohnya. Suasana makin syahdu ketika Eko Tunas tampil. Musikalisasi puisi karya Eko Tunas yang musiknya dikemas seperti “karaoke” menjadi pembuka. Dengan tuturan gaya Tegalan, Eko Tunas sanggup “menghipnotis” penonton melalui sentilan-sentilan kritik sosialnya yang jenaka. Sesekali terjadi dialog dengan penonton yang renyah dan “nyantai”. Melalui vokal dan energi yang terjaga sekitar 45 menit, Eko Tunas berhasil memukau penonton.
Ya, ya, agaknya Oktober 2011 ini menjadi bulan “aksi” bagi DK-2. Komisariat DK-2 yang berbasis di 20 kecamatan se-Kabupaten Kendal dan beberapa komite menggelar beberapa pentas seni yang menjadi “unggulan” sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Semoga event-event kesenian dan kesastraan semacam ini masih bisa eksis dan terus tergelar di tengah meruyaknya nilai hedonisme dan kapitalisme yang dinilai mulai mengancam dan menggerus nilai-nilai kearifan lokal. ***
Kelihatannya seru ya, semoga sukses ke depannya.
Hmm.. terlihat seru sekali dan rasanya akan sangat rugi bila tidak melihat secara langsung
semua berawal dari mimpi mas, kemudian bagaimana caranya kita mewujudkan mimpi itu.