2013, Aruh Sastra di Banjarbaru

Kategori Esai/Sastra Oleh

2013, Aruh Sastra di Banjarbaru
Oleh : Ali Syamsudin Arsi

Bila masih saja berpikiran bahwa sastra itu tidak penting maka alangkah tersisihnya sastra, tetapi kata ‘tidak penting’ itu haruslah secepatnya dilenyapkan. Jadi pikiran itu secepatnya disingkirkan dan katakan bahwa sastra itu penting.

Sastra bukan hanya sebuah puisi lalu dibaca dan kemudian dilupakan begitu saja. Sastra bukan hanya sebuah cerita lalu dibacakan kemudian dilupakan bagai angin lalu saja. Sastra bukan hanya bicara tentang perilaku penyair dengan eksentriknya saja tetapi tentu saja ada hal penting di balik ‘kegilaannya’. Sastra bukan hanya dilihat dari sebuah imajinasi yang mengarah kepada pemahaman ‘berhayal dan mengada-ada’ tetapi ia lebih membuka segala sesuatu kepada hal-hal yang terkadang melampaui zamannya, tentu saja ia tetap berdiri di mana ia berpijak.

Di banua kita boleh jadi bertebaran karya sastra, terutama berupa puisi, tetapi masyarakat kita mungkin belum siap untuk membaca puisi-puisi itu secara tekun dan inten. – “Jangankan membaca sebuah puisi, membaca bacaan yang ‘disukainya saja tidak pernah tuntas dibaca’. Bahkan kita masih lebih banyak berbicara dengan menunjukkan bahwa kita adalah pintar dan banyak mengetahui persoalan, dan kita selalu bicara, bukan membaca bukan pula menuliskannya,” kata sebuah suara.

Saya pun memahami bila ada pikiran yang bernada mempertanyakan bahwa karena perhelatan Aruh Sastra di Banjarbaru pada tahun 2013 itu masih lama dan sebelumnya (2012) akan dilaksanakan di Banjarmasin sebagai tuan rumah. “ Mengapa buru-buru membicarakan ini, masih terlalu dini, masih terlalu pagi. Akh, ada-ada saja ini. Nanti sajalah. Santai saja. Kita bicarakan setelah pelaksanaan di Banjarmasin saja. Lihat dahulu bagaimana Banjarmasin melaksanakannya. Mau cari sensasi saja ini. ” Dan, entah suara apalagi dengan ragam kalimat yang berbeda pula.

Sebenarnya saya ingin berkunjung ke ruang Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru. Saya akan bertemu dengan Beliau dan berbincang dengan akrab. Dalam hati saya berharap, “Semoga beliau menerima saya sebagai tamu dalam kedinasan yang akan menyampaikan paparan persoalan kondisi sastra, sastrawan, serta kesastraan di Kota Banjarbaru dalam wilayah Pendidikan Sastra.” Dan itu sebuah harapan, keinginan. Boleh jadi saya tidak sendirian, bila memang diperkenankan saya akan mengajak beberapa Sastrawan/Pegiat Sastra/Pemerhati Sastra Banjarbaru yang lain semisal Arsyad Indradi si ‘Penyair Gila’, Hamami Adaby ‘Penyair Romantis’, Sandi Firly ‘Penulis Novel Rumah Debu’, Harie Insani Putra ‘Cerpenis dan Pemilik Mingguraya Press’, Sirajul Huda ‘Ketua Harian Dewan Kesenian Kota Banjarbaru’, Randu Alamsyah ‘Penulis Novel Jazirah Cinta dan Penjaga Gawang Buku & Sastra’. Saya akan memperkenalkan mereka dan pada intinya berharap Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru menjadi tahu, menjadi mengerti, menjadi paham, kemudian dapat memaklumi lalu bersedia dengan ikhlas, suka cita, melalui kebijakan Beliau akan terjalin kemitraan penuh dan saling percaya. Pertama, mereka yang saya ajak bersilaturrahmi itu adalah sebuah kumpulan potensi yang luar biasa bila diperhatikan dengan sungguh-sungguh, mereka bukanlah penulis dengan tataran yang biasa-biasa saja, potensi yang ada pada mereka dapat dijadikan ujung tombak, semisal dalam hal meningkatkan minat baca para siswa. Mereka motivator handal dan sangat berpengalaman, mereka merasakan langsung apa yang dinamakan berproses dan telah sampai kepada tingkat tertinggi dalam ketrampilan berbahasa, yaitu Ketrampilan Menulis. Berikutnya saya akan sampaikan bahwa ( Kedua ), dalam agenda Aruh Sastra ada yang biasa disebut Safari Sastrawan ke Sekolah-sekolah. Agenda ini bertujuan mempertemukan, memperkenalkan, menjembatani, juga membantu para guru, memacu lebih kencang motivasi, motivasi membaca dan menulis di kalangan para siswa. Kemudian saya membayangkan pembicaraan asyik di ruang Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru tersebut, di samping beliau ternyata kini ada tokoh pendidikan lain yang tidak kalah hebatnya, yaitu Kasi Dikmenum dan Kasi Dikdas. Mereka sangat memperhatikan dan sangat akrab. Sebentar-sebentar mereka ‘manggut-manggut’ (dalam hati saya, semoga mereka benar-benar memahami apa yang sedang diperbincangkan). Kemudian saya membayangkan ketika dengan paparan ringan dan jelas-gamblangnya saat Ketua Harian Dewan Kesenian Kota Banjarbaru mengajak kepada pihak Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru agar bersama-sama mampu mempersiapkan rencana, program, tenaga serta dana untuk pelaksanaan Safari Sastrawan ke Sekolah-sekolah tersebut. Kontribusi pihak Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru sangat ditunggu-tunggu, serius dan jauh-jauh waktu, terinci dan teliti. Ini semua dilakukan agar ketika pelaksanaan Aruh Sastra nanti tidak terjadi diskoordinasi. Rapat demi rapat selalu diagendakan terencana sebaik-baiknya.

Pemahaman awal ini pun sebenarnya dapat pula kami lakukan secara maraton ke pihak lain, ke dinas lain, ke tokoh lain, ke mitra-kerja lain. Sekali waktu kami bertandang dengan Kepala Balai Bahasa Banjarmasin yang ada di Banjarbaru. Sekali waktu kami bertemu dan bicara banyak dengan jajaran Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kota Banjarbaru, saat itu pula berjumpa dengan Kepala Bidang Kebudayaan beserta jajarannya yang dengan antusias tingkat tinggi bersedia memahami, karena ini merupakan kepentingan bersama, bukan hanya untuk para sastrawan sepihak saja. Di waktu yang lain kami juga bercakap-panjang dengan Kepala Perpustakaan Daerah Banjarbaru, akrab santai dan saling membantu.

Saya pun membayangkan bahwa Bapak Kepala Balai Bahasa Banjarmasin bersedia dengan senang akan menggelar agenda Seminar Sastra pada Aruh Sastra itu, dan segala sesuatunya tentu harus dimatangkan lebih awal, mereka akan siap menopang program, tenaga serta dananya. Tentu saja akan berminat sebagai mitra dengan pihak panitia, karena panitia harus meyakinkan terlebih dahulu segala persiapan jadwal dan tempatnya. “Semua harus kita siapkan dengan matang dan terencana.” Kata Bapak Kepala Balai Bahasa Banjarmasin.

Penerimaan hangat juga telah disampaikan oleh Kepala Perpustakaan Daerah Banjarbaru, “Oke, oke, kami akan menanggung segala biaya untuk materi lomba penulisan buku. Kita programkan agar melaksanakan penerbitan buku sebanyak 3 buah seperti yang ditawarkan oleh pihak panitia Aruh Sastra Kota Banjarbaru nantinya, pertama buku kumpulan cerpen hasil lomba, kedua buku kumpulan puisi hasil lomba, dan ketiga buku kumpulan esai sastra atau dapat berupa buku kumpulan puisi hasil dari sumbangan para sastrawan Kalimantan selatan. Dan ada satu buku yang dibicarakan diseminarkan,” kata Kepala Perpustakaan Daerah Banjarbaru dengan penuh semangat.

Di bawah tenda kawasan Mingguraya, saya diundang oleh pihak Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kota Banjarbaru. Sesuai undangan saya datang 5 menit sebelum acara dimulai. Tidak lama berselang datang pula rekan lain, wajah ceria Arsyad Indradi, wajah melankolis Hamami Adaby, kemudian dengan berpenampilan lain Harie Insani Putra yang saat itu mengenakan topi dari purun tas rancel warna hitam dipadu garis-garis merah, ada pula dari arah berbeda Sirajul Huda memakai topi daerah Bugis langkah tegap dan pasti. Kami bersalaman, erat bergetar dalam jabat yang akrab. Lalu ada Selamat Riyadi dari pihak pengundang yang di sebelahnya sangat saya kenal Yayan si Pembetot Bass, pemain band handal kota ini. “Kami atas nama Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kota Banjarbaru menyampaikan ucapan terima kasih, karena undangan kami telah sampai dan kini kita memulai pembicaraan awal untuk melaksanakan bersama-sama agenda penting di kota ini. Tadi pagi Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kota Banajarbaru telah menyampaikan pesan bahwa silahkan dibicarakan semua persiapan yang berkaitan dengan agenda kita ini. Agenda Aruh Sastra Kalimantan Selatan ke-10 yang akan kita laksanakan pada tahun 2013 nanti. Kita akan melakukan pertemuan demi pertemuan secara intens dan terencana, ini semua demi suksesnya acara. Memang benar bahwa pos dana ada pada dinas kami, tetapi akan kita kelola bersama dengan prinsip pemahaman bersama. Satu tujuan bahwa kelancaran, sukses dan tidak menyisakan cela-cela yang akan merugikan kita semua. Tetapi harap dimaklumi bahwa pembiayaan yang begitu besar, sesuai informasi yang kami ketahui dari masukkan beberapa pihak yang dapat dipercaya, maka langkah terbaik adalah mengadakan inventarisasi ke segala kemungkinan. Dan itu harus kita persiapkan jauh-jauh waktu. Jauh-jauh hari, bulan bahkan lewat setahun hitungannya. Kepala Bidang Kebudayaan telah menyampaikan pesan dan pernyataan pula bahwa ini agenda penting. Sastra atau masyarakat sastra memiliki hak yang sama dengan masyarakat yang lain. Olah raga dan sastra adalah dalam satu jajaran yang setara, walau keduanya bergerak pada jalur yang berbeda. Tidak ada yang lebih istimewa di antaranya. Pemahaman ini penting. Olah raga penting. Dan sastra juga penting. Kalau olah raga mempunyai alokasi dana maka mengapa sastra tidak boleh menuntut hak yang sama, apakah ada landasan berpikir yang membedakannya,” Selamat yang duduk di samping Sirajul Huda memulai pembicaraan, santai dan tanpa beban.

“Baiklah, kami atas nama Dewan Kesenian Kota Banjarbaru akan memaparkan persiapan awal, bahkan kami telah pula melakukan pembicaraan pembuka yang berkaitan agenda Aruh Sastra ini ke beberapa instansi terkait, mereka berharap ada pertemuan khusus dan sepakat untuk melancarkan rencana secara bersama-sama. Mereka akan memasukan progam kerja Aruh Sastra ke dalam usulan mereka dan kita harus selalu lebih sering bertemu. Saya juga setuju membicarakan ini lebih awal. Ini agenda besar. Hasil pertemuan demi pertemuan akan kami sampaikan kepada Ketua Umum Dewan Kesenian Kota Banjarbaru yang juga sebagai Wakil Walikota Banjarbaru. Semoga ada komitmen bersama di antara petinggi kota ini.” Selesai Sirajul Huda bicara datanglah dari arah lain HE Benyamine diikuti Isuur Loeweng serta saudara Hamid dan Abdul Marwan, mereka juga para pejabat penting di Dewan Kesenian Kota Banjarbaru. Dalam bayangan petemuan itu, bayangan-bayangan lain pun semakin menggebu-gebu.

/asa, banjarbaru, 24 september 2011

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

29 Comments

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Esai

Go to Top