Pergantian tahun baru Hijrah kali ini ditandai dengan silang-sengkarutnya amosfer zaman yang makin abai terhadap nilai-nilai kesantunan, kearifan, dan keluhuran budi. Hampir di semua lini kehidupan disergap fenomena-fenomena anomali yang membuat dada kita makin terasa sesak. Memudarnya nilai-nilai keteladanan, disadari atau tidak, telah membuat pranata hidup makin kehilangan arah dan acuan. Mereka yang secara sosial seharusnya menjadi anutan, justru makin tenggelam ke dalam sikap-sikap pragmatis yang menghamba pada kepentingan-kepentingan politik praktis.
Kaum elite di negeri ini bukannya menciptakan suasana aman bagi kawula-nya, melainkan justru cakar-cakaran untuk mempertahankan gengsi kelompok dan kepentingan-kepentingan sesaat. Hampir sulit ditemukan lagi sosok negarawan yang visioner dalam mengelola negara. Yang gampang ditemukan hanyalah sosok petualang yang fasih membangun citra, tetapi gagal melakukan aksi-aksi yang mengagumkan dan terpuji di mata rakyat.
Mungkin ada benarnya kalau ada yang bilang, saat ini kita tengah memasuki peradaban yang sakit. Maraknya mafia hukum dan peradilan, aroma korupsi yang membadai, hilangnya sikap empati dan keteladanan, amburadulnya proses rekruitmen pejabat negara, diabaikannya hak-hak anak miskin dan telantar, serta berbagai perilaku kongkalingkong busuk lainnya, mencerminkan betapa negeri ini memang sedang dihinggapi berbagai penyakit sosial, politik, budaya, hukum, atau ekonomi.
Dalam kondisi seperti itu, tidak ada salahnya kalau momentum pergantian tahun hijrah kali ini kita bersama melakukan hijrah rohaniah dan spiritual secara kolektif untuk mencegah agar penyakit yang disandang bangsa ini tidak kian mewabah. Di tengah kultur masyarakat kita yang cenderung paternalistis, hijrah rohaniah dan spiritual ini akan lebih bermakna jika para pemimpin dan kaum elite kita memberikan keteladanan. Secara sosial, keteladanan ini akan memberikan imbas luar biasa dari lini ke lini masyarakat. Jangan sampai terjadi, retorika dan slogan selalu diangkat tinggi-tinggi semata-mata hanya sekadar untuk membangun citra diri.
Nah, Selamat Tahun Baru 1432 Hijrah, semoga kita benar-benar sanggup melakukan hijrah rohaniah dan spiritual dalam arti yang sesungguh-sungguhnya. ***
good post.
kini, tidak banyak lagi orang dapat memaknai esensi hijrah. yang ada hanya hura2 dalam memaknai pergantian tahun
seperti itulah yang sering kita saksikan, mas. semoga saja ndak sampai terjebak ke hal2 yang negatif.
hijrah memiliki makna luar biasa, tetapi kini malah hilang makna tsb
mudah2an, setidaknya utk diri kita masing2 ndak sampai kehilangan makna hakikinya, mas.
waahh.. benar2 tulisan yang bagus om, 🙂 🙂
biasa saja, mas. terima kasih atas apresiasinya.
Hijrah boleh-boleh saja asalkan menuju pada peningkatan kebaikan, jangan sampai hijrah menuju kemunduran.
setuju banget, mas amin. idelanya memang demikian.
Nice info…thanks.
Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia
Indonesia Siap Bersaing di SERP