Dari Rakor OSI, Kerja Bakti, hingga Ketemu Pakdhe Cholik

Kategori Blog Oleh

Jumat-Sabtu, 22-23 Oktober yang lalu, saya kembali diundang ke Jakarta untuk mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) menjelang Final Olimpiade Sastra Indonesia (OSI) Tingkat SD/MI Tahun 2010 yang rencananya akan berlangsung di Hotel Garden Palace, Jalan Yos Sudarso No. 11, Surabaya, pada tanggal 9 s.d. 14 November 2010. Rakor yang dipimpin oleh Ketua Dewan Juri, Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, guru besar, sastrawan, dan pengamat sastra dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu telah berhasil menyusun teknik pelaksanaan olimpiade yang akan diikuti oleh 40 finalis. Hasil Rakor akan dijadikan sebagai acuan pelaksanaan final OSI, sehingga kegiatan yang dimaksudkan untuk memperkuat basis pendidikan karakter sejak dini kepada anak-anak masa depan negeri ini benar-benar bisa berlangsung sukses, baik penyelenggaraan maupun hasilnya.

40 finalis yang akan berlaga dalam event OSI yang baru pertama kali digelar tersebut berasal dari Sumatra Utara (2), Riau (1), Sumatra Selatan (1), DKI Jakarta (2), Jawa Barat (5), DI Yogyakarta (11), Jawa Tengah (7), Jawa Timur (7), Kalimantan Timur (2), dan Sulawesi Selatan (2). Secara tekstual, naskah ke-40 finalis inilah yang dinilai oleh dewan juri memiliki tingkat kelayakan untuk dipertarungkan dalam babak final. Mereka akan diuji di depan dewan juri yang terdiri dari unsur guru, sastrawan, budayawan, dan akademisi yang memiliki kualifikasi dan reputasi di bidang sastra untuk “mempertanggungjawabkan” orisinalitas karyanya melalui uji apresiasi dan ekspresi. OSI yang digelar oleh Direktorat Pembinaan TK/SD, Ditjen Mandikdasmen, Kemdiknas tersebut menyediakan 20 medali untuk diperebutkan, yakni 3 medali emas, 7 medali perak, dan 10 medali perunggu.

Melalui OSI, para siswa sejak dini dipacu untuk melakukan olahrasa, penalaran, dan kreativitas, sehingga kelak mereka menjadi generasi pemikir yang berbudi pekerti mulia dan kreatif dalam membangun peradaban Indonesia. Hal ini senada dengan tema yang diusung dalam event OSI tahun ini, yaitu “Melalui olahrasa dan nalar kita tingkatkan kreativitas siswa dalam sastra untuk mencintai bahasa dan budaya Indonesia”.

osiosiosiosi

Nah, kepada para finalis, saya ucapkan selamat berlaga dalam Olimpiade Sastra Indonesia (OSI) di Surabaya, pada tanggal 9 s.d. 14 November 2010, semoga lancar dan sukses dalam mengikuti semua tahapan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Keesokan harinya, Minggu, 24 Oktober 2010, saya mengikuti kerja bakti di kampung untuk memperbaiki badan jalan di lingkungan RT yang sudah mulai keropos tergerus panas dan hujan. Dengan semangat kebersamaan, segenap warga turun ke jalan untuk membuat adonan material, mengusung, dan meratakannya di atas badan jalan yang keropos. Terik matahari yang menyengat bukan halangan bagi kami untuk terus bekerja bakti. Dengan semangat yang guyup, ternyata pekerjaan yang berat pun terasa menjadi lebih ringan.

osiosi

Kegiatan ini memang sudah ditetapkan sebagai keputusan RT dalam forum rapat yang rutin digelar tanggal 5 setiap bulannya. Bisa saja kami memanggil tukang untuk merehab jalan kampung. Namun, alternatif itu bukan pilihan kami. Alasan utamanya untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan semangat gotong-royong dan kebersamaan yang selama ini dinilai mulai luntur akibat sergapan nilai-nilai pragmatis yang demikian gencar menggoyang sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan tetap memilih untuk melaksanakan kerja bakti, warga sepakat untuk memberikan keteladanan kepada kaum remaja dan anak-anak bahwa nilai kegotongroyongan dan kebersamaan itu belum mati. Alhamdulillah, meski sedikit capek, rehabilitasi badan jalan yang dikerjakan secara gotong royong akhirnya kelar juga ketika matahari tepat berada di atas ubun-ubun.

Nah, rasa capek mendadak hilang ketika usai shalat Zuhur, saya mendapatkan telepon dari Pak Marsudiyanto yang mengabarkan bahwa Pakdhe Cholik, blogger “sepuh” dari Surabaya tengah bersilaturahmi ke rumahnya. Setelah beristirahat sejenak, sekadar untuk meluruskan encok yang pegel-linu, hehe …, saya langsung melaju ke kediaman Pak Mars.

Woi, ternyata di sana tengah terjadi kopdar yang seru. Terlihat wajah-wajah sumringah ketika saya datang bergabung. Pak Sholeh, Pak Wandi, Pak Marsudiyanto, Pakdhe Cholik, Bu Marsudiyanto, dan Bu Cholik ternyata sudah terlibat dalam obrolan yang cukup intens beberapa jam sebelumnya. Meski baru pertama kali bertemu dengan Pakdhe Cholik, saya merasa sudah amat bersahabat dengan Beliau, karena penampilannya sama persis dengan gambar yang sering Beliau pajang di blognya. Inilah nilai plus seorang blogger yang tidak pernah ber-anonim. Tipe blogger semacam ini, dalam pandangan awam saya, lebih menjanjikan nilai persaudaraan, persahabatan, dan keterbukaan, lantaran tak pernah bersembunyi di balik nick-name yang kadang-kadang sering membuat kita bingung mengenal sebagian jati dirinya.

Secara bergantian, kami terlibat dalam obrolan ringan tentang dunia blog, persoalan “klasik” yang sering muncul di tengah-tengah event kopdar; mulai soal plugin, script, kode html/xhtml, mesin blog, paypal, hingga review penghasil dolar. Sesekali, terdengar tawa renyah. Meski demikian, sesekali Pakdhe Cholik juga menunjukkan kesan serius.

“Saya pernah buat postingan khusus untuk menyentil blogger yang merasa dirinya hebat. Kita sudah repot-repot berkunjung dan berkomentar di blognya, eee …. ternyata dianya ndak melakukan kunjungan balik, hehe …,” sela Pakdhe Cholik dengan nada serius. “Memangnya kita blogger murahan?” sambungnya sembari tertawa. Kami semua tertawa lepas merespon pernyataannya. Saya makin kagum dengan aktivitas Pakdhe Cholik dalam ngeblog. Agaknya, beliau tergolong tipe blogger yang sangat menghargai dan mengapresiasi nilai-nilai silaturahmi. Baca saja kontes-kontes unggulan yang sering digelar di BlogCamp. Beliau tak segan-segan memberikan “tali asih” untuk merekatkan tali silaturahmi itu. Sungguh, di blog beliau, kita benar-benar merasakan suasana egaliter; tak ada perbedaan status dan embel-embel senioritas atau yang lain. Sebuah sikap visioner yang layak diteladani.

osiosi

Sayangnya, belum puas saya ngobrol dengan Pakdhe Cholik, Beliau keburu mohon diri dan dengan terpaksa tidak bisa pinarak ke gubug saya. Setelah membaca postingan Pak Mar dan Pakdhe Cholik, ternyata Pakdhe Cholik sudah berada di rumah Pak Mar sejak pukul 10.00 ketika saya bersama-sama warga yang lain tengah berkutat dengan semen, pasir, dan batu koral, hehe …. Walah, Pak Mar baru mengontak saya ketika habis shalat Zuhur. Bagaimana toh ini? Padahal, jarak kediaman saya dengan rumah Pak Mar tidak jauh-jauh amat, hehe …. Meski tidak bisa lama ngobrol bareng dengan Pakdhe Cholik, alhamdulillah saya sudah bisa ketemu langsung dengan sosok purnawirawan TNI yang memanfaatkan blog untuk menyalurkan hobby menulis, menambah teman, dan membuat hidup semakin berwarna-warni itu.

Mudah-mudahan ketika di Surabaya nanti, saya masih memiliki kesempatan untuk kembali bertemu dengan Pakdhe Cholik. Sugeng kondur dhateng Surabaya, Pakdhe, rahayua ingkang sami pinanggih, widada nirhing sambikala! ***

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

51 Comments

  1. “Saya pernah buat postingan khusus untuk menyentil blogger yang merasa dirinya hebat. Kita sudah repot-repot berkunjung dan berkomentar di blognya, eee …. ternyata dianya ndak melakukan kunjungan balik, hehe …,” sela Pakdhe Cholik dengan nada serius.

    ===

    duadua: bukan saya lho pak, saya tidak hebat, saya cuma rakyat jelata di rimba dunia maya ini. tapi masalah nick name, kok saya jadi malu, hehehehe

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Blog

Setelah 9 Tahun Ngeblog

Juli 2007 merupakan saat pertama saya belajar ngeblog (=mengeblog). Sering berganti-ganti engine,

Enam Purnama Tanpa Jejak

Sudah enam purnama, saya tidak meninggalkan jejak di blog ini. Sejatinya, enam
Go to Top