Siapa bilang negara kita itu miskin? Tanya saja kepada KPU. Lembaga yang satu ini agaknya punya lumbung duwit. Sekadar untuk upacara pelantikan wakil rakyat saja, mereka tak segan-segan menggelontorkan dana 11 milyar. Byuh! 1 Oktober 2009, bisa jadi menjadi momen yang sangat dinantikan oleh para calon anggota DPR dan DPD terpilih yang memang sudah lama mengincar kursi yang amat “keramat” dan “sakral” itu. Untuk mendapatkan kursi itu, mereka tak segan-segan mengumbar janji di atas mimbar kampanye dan senantiasa berteriak lantang untuk melakukan sebuah perubahan. Masih jelas terngiang dalam gendang telinga kita, betapa mereka akan bersikap amanah dan istikomah terhadap janji yang telah mereka ikrarkan.
Namun, pengalaman jelas-jelas menunjukkan, janji-janji yang mereka obral tak lebih dari sebuah isapan jempol. Alih-alih menyetiai janji, sekadar rapat saja mereka lebih sering mangkir. Banyak keputusan tertunda karena rapat tidak memenuhi qourum. Tak berlebihan jika sekian draft undang-undang yang masuk ke meja kerja, hanya beberapa di antaranya yang gol menjadi UU. UU yang telah disahkan pun konon dari sisi kualitas masih banyak yang tidak aspiratif terhadap kehendak rakyat. Yang tak kalah menyedihkan, tak sedikit anggota dewan yang tersandung persoalan hukum, mulai korupsi, suap, mark-up anggaran, hingga perselingkuhan.
Dari sisi ini, sungguh ironis kalau upacara pelantikan saja mesti menelan biaya se-gedhe itu kalau pada kenyataannya kinerja mereka belum benar-benar teruji. Karena hal ini berkaitan langsung dengan kepentingan sang wakil rakyat, mengapa tidak menggunakan biaya sendiri? Kenapa jaket, penginapan, akomodasi, dan thethek-bengek-nya mesti menggunakan uang rakyat? Di mana kepekaan dan kepedulian negara terhadap nasib jutaan rakyat yang masih terlunta-lunta meratapi nasib hidupnya yang kurang beruntung? Kenapa harus ada jor-joran duwit hanya sekadar untuk keperluan seremonial yang tak langsung bersentuhan dengan kepentingan rakyat?
Saya bukannya alergi terhadap prosesi seremoni semacam itu. Sebagai simbolisasi bahwa mereka benar-benar resmi telah menjadi wakil rakyat, upacara “penahbisan” agaknya masih diperlukan untuk menyatakan ikrar dan sumpah bersama. Namun, sekali lagi, upacara tak harus dengan cara jor-joran semacam itu. Sikap bersahaja, sebagaimana yang selama ini digembar-gemborkan di tengah jutaan rakyat, pada akhirnya hanya akan terapung-apung dalam bentangan slogan belaka. Kaum elite yang seharusnya menjadi anutan sosial dalam mempraktikkan pola hidup bersahaja justru malah suka pamer kemewahan dan atribut keglamoran di tengah derita rakyat.
Para calon wakil rakyat yang akan dilantik, mestinya harus sering “turba”, turun ke bawah untuk menyaksikan nasib rakyat secara langsung di lapisan akar rumput yang terus didera nasib tak menentu. Lihat juga nasib petani yang gagal panen akibat mahalnya harga pupuk. Belum lagi jutaan penganggur yang terpaksa harus menjadi beban keluarga dan masyarakat akibat langkanya lapangan kerja. Kalau saja para calon wakil rakyat yang terhormat itu mau sedikit menyisihkan kepekaan dan kepedulian terhadap nasib rakyat, mereka pasti akan merasa malu dilantik dengan prosesi yang sarat nilai hedonisme di tengah nasib jutaan rakyat yang menggelepar di lumpur kemiskinan. Bahkan, mungkin akan menolak dan sepakat secara kolektif untuk mengembalikan anggaran pelantikan itu ke kas negara.
Sungguh, sebuah drama politik yang benar-benar ironis. Kita berharap, anggaran pelantikan masih bisa diperketat, hingga akhirnya masih ada sisa dana yang terselamatkan. Syukur- syukur para calon wakil rakyat kita yang terhormat itu dengan amat sadar mau mengeluarkan dana dari koceknya sendiri untuk kepentingan pelantikan mereka. Kalau ini terjadi, insyaallah, rakyat akan benar-benar angkat topi dan mendukung kinerja mereka hingga akhirnya bisa menyelamatkan masa depan bangsa yang (nyaris) hancur akibat badai krisis multidimensi dan deraan bencana yang terus terjadi dan terus berulang. ***
bener banget tuh komentarnya
iyach benar sekali pak,
ubuntu memang bagus..:)
minta tlg agan2…
saya mau tanya OS yang bagus pa ya gan
os? kalau menurut saya sih tergantung selera dan lebih firendly yang mana? kalau saya pakai os ubuntu yang bebas virus dan yang pasti bukan bajakan.
Apalagi skrg ada dana aspirasi, kacau gan.
What are costs for scoring state tests? Do schools bear them?