Terima Uangnya, Jangan Contreng Namanya!

Menjelang Pileg (Pemilu Legislatif) 9 April 2009, suasana persaingan antarcaleg dipastikan akan semakin seru. Para calon wakil rakyat akan berupaya dengan berbagai cara untuk menarik simpati rakyat. Salah satu cara klasik yang sering mereka tempuh adalah politik uang. Tak sedikit mereka yang sangat berambisi untuk meraih kursi menggunakan cara-cara naif semacam itu. Maklum, kursi wakil rakyat memang menggiurkan.

Konon, tak hanya gaji bulanan dan fasilitas serba wah yang bisa mereka dapatkan, tetapi juga berbagai tunjangan yang bisa untuk hidup berlebihan. Bahkan, bagi wakil rakyat yang tak tahan godaan, mereka tak segan-segan berkongkalingkong untuk menambah pundi-pundi kekayaan melalui jalan korupsi. Tertangkapnya beberapa wakil rakyat yang diduga menilap uang negara mengindikasikan hal itu. Demikian memesonanya daya pikat kursi wakil rakyat dengan segenap gelimang kemewahannya, sampai-sampai mereka tega mengingkari suara rakyat yang telah memilihnya.

Konon, kekuasaan dan korupsi ibarat dua sisi dalam satu keping mata uang logam. Kekuasaan itu cenderung korup, demikian kata Lord Acton. Suara profetik yang pernah dilontarkan oleh Lord Acton yang memperingatkan agar penguasa –meminjam istilah J. Kristiadi– yang berkubang dalam kenikmatan kekuasaan harus berhati-hati karena berada dalam genangan godaan melakukan korupsi yang mempunyai daya rusak amat dahsyat, seolah-olah telah berubah jadi –maaf– kentut. Berbau busuk, tapi dengan cepat terlupakan. Konon, suara bijak Lord Acton itu merupakan penggalan surat yang ditujukan kepada Uskup dan sejarawan Inggris, Mandell Creighton (1843-1901) ketika terjadi krisis Gereja Katolik tahun 1870. Intinya, Acton tidak setuju dengan hukum gereja yang memberikan privilese kepada Paus (Pius IX) yang tidak dapat bersalah dalam menentukan doktrin dan ajaran Gereja Katolik. Meski berada dalam konteks yang berbeda, ungkapan Lord Acton idealnya menjadi ”warning” buat para wakil rakyat agar tak sewenang-wenang dalam memainkan kekuasaan yang berada dalam genggaman tangannya.

Mengingat daya rusak korupsi yang demikian dashyat dalam kehidupan berbagsa dan bernegara, maka kita perlu waspada terhadap ulah caleg menjelang Pemilu. Kalau mereka bagi-bagi uang, kita terima saja, tetapi jangan contreng namanya. Tindakan ini justru sebagai salah satu upaya menyelamatkan bangsa dari perilaku korup yang kemungkinan akan berlangsung dalam lingkaran dan singgasana wakil rakyat. Kejamkah kita? Saya kira tidak! Itu konsekuensi dan sekaligus sebagai sanksi moral dan sosial terhadap caleg yang suka mengumbar ambisi berlebihan hingga terpaksa jadi dermawan dadakan tanpa diimbangi track-record dan integritas kepribadian yang bagus. Kalau pada akhirnya tak terpilih, itu risiko politik yang harus mereka tanggung.

Untuk membedah fenomena ini, kita tak perlu memakai teori politik yang muluk-muluk. Logika masyarakat awam seperti saya agaknya sudah bisa digunakan untuk menebak ke arah mana bandul politik para caleg kita yang mau susah-susah menggelontorkan sejumlah uang untuk mendulang suara rakyat itu hendak diarahkan. Apalagi, kalau bukan untuk menggapai singgasana kekuasaan sebagai wakil rakyat yang menjanjikan kemewahan berlebihan itu. Ibarat dagang sapi, mereka berharap modal yang telah dikeluarkan segera kembali. Kalau bisa meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Peluang korupsi semacam itu jelas makin terbuka lebar ketika mereka banar-benar jadi wakil rakyat.

Rasanya sungguh mustahil di negeri ini muncul dermawan dadakan menjelang Pemilu kalau sasarannya bukan untuk menuntaskan ambisi politik meraih kursi wakil rakyat. Logika kita jelas masih mempertanyakan itikad baik para caleg yang mau bagi-bagi dhuwit itu. Kenapa empati mereka tidak ditunjukkan kepada para korban ketika negeri ini dirundung bencana? Kenapa selama ini mereka tutup mata dan tega membiarkan anak-anak jalanan terlunta-lunta dipanggang terik matahari?

Tanpa bermaksud berprasangka buruk, sungguh celaka kalau kita salah memilih caleg bergaya Machiavelli dan hedonis semacam itu. Dari sekian caleg, pasti masih ada caleg berhati lurus, bersih, dan jujur yang semata-mata hendak memperjuangkan rakyat yang diwakilinya, bukan memburu kenikmatan ”semu” yang sungguh-sungguh bertentangan secara diametral dengan keinginan rakyat banyak.

Sekadar informasi, berikut ini saya kutipkan tahapan Pemilu yang dimuat di Kompas (10 Maret 2009)

  • 12 Juli 2008-5 April 2009: Pelaksanaan kampanye (rapat tertutup)
  • 16 Maret-5 April 2009: Pelaksanaan kampanye (rapat umum/terbuka)
  • 6-8 April 2009: Masa tenang
  • 9 April 2009: Pemungutan suara
  • 19 April 2009: Penetapan hasil Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota
  • 24 April 2009: Penetapan hasil pemilu anggota DPRD provinsi
  • 9 Mei 2009: Penetapan hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPR kabupaten/kota secara nasional
  • 15-17 Mei 2009 Penetapan perolehan kursi untuk parpol peserta Pemilu DPRD kabupaten/kota
  • 17-18 Mei 2009: Penetapan perolehan kursi untuk DPRD provinsi, penetapan dan pengumuman calon terpilih DPRD kabupaten/kota
  • 19-20 Mei 2009: Penetapan perolehan kursi DPR dan DPD, penetapan dan pengumuman calon terpilih DPRD provinsi
  • 21-24 Mei 2009: Penetapan dan pengumuman calon terpilih DPR dan DPD.

Nah, selamat menyambut pesta demokrasi! ***

No Comments

  1. pemilu kemarin 50ribuan plus sembako menjadi menu serangan fajar. besok menunya pa ja ya. kalau paketnya 100 lembar seratusan ribu plus hp nokia seri terbaru dicontreng nggak Pak… 🙂

  2. wah betul sekali pak..ambil duitnya (oppss) maklum buat beli bawangkhan lumayan ..”dasar ibu2″..
    coz..kemarin saya sempat dapat ..didalamnya bukan uang ,cuman kerudung (jilbab) plus ada embel2nya salah satu caleg…ya..diambil aja jilbabnya khan bisa buat pengajian..trus calegnya lupa ..:D

    Baca juga tulisan terbaru diah berjudul Menang Kontes Cerita Blogger

  3. Kalau menurut saya, terima saja uangnya, tapi jangan digunakan untuk kepentingan sendiri atau keluarga. Berbahaya! Barangkali uang panas yang tidak membawa berkah. (Maaf, jadi suuzhon). :mrgreen: Lebih baik, uangnya diberikan kepada orang yang lebih memerlukan. Terus, jangan contreng orang dan partainya!

    Baca juga tulisan terbaru racheedus berjudul Ustaz Sumar: Korban Kekejaman Politik Masa Lalu

  4. Sistem pilih caleg langsung memang mengundang cara-cara seperti ini, Pak Guru!

    Yang lebih saya herankan, mereka kok ya sepertinya nggak keabisan uang gitu lho 🙂

    Baca juga tulisan terbaru DV berjudul Pertanyaan Terbuka

  5. rasanya kita harus mulai beranjak sedikit pak: tak terima uangnya, tak coblos orangnya. menerima uang dari caleg juga tak mendidik. menerima uang dari caleg akan mengajari mereka korup.

    caleg bukan eksekutif yang bisa membelanjakan anggaran negara atau daerah. caleg adalah legislator. pembuat undang-undang dan pengawas eksekutif.

    kalau kita ingin berubah sedikit: jangan memberi garansi apapun untuk membenarkan caleg kelak berbuat korup.

    stop terima uang. stop kirim proposal jalan desa atau tempat ibadah. stop mencoblos, eh. keceplosan.

    Baca juga tulisan terbaru masmpep berjudul demi buku

  6. Betul sekali Pak, setuju…
    Ambil uangnya jangan contreng namanya…

    Biar dia habis modal dan tidak terpilih akhirnya jera mencoba menyogok rakyat untuk terpilih jadi aleg..kalau tidak begitu kapan lagi kongkalikong pemilu ini berhenti…

    Makanya saya pribadi sedang memikir-mikir untuk golput..
    alasannya:
    1. Calon yang ada saya nggak kenal kecuali nama
    2. Kalau salah pilih takut dosa kalau yang saya pilih berbuat KKN
    3. Caleg / partai yang ada menawarkan hal yang biasa-bisa saja
    4. Kebanyakannya hanya menjual jargon jarang sekali menawaran program yang dapat diukur berhasil tidaknya..
    5. dan segudang alasan pribadi lainnya

    Baca juga tulisan terbaru Syams Ideris berjudul Aku, Blog dan Pekerjaan

  7. status sosial mempengaruhi watak sosial
    kalau statusnya sudah jadi anggota dewan yang terhormat sangat mungkin wataknya pengin terus dihormati & malahan melupakan semua janji 😥
    & sesuai hukum laba rugi sudah melempar umpan begitu banyak haruslah mendapat ikan yang jauh lebih besar… hmm repot nih mau milih siapa

    Baca juga tulisan terbaru tomy berjudul MISTIK ADALAH …

  8. politik uang semacam ini agaknya sudah berurat berakar di dalam setiap pemilihan, bukan hanya di indonesia, juga di negara-negara lain. yang saya herankan, bukankah manusia belajar dari pengalaman? kalau rakyat telah pintar memanipulasi kedermawanan mereka dengan menerima tanpa memberi balasan (berupa suara), mengapa para caleg ini tak kunjung belajar bahwa pemberian yang bersifat materi adalah sangat fana.

    tapi mungkin itu semata-mata menggambarkan apa yang ada di pikiran mereka, pak. perbuatan merefleksikan pikiran dan hati, bukan? kalau di kepalanya berseliweran masalah dhuwit dan materi saja, bukan tak mustahil itu pula yang tampak dalam perbuatannya.

    ngemeng-ngemeng, pak sawali udah terima apa aja? :mrgreen:

    Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul Soal Libur Panjang

    1. @marshmallow,
      itu dia persoalannya, mbak yulfi kalau orientasi jadi wakilrakyat bukan murni karena ingin memperjuangkan rakyat, tapi ingin dapat fasilitas dan berbagai kemudahan lainnya. duh, hingga sekarang ndak ada yang ngasih apa pun,mbak, hehehe ….

  9. Ping-balik: Moh Arif Widarto
  10. iya sih, smuanya memang ada kepentingannya. bahkan saya sampai ingin tertawa saat membaca sebuah tulisan ada salah satu caleg yang katanya peduli pendidikan akhirnya membagikan pensil gratisan… hehee, idenya sih menarik. tapi entah setelah itu bagaimana…

    kayaknya tetap ada kepentingan

    Baca juga tulisan terbaru antown berjudul Hejis itu Heru Puji Winarso

  11. Kata Guru saya Politik itu buta, yang ada hanyalah sebuah kepentingan yang abadi, dan jika politik sudah pakai duit, wah sudah pasti maksudnya juga macam-macam, makanya saya juga setuju, terima uangnya jangan pilih yang kasih uangnya

    Baca juga tulisan terbaru Novianto berjudul Rindu pengayom dan penyejuk hati

  12. saya anti kampanye…!!!

    btw pak,
    saya belum nemu jalur sastra ‘komunitas’ ke mana ya?
    anak seumuran saya gak ada yang suka jadi gak bisa share…
    bahas dong pak komunitasnya…

    Baca juga tulisan terbaru moerz berjudul Antara Diam

  13. Hmmm…betul, ambil dhuwitnya nggak usah contreng orangnya, soalnya yang kayak gitu kalau terpilih jadi anggota legeslatif pasti bakal korupsi.

    masih lebih mulia orang2 seperti “suster apung”, “Bidan Aminah”, “Sugeng Siswoyudhono” si kaki palsu dan pahlawan2 lainnya, mereka bukan mengharap uang, mereka nggak haus kekuasaan, tapi mereka berbuat sesuatu untuk orang lain.

  14. hahaaa….
    mungkin jika emang harus begitu (minta duit para caleg), enak juga sih mas sawali..
    cuma yg menjadi masalahnya adalah para caleg2 yg harus keluar duit utk mencari dukungan, berarti caleg itu udah ga benar lagi, kenapa ??
    klo semisal dia menang, maka langkah awalnya adalah mencari dan mengembalikan duit kampanye yg diutangnya hehheee, pastinya korupsi….
    *inilah keadaan yg miris sekali diindonesia

  15. setuju mas, saya tuh berencana mau memfhoto baligo caleg dengan sampah yang berserakan ntar sabtu nih…hihihi buat postingan senin depan biar pada nyaho mereka tuh

    Baca juga tulisan terbaru Omiyan berjudul Apa Lho…!!!

  16. Saya pernah naik taksi, sopirnya cerita bahwa selama mendekati pemilu ini rejekinya nambah. Saya pikir karena penumpang tambah banyak yang naik taksinya, ternyata dia cerita, sering menghadiri acara yang diadakan oleh parpol, dan biasanya ada bagi uang. Dan juga dapat kaos, sehingga di rumah nya banyak kaos dari berbagai gambar parpol.

    Terus saya tanya,”Lha bapak apa nggak bingung nanti pilih mana?” tanya saya. Jawabnya,” Hidup mati saya untuk partai X.” (sambil menyebut nama parpol).

    Baca juga tulisan terbaru edratna berjudul Kecetit

    1. @edratna,
      wah, ternyata makin banyak rakyat yang ndak mau dikibuli lagi sama politisi, ya, bu, hiks. mereka datang agar dapat duwit, tapi soal milih, ternyata mereka dah banyak yang punya pilihan sesuai dg selera politiknya.

  17. Salam
    Biasalah Pakde mau pemilu kan serba dadakan, mendadak baik hati ,mendadak banyak duit buat dibagi-bagi 🙂
    nanti klo dapet kusri mertak juga bisa mendadak kaya 😆

    Baca juga tulisan terbaru nenyok berjudul Rimba Belantara

  18. kalau ada maunya aja mereka menjadi dermawan dadakan, setelah mendapatkan yang diinginkan mereka pasti langsung lupa pada rakyat kecil yang memilihnya

    Baca juga tulisan terbaru meylya berjudul Bulan Purnama

  19. Teman saya bilang: jaman sekarang itu ‘kan kalo bahasa jawa-nya = JAMAN SAK-IKI ; JAMAN SAK IKI… UJUNG-UJUNGNYA = SAK (saku)… 😆
    Guyonan getir sbg ekspresi frustrasi. 🙁

  20. QUOTE asli Lord Acton itu sudah saya tempel di kamar sejak SMA. Bahkan sekarang di kamar kost di Yogya pun karton bertuliskan QUOTE tersebut tetap saya tempel. Itu sekadar mengingatkan saya agar nggak terjun terlalu jauh ke dalam politik praktis. :mrgreen:

    Inilah, pak… ketika hampir semua partai mencoba menjelma menjadi “Partai Massa”, partai yang mampu mempunyai massa terbesar dan konsentrasi pada pengumpulan massa tanpa melakukan seleksi dan kaderisasi yang ketat dalam penjaringan caleg-calegnya. Asal ada uang, seseorang bisa jadi caleg. Partai nggak ketat dalam mendisiplinkan anggotanya… 🙁

    Baca juga tulisan terbaru Goen berjudul Pembenaran Di Dalam Belukar

  21. Ya, memang dari dulu sy ngga suka politik-politikan. Caleg yang gak ketahuan akhlaqnya ngaku2 yang terbaik, pendidikan gratis lah, kesehatan gratislah, walah ngga percaya.

    Sori ya mas kalo commentku rada2 keras buat mereka, soalnya ana dah lihat banyak contoh caleg yang ancur tapi ngaku2 baik. Seorang penipu di dekat rumah saya di Makassar yang membawa lari uang orang banyak ternyata ikut mencalonkan diri.

    Baca juga tulisan terbaru docran berjudul How do you pick motorcycle gloves ?

  22. iya Pak….
    saya mencontreng yang paling sesuai dengan hati nurani, bukan karena uangnya.
    yah, seandainya ada yang mau mberi uang, ndak nolak tuh. tapi tetep, kalo ada uangnya, berarti ndak dicontreng. :mrgreen:

    Baca juga tulisan terbaru denologis berjudul Mosi Tidak Percaya

  23. pak, yang namanya jadi caleg itu kayak memulai usaha baru. butuh modal yang besar untuk dapat hasil yang besar pula. hehehe… .

    anggota legislatif adalah lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat indonesia untuk saat ini.

    Baca juga tulisan terbaru ma6ma berjudul GOLPUT JUGA PILIHAN POLITIK

  24. Kalo saya liat yang seperti itu saya malah tertawa pak..

    Sampe begitunya menarik perhatian rakyat, padahal suara hati rakyat ga bisa dibeli

  25. Bukan Pak Sawali kalok nggak piawai pancing opini, he he he…. Salut buat Pak Guru, selamat pagi. Saya juga “mathuk” pada argumentasi Anda. Boleh nitip dikit nggih, Pak? “Silakan ompreng duwitnya, jangan contreng orangnya, contrenglah sesuai nurani Anda” *halah*
    Sembah nuwun Pak Guru.

  26. Yaaa.. Jaman skarang emang gitu.. Kalau kampanye pasti ngasih duit, sembako, kaos, topi, dsb.. Ntar pas sdh trpilih, dia malah korupsi (saking banyaknya yang udah dibagi-bagiin waktu kampanye).. Haduh.. Kasian yang milih dia..
    Mending milih sesuai hati aja.. 🙂 Tapi kalo nda’ ada yg cocok ya nda usah milih.. Pengaruhnya nda’ begitu besar koq..

  27. Setuju, terima uangnya contreng calonnya yang paling baik diantara mereka. karena mungkin semuanya nyebar duit, jangan sampai ga milih aliyas golput, sayang.

  28. saya kemarinnya ada acara gethering dengan memperindag di unisula semarang, nah kebetulan berangkatnya bareng rombongan, eh dalam bis itu banyak orang yang menyinggung soal amplop dan mengharap pulangnya menerima amplop, inilah akibat dari aksi para calon pemimpin kita yang selalu mengajari sebar duit dalam pemilu.

Tinggalkan Balasan ke Sawali Tuhusetya Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *