Prostitusi Pelajar dan Beban Sosial Bangsa

Berita “Metropolitan” Kompas (27/2/2009, halaman 27) sungguh menyentakkan nurani kita. Sebuah jaringan prostitusi yang ”menjual” pelajar SMP dan SMA sebagai pekerja seks komersial (PSK) berhasil dibongkar aparat. Dalam berita itu dikabarkan, tiga anak berstatus siswi SMP dan SMA bisa dipesan dengan tarif Rp500.000,00-Rp1 juta. Sungguh, ini sebuah berita yang membuat dada kita terasa sesak. Seks yang dulu ditabukan bagi anak-anak, kini justru menjadi demikian terbuka sebagai ajang komersialisasi dan praktik pelacuran. Kasus semacam itu mungkin bukan satu-satunya yang pernah terjadi di negeri ini. Bahkan, bisa jadi seperti fenomena gunung es; makin ke bawah kian membesar dan meluas.

Sesungguhnya, apa yang sedang terjadi di negeri ini sehingga seks yang sakral sudah berubah menjadi perilaku yang profan dan murahan? Sudah demikian parahkah moralitas sebagian pelajar putri kita sehingga mereka rela menggadaikan ”mahkota”-nya demi memanjakan nafsu lelaki hidung belang?

Ya, ya, ya, prostitusi agaknya bukan persoalan yang mudah untuk dihilangkan begitu saja dari muka bumi ini. Perilaku ”anomali” semacam itu konon tergolong sebagai perilaku yang tertua. Dia ada semenjak manusia mengenal peradaban. Persoalan ekonomi, gaya hidup hedonis, putus asa, kompleksnya persoalan sosial dan budaya, proses dereliginasi, degradasi moral, atau maraknya sikap permisif, bisa menjadi ”sponsor” utama maraknya praktik pelacuran. Bahkan, ada yang secara ekstrem menyatakan bahwa prostitusi baru akan hilang ketika peradaban dunia sudah tamat alias lenyap. Dalam keadaan demikian, bisakah prostitusi dianggap sebagai ”penyeimbang” dinamika hidup agar manusia tak terjebak ke dalam rutinitas hidup yang sarat dengan simbol-simbol kebenaran dan etika sosial yang cenderung dogmatis? Bisa jugakah prostitusi dimaknai sebagai alternatif perilaku biologis ketika manusia gagal menemukan kesejatian dirinya sebagai makhluk yang punya akal sekaligus nafsu?

Entahlah, yang pasti, selain banyak dikutuk, prostitusi agaknya juga telah menjadi jalan hidup sebagian orang yang kehabisan akal dan gelap mata. Mereka yang punya naluri bisnis ”esek-esek” semacam itu agaknya juga telah terlatih untuk menajamkan daya penciuman dalam memburu mangsa. Dengan berbagai macam cara, mereka memasang perangkap untuk menjerat perempuan di bawah umur demi memuaskan naluri purba pelanggannya. Tak ayal, pelajar putri yang kebetulan sedang bermasalah menjadi sangat rentan kena perangkapnya.

Jika kondisi semacam itu tak segera teratasi jelas akan makin menambah beban sosial yang sudah demikian rumit dan kompleks. Persoalan prostitusi yang melibatkan pelajar putri kita bukanlah persoalan pendidikan semata, tetapi ada banyak faktor yang ikut bermain di dalamnya. Selain ekonomi sebagai faktor utama, juga ada ranah moral-religius yang terabaikan, longgarnya sikap permisif alias pembiaran terhadap berbagai bentuk perilaku anomali sosial, lingkungan keluarga yang gagal mengakarkan nilai-nilai etika dan pendidikan seksual yang mencerdaskan, atau maraknya berbagai media yang secara tidak langsung mengusung gambar dan adegan mesum.

Prostitusi idealnya menjadi bagian dari sekian persoalan bangsa yang mesti ditangani secara serius. Meski tidak mudah untuk dihapuskan, upaya preventif dini mutlak dilakukan. Orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh-tokoh anutan sosial lainnya, perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menumbuhkan imaji anak agar tak sampai terjebak dalam lingkaran prostitusi yang jelas-jelas akan membunuh masa depan anak itu sendiri. Selain itu, perlu ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap orang-orang yang terlibat dalam sindikat prostitusi yang melibatkan anak-anak usia sekolah. Merekalah yang nyata-nyata telah menggadaikan kehormatan kaum perempuan demi memenuhi naluri bisnis haram dan kepentingan komersial mereka. ***

No Comments

    1. saya sepakat dg mas haris. persoalan prostitusi memang rumut dan kompleks. utk memberantasnya pun bukan hal yang mudah utk dilakukan. perlu ada gerakan sinergis dari berbagai komponen bangsa agaknya, mas.

  1. setuju pak sawali, ini bukan sekedar prostitusi belaka, namun perlakuan salah terhadap anak, menjadi anak yang dilacurkan karena sebenarnya nggak ada yang kepengin menjadi pelacur meskipun dorongan ekonomi atau apapun apalagi anak-anak SMP dan SMA. Sementara jika mereka sudah dewasa mungkin akan jadi persoalan yang lain lagi. Terlepas dari itu saya sangat sedih sekali….

    Baca juga tulisan terbaru suryaden berjudul Porno dan konyol

    1. iya, nih, mas surya. saya ndak bisa membayangkan nasib negeri ini kalau anak2 perempuan yang seharusnya suntuk menuntut ilmu justru terjebak dalam sindikat pelacuran. duh, makin repot.

  2. memang sangat memprihatinkan pak syawali…kondisi anak muda mudi sekarang ini.sudan semakin jauh dari nilai luhur bangsa ini..selain faktor ekonomi yang menghimpit faktor minimynya pengetahuan agama sangat mempengaruhinya..ini menjadi tugas kita semua pak untuk menyadarkan mereka yang belum sadar dan yang sudah sadar..salam kenal dari kota reyog

    Baca juga tulisan terbaru noersam berjudul Kotareyog di Bengawan

  3. Dualitas pak, ada benar ada salah.
    Hm, pusing juga sih liatnya.. Kalau hukum ekonomi bilang penawaran ada karena ada permintaan. Salah satu cara memberantas hal ini sebenarnya bisa dengan meniadakan sisi permintaan sehingga penawaran otomatis akan hilang dengan sendirinya. Caranya, alim ulama dan tokoh masyarakat superaktif bergerak. Sayangnya, mereka lagi asyik ngurusin politik. Sampe2 golput aja difatwakan :mrgreen: :mrgreen: . Mungkin nanti fatwanya kalo g milih partai tertentu haram 😆 😆 😆

    1. @Adi,
      hehehe … makasih tambahan infonya, mas adi. sungguh, saya juga ndak habis pikir, kenapa ya tokoh2 yang seharusnya ikut mengawal moral bangsa malah terjebak ke dalam permainan politik yang makin amburadul, haks.

  4. faktor pergaulan dan lingkungan memiliki andil yang besar dalam menjerusmuskan para pelajar ke dalam bisnis tersebut.
    kalau saya melihat pergaulan saat ini semakin bebas berbeda dengan waktu saya kecil dulu. masak di stasiun yang notabene adalah tempat umum saya pernah melihat pasangan yang berciuman bibir sebagai tanda perpisahan.

    Baca juga tulisan terbaru endar berjudul Membuat banner menggunakan GIMP

    1. @endar,
      duh, zaman yang makin terbuka agaknya juga ikut memberikan andil terhadap perilaku seks yang juga makin terbuka, mas endar. jadi miris juga nih dampak keterbukaan itu terhadap nasib generasi mendatang.

  5. biasanya sih karena masalah ekonomi Pak Sawali. ada yang memang terpaksa menjadi pelacur karena memang untuk biaya hidup. tapi ada juga yang menjadi pelacur hanya untuk mendapatkan gaya hidup mewah dah wah. memang sangat disayangkan…

  6. salah satu penyebab adalah tidak profesionlnya pendidikan seks bagi siswa-siswi. Pendidikan seks seringkali di nilai dari sisi ‘normatif’, padahal kalo mau jujur, dan mau menempatkan pendidikan seks sebagai pendidikan aspek kesehatan, maka mungkin akan sangat melindungi remaja dari perilaku sek bebas. Nah, disinilah peran semua pihak bagaimana mendorong persolan seks bebas ini tidak hnya semata persoalan moral, tetapi juga persoalan kesehatan, yang jika dilakukan akan berdampak terhadap aspek kesehatan diri. Logika-logika kesehatan lah yang harus di tonjolkan ketimpang salah dan benar, sehingga remaja mampu mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawba

    Baca juga tulisan terbaru imoe berjudul … negara kekerasan…

  7. iya pak, mungkin moral bangsa ini sudah bobrok mulai dari generasi muda yang kurang digembleng dalam masalah moral dan adat ketimyran kita sudah dijajah oleh tayangan-tayangan barat yang sudah dikonsumsi oleh generasi kita.

    sehingga kita kudu secara bijak memfilter budaya-budaya barat barat yang mulai mengakar digenerasi kita. 🙂

    Baca juga tulisan terbaru arifudin berjudul Anonimitas

  8. Saya kira media memiliki peran dalam lestari dan berkembangnya pelacuran melalui penghalusan bahasa. Sudah benar perempuan yang mencari duit dengan kemaluannya itu disebut pelacur, eh malah kemudian disebut WTS (wanita tuna susila) dan yang paling mutakhir disebut PSK (Pekerja Seks Komersial). Apabila tetap disebut pelacur, tentu ada efek “kekasaran” bahasa yang mampu membuat mereka malu. Dengan disebut PSK, pelacur-pelacur itu justru diakui sebagai pekerja. Mulia sekali media kita.

    Terhadap mucikari yang menjual pelacur anak-anak, mereka harus dihukum minimal 20 tahun karena telah merusak masa depan anak-anak itu dan tentunya akan berpotensi merusak lebih banyak lagi anak-anak yang lain.

    Bagi kita yang sudah membina keluarga ada baiknya memberi didikan kepada keluarga bahwa mencari nafkah itu harus dengan jalan yang halal. Mendapat nafkah dengan kerja keras dan halal seberapa pun lebih baik daripada mendapat uang banyak dari hasil melakukan perbuatan tercela. Selain itu, kita juga harus membentengi keluarga kita dari perilaku hedonis yang akan membuat kita lupa pada ajaran-ajaran moral.

    1. @moh arif widarto,
      penggunaan gaya bahasa eufemisme secara tdk langsung memang bisa ikut memberikan andil terhadap merajalelalnya prostitusi, mas arif. saya sepakat dg mas arif, apa pun alasannya, melacurkan diri sbg mata pencaharian jelas ndak akan membawa berkah, hiks.

  9. Ngeri mendengarnya anak2 jaman sekarang pak seakan tidak merasa (malu) dengan apa yg di perbuat.Alasan klasik “ekonomi” menjadi penentu untuk menekuni ladang bisnis ini.Mungkin mereka tidak /belum merasa bagaimana nanti kalau udah berumur dan teringat yg masih mudanya yg selalu di perbuat .
    Makasih banget infonya pak..sangat berguna sekali buat saya dan keluarga 😀

    Baca juga tulisan terbaru Diah berjudul TOP Ten SEO :Tips Untuk Website Kita

  10. Selain faktor ekonomi, moral dan pergaulan, teknologi juga tidak sedikit sumbangsihnya dalam mempermarak prostitusi pelajar. Paling banyak ya video dalam format .3gp atau yang lain yang bisa dilihat di HP, filem mesum. Pelajar yang tadinya belum tahu menjadi tahu secara gamblang dan kemudian ingin mencobanya. Tidak sedikit pula yang menjadi pemeran utama dalam video porno tersebut adalah pelajar. Maka seolah menjadi pembenar bahwa hubungan sex itu bisa dilakukan siapa saja termasuk pelajar. GILA…. 😡

    Baca juga tulisan terbaru Rochman berjudul Pamer(an) Komputer

  11. Meski tidak setuju dengan prostitusi, saya melihat sendiri betapa kesulitan ekonomi membuat sebagian orang tua kalap sehingga rela menjual anaknya. Dan memang uang jerih payah hasil jual diri itu digunakan untuk membangun rumah mereka yang reyot dan beralaskan tanah, membeli beras, dan lain-lain. Karena itulah, pemerintah berkewajiban untuk menyejahterakan rakyatnya. Para tokoh agama berkewajiban menanamkan moralitas agar para orang tua tidak mudah kalap sehingga rela menjual anaknya.

    Baca juga tulisan terbaru racheedus berjudul Perempuan di Tengah Badai

    1. @racheedus,
      terima kasih banget tambahan infonya, mas rache. saya sepakat nih. pemerintah seharusnya benar2 fokus pada upaya utk meningkatkan kesejahteraan rakyat agar prostitusi yang disebabkan karena persoalan ekonomi bisa dikikis.

  12. pelacur, konon, adalah profesi paling tua di dunia, mas. sejak masa yunani yang jadul, sudah ada pelacuran. tapi konon dulu pelacur adalah orang yang dihormati, bahkan uang penghasilan mereka digunakan untuk membangun kuil2 dewa.

  13. Saya berpikir bahwa tidak ada jalan pintas (shortcut) untuk hal ini.
    Pendidikan dan ekonomi adalah dua hal yang patut diperbaiki.
    Saya melihat, prostitusi seperti ini hanyalah efek yang muncul…

    Kita perlu melihat ke dalam, apa yang harus diperbaiki…

    Baca juga tulisan terbaru DV berjudul Mas Don, Koh Don

  14. ya itulah masalah yang memprihatinkan. jangan jauh2 kang. di wilayah eks karesidenan saja sudah mengerikan jaringannya apalagi yang jakarta. walaupun sebatas rumor, jaringan itu tidak bisa ditembus. mafia cibleks begitu rapat. harusnya dikpora dan aparat kerjasama. preventif awal jam2 sekolah yang membolos, mengembang pada jam2 sepulang sekolah. razia perlu di tingkatkan. tetapi semua kembali pada niat.

  15. menurut g di Indonesia itu banyak masyarakat miskin, dan mereka itu miskinya gawat! miskinya di pikiran ( ga semua ye, no offense g juga orang indonesia nih :p) contoh yang paling gampang dijalanan banyak orang masih sehat, utuh tapi jadi pengemis…. di luar sana ga sedikit orang2 yang cacad seperti buta, buntung anunya ( kakinya :p ) tp mereka bisa sukses kok!! ayo Indonesia MAJU TAK GENTAR apa coba :p

    Baca juga tulisan terbaru herry berjudul Marketing Has Changed

  16. mungkin benar bahwa prostitusi akan terus ada seumur dunia ini, pak sawali. tapi permasalahannya memang sungguh kompleks, seperti yang sudah pak sawali tuliskan: gaya hidup yang semakin hedonis, dekadensi moral, dan perkembangan dunia informasi turut serta menyuburkan praktik ini. anak-anak sekolah yang masih muda memiliki berbagai keunikan, sehingga kalangan ini semakin dilirik dalam bisnis esek-esek ini. saya justru melihat, tantangan bagi orang tua dalam membesarkan anak-anak semakin berat di zaman sekarang. kalau tidak karena uang, mereka mungkin melakukannya karena faktor-faktor lain seperti gaya hidup dan eksistensi.

    Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul Madu dan Racun Kolegalitas

    1. @marshmallow,
      benar sekali, mbak yulfi. karena rumit dan kompleks itulah yang menyebabkan praktik prostitusi menjadi demikian sulit dihilangkan. upaya maksimal yang bisa kita lakukan adalah melakukan upaya preventif agar orang2 terdekat kita ndak sampai terjebak ke dalam praktik semacam itu.

  17. Pesan dari seorang kyai (setelah ada aksi penghancuran sebuah lokalisasi yg sangat semena2) bahwa Prostitusi tidak bisa dihapus, yang bisa adalah dengan tidak menambahnya, lewat didikan keluarga terdekat, sanak dan family. “ku anfusakum wa ahlikum naro, jaga dirimu dulu dan keluargamu dari api neraka. (Al Hadist)

    Baca juga tulisan terbaru novi berjudul Harga Sebuah Perjuangan

    1. @novi,
      sepakat banget, mas novi. praktik yang satu ini memang ndak mudah utk dihilangkan. upaya maksimal yang bisa kita lakukan adalah tindakan preventif agar orang2 terdekat kita ndak sampai terjebak dalam praktik semacam itu.

  18. Kalo embahku bilang “kalah sandang ora usah isin, isin yen kalah utek”. Itu saja patokanku sampai sekarang dan aku menambahkan lagi ke anak-anakku “Si tu es belle mais bête donc tu es bête, mais si tu n’es pas belle mais tu n’es pas bête donc tu n’es pas bête” artinya jika kau cantik tapi kau bego maka kau bego, tapi jika kau tidak cantik tapi kau tidak bego maka kau tidak bego.

    Sebetulnya tidak hanya pelajaran moral dan agama saja yang harus ditekankan tetapi juga mengolah logika anak-anak kita. Ok lah prostitusi itu suatu pekerjaan yang gampang menghasilkan uang, tetapi bukannya itu yang membuat kita bahagia. Apalagi hasil dari pekerjaan itu tidak 100% masuk ke kantong pekerjanya. Biasanya seh 50% ke mucikari, 25% ke security dan sisanya hanya sedikit sekali + harus membeli modal: pakaian/sepatu/parfum/alat make-up/alat keamanan/kontrol dokter. Belum lagi pengaruh dari lingkungan itu, sehingga pendapatan mereka banyak, pengeluaran pun juga banyak pula belum lagi dengan klien/lingkungan yang kelainan jiwa. Sehingga beresiko nyawa.

    Selain itu pekerjaan ini tergantung dengan umur, kesehatan dan fisik kita. Kalo udah tak kenceng lagi … siapa yang mo pake … lalu bagaimana dengan ke depannya.

    Lain lagi dengan pekerjaan seorang guru misalnya. Walaupun wajah sudah berkerut dan rambut sudah memutih… rasanya masih laku saja.

    Jadi di sini anak kita ajak berpikir sangat jauh ke depan dan sangat kritis.

    Baca juga tulisan terbaru Juliach berjudul Ngeluyur ke Venisia, bag. 1

  19. tuk ngobatin penyakit, kudu diagnosa yg lengkap, gak bisa sakit kepala skedar dikasih p@r@mex!
    persoalan ini memang dah sangat multivarian, bisa ekonomi, bisa sikap mental, bisa karena “terjerumus”, atawa bahkan konsumtivisme dll!

    Baca juga tulisan terbaru Nyante Aza Lae berjudul Hitam di Atas Putih

  20. sepertinya karena kemiskinan yang tidak kunjung berakhir dan semakin meluas, membuat orang mencari jalan pintas untuk mencari solusinya….tapi bagaimanapun kelemahan iman tetap jadi faktor utama…kalo imannya kuat walaupun miskin gak mungkin melakukan hal seperti ini.. mudah-mudahan moral bangsa ini kembali bagus

    Baca juga tulisan terbaru grosir jilbab berjudul Kerudung Katun Zada Bordir Belakang (KZBB)

  21. semoga semua pihak bisa melaksanakan tugasnya untuk memberantas itu semua baik dari pemerintah, guru dan orang tua…!!

Tinggalkan Balasan ke hmcahyo Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *