Ontran-ontran di Negeri Kelelawar (2)

*** Sebelum membaca kisah selengekan ini, sebaiknya baca dulu penggalan kisah Menagih Janji Politisi di Negeri Kelelawar (1)! ***

lawarPelayanan publik yang kacau akibat proses rekruitmen pegawai yang salah urus membuat nasib bangsa kelelawar makin terpuruk. Para pejabat berpesta di puncak menara kekuasaan, sementara rakyat kelelawar di bawah sana menjerit dan terlunta-lunta. Kue kekuasaan hanya dinikmati oleh beberapa gelintir pejabat beserta para kroni dan kanca-kancanya. Tak perlu heran kalau setiap hari, mereka yang tengah memangku kekuasaan selalu kebanjiran upeti. Para kelelawar penjilat tak sungkan-sungkan mencium pantat atasannya. Jika perlu, kentut pun mereka kantongi sebagai aji-aji dan azimat agar mendapatkan bagian kue kekuasaan.

Yang lebih parah, kaum elite kelelawar bisa dengan mudah pamer kekayaan di tengah jutaan rakyat kelelawar yang kelaparan. Ke mana-mana menaburkan pesona senyum sambil mempertontonkan taring emasnya yang berkilat-kilat tertimpa cahaya lampu merkuri. Sungguh kontras dengan nasib jutaan kelelawar yang ompong giginya.

Ada seekor kelelawar yang cukup disegani. Para penduduk sering menyebut kelelawar berperut buncit dan berjidat licin ini sebagai Ki Gedhe Padharane. Dialah yang menguasai segenap lorong negeri kelelawar hingga ke sudut-sudut terpencil yang tak tercantum dalam peta. Para pengikutnya yang dikenal fanatik tersebar di berbagai lapis dan lini. Punya banyak spion dan mata-mata. Tak seekor pun kelelawar yang punya nyali untuk mengkritik kebijakan dan gaya kepemimpinannya yang dinilai arogan dan jumawa. Bisik-bisik dan cericit bernada miring akan cepat sampai ke telinga Ki Gedhe Padharane. Jika tak ingin digebug, semua kelelawar mesti tunduk pada semua selera dan keinginannya.

Di tengah singgasana kekuasaannya, Ki Gedhe Padharane selalu dikerumuni anak buahnya yang berlapis-lapis. Ada ring 1, ring 2, ring 3, dan seterusnya. Tak sembarang kelelawar bisa masuk menghadapnya sebelum melewati ring-ring yang dikelilingi prajurit kelelawar yang setia dan militan. Sementara itu, di lorong sebelahnya, ada sekawanan kelelawar yang seharusnya mampu menjadi kekuatan kontrol terhadap kebijakan Ki Gedhe Padharane. Mereka adalah wakil-wakil kelelawar di parlemen yang dipilih melalui sebuah “pesta” demokrasi yang sarat rekayasa.

Partai-partai kelelawar hanyalah sekadar asesoris untuk membuktikan pada dunia bahwa bangsa dan negeri kelelawar sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Namun, sejatinya demokrasi di negeri kelelawar hanyalah demokrasi semu yang bertentangan secara diametral dengan prinsip kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan. Semua partai merupakan boneka buatan Ki Gedhe Padharane untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup bangsa kelelawar, para anggota parlemen itu selalu mendendangkan suara koor yang padu; mengikuti komando dan aba-aba Ki Gedhe Padharane. Beberapa hari kemudian, para wakil rakyat ini melintas di atas kerumunan rakyat kelelawar dengan pongah. Sesekali meludah dan berak di sembarang tempat hingga menimbulkan bau busuk.

Situasi semacam itu berlangsung bertahun-tahun lamanya. Rakyat kelelawar seperti berada di atas tungku kekuasaan Ki Gedhe Padharane yang panas. Namun, tak punya kesanggupan untuk bercericit, berteriak, apalagi melawannya. Mereka hanya bisa membisu menyaksikan kepongahan kelelawar berperut buncit, berjidat licin, dan bertaring emas itu. Dukungan dan kebulatan tekad untuk selalu memenangkan orde kekuasaan Ki Gedhe Padharane membuat kelelawar yang kepalanya sudah mulai penuh dengan uban itu makin tak sanggup melakukan kontrol diri. Dia terus tenggelam dalam keasyikan menumpuk harta melalui slogan pembangunan ekonomi dan daya saing bangsa. Anak-anak dan keturunannya dibiarkan memanjakan naluri hedonis dan konsumtifnya sesuka hati. Demikian juga anak buahnya yang berada di berbagai lapis dan lini. Mereka digelontor dengan berbagai kemudahan dan fasilitas serba mewah. Jika masih kurang, tawaran hutang luar negeri diembatnya juga untuk memuaskan nafsu kebuasan hatinya. Para pejabat birokrasi juga dibiarkan melakukan korupsi, manipulasi, atau me-mark-up anggaran, asalkan dia dapat upeti yang besar. Perilaku culas dan biadab merajalela. Penipuan berlangsung kasat mata, tapi (nyaris) tak tersentuh hukum, lantaran para penegak hukum sudah diindoktrinasi untuk menjadikan Ki Gedhe Padharane sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Rakyat kelelawar makin tak berdaya. Kemiskinan benar-benar mencekik leher. Angka kematian melonjak drastis. Kelaparan dan busung lapar terjadi di seantero negeri. Namun, kaum elite negara yang seharusnya bertindak cekatan untuk mengulurkan bantuan seolah-olah menutup mata dan telinga terhadap derita bangsa kelelawar. Setiap hari selalu saja terdengar berita kematian. Kelelawar-kelelawar yang baru lahir jarang yang sanggup memperpanjang napasnya begitu menghirup udara di bumi kelelawar yang busuk dan pengap.

Atmosfer bumi kelelawar yang pengap dan busuk agaknya membuat darah bangsa kelelawar mendidih. Mereka sudah mulai muak dengan perilaku pejabat yang arogan dan wakil rakyat yang kehilangan kepekaan. Bahkan, mereka mulai berani melakukan kritik dan serangan terhadap Ki Gedhe Padharane yang dianggap sebagai diktator. Kelelawar-kelelawar yang kritis mulai keluar dari persembunyian, lantas terbang melintasi kerumunan bangsa kelelawar sambil menyebarkan kasak-kusuk.

Ki Gedhe Padharane agaknya mulai menangkap situasi yang kurang menguntungkan. Jika dibiarkan, bisa jadi akan mengancam singgasananya. Maka, dengan komando dan aba-aba yang masih ada dalam genggaman tangannya, dia segera memerintahkan anak buahnya untuk menggebug siapa pun kelelawar yang berani mengusik ketenangannya. Situasi pun makin memanas. Semakin banyak yang digebug, semakin bermunculan kelelawar-kelelawar kritis untuk melakukan perlawanan, meski harus menanggung risiko disingkirkan. Demo mulai marak. Kerumunan kelelawar untuk menuntut hak dan kebebasannya yang selama ini terpenjara terjadi di mana-mana. Sambil menenteng sehelai kertas yang dicontek dari puisi karya penyair negeri seberang, seekor kelelawar muda yang kurus dan pucat mendendangkan lirik yang penuh agitasi dan sarat perlawanan.

Peringatan

jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!
*** Wiji Thukul (1963) ***

Anak buah Ki Gedhe Padharane kebakaran jenggot. Kelelawar muda yang pucat dan kurus itu dinilai telah melakukan kegiatan subversi yang bisa membahayakan negara. Maka, dengan segenap kekuatan laskar kelelawar yang militan dan terlatih, mereka mengepung dan memburu kelelawar muda itu hingga ke lorong neraka sekalipun. *** (bersambung)

128 Comments

  1. makin penasaran sama lanjutan versi negara kelelawar ini…mudah2an tidak seperti yang terjadi negeri ini, sebuah perubahan yang belum juga menemukan bentuk….proses transisi berkepanjangan yang merupakan efek euforia politik masyarakat yang dulunya terbungkam sistem. seonggok persoalan yang belum selesai hingga sekarang…

    dan ah itu……..hanya satu kata LAWAN!…kami rindu Widji Tukul.

    Baca juga tulisan terbaru icha berjudul Sepenggal Memory di Lereng Gunung

    1. penasaran? walah, mbal icha bisa aja nih. btw, kita juga sedih kehilangan wiji thukul, mbak. entah bagaimana nasib dia sekarang. untung ada kelelawar yang mau membacakan puisinya saat demo. sekadar untuk mengenang sang wiji itu.

  2. Ki Gede Sudah tidak ada Pak Sawali. Sebetulnya tetap tidak puas, karena dia mati setelah dapat SP3, seharusnya tuntutan penjara tetap di bawanya mati!!

    Kalau boleh menebak dari kelanjutannya cerita ini pak sawali mungkin begini: Pemerintahan kekelawar pada akhirnya dapat disungkurkan dan digantikan oleh pemerintahan Tikus Clurut, yaitu sekarang ini :d

    Baca juga tulisan terbaru laporan berjudul Well, Come to Reality

  3. Tulisannya keren abiiisss…Salut deh buat pak Tulus.
    Penguasa spt Ki Gedhe Padharane mmg musti dilawan..
    Btw, penguasa negeri tetangga Ki Ageng Korupsine jg semena2 lho sm rakyat, kekeke…:d

  4. sosok ki gedhe padharane sejatinya sangat mengagumkan. dia pastilah seorang pemimpin yang penuh strategi, dan di bawah pemerintahannya bangsa kelelawar pernah mengalami zaman keemasan.

    analisa sederhana saya, kelemahan fatal tokoh ini adalah akibat terlalu lama memegang tampuk kekuasaan, sehingga perasaannya kebas, hatinya jadi diracuni oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat nepotik. sayang sekali.

    Baca juga tulisan terbaru marshmallow berjudul Sindrom Imposter dan Bias Gender

  5. ada makna yang terselip di balik dongeng ini ada pesan dan nasihat yang terpampang dalam penggambaran ini salut dan salut begitu bijak sana menyampaikan pesan dengan penggambaran ( dah baca yang sebelumya juga kok ) di tunggu sambungan nya pak
    tapi beberapa pesan yang saya tangkap banyak juga yang sudah di tuturkan ” perempuan Bergaun Putih ” pak saya dah katam membacanya dan masih belajar memaknakannya
    salam hormat saya

    Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul Diskriminasi

  6. di saat para kelelawar2 kurus berdemo, pasti ada kelelawar2 licik yg curi2 kesempatan yang mengatasnamakan rakyat dan bla..bla..bla, siap2 ganti bendera ato kaos utk melanggengkan kekuasaan 😛
    *sok tau*
    Cerita anda menarik sekali, bung.sampe2 aq mbikin sendiri kelanjutannya 😀

    Baca juga tulisan terbaru toim berjudul Things I Missed From Windows

  7. Cerita ini kalao dibuat Film atau diparodikan dalam visualisasi yang lebih sangat menarik dan bisa jadi cermin orang orang dinegeri kita barangkali. Biar kita kita tahu bagaimana negeri ini…eh..negeri kelelawar ya Pak…

  8. Masih untung kalau penguasa tunggal tersebut, si Ki Gedhe Padharane masih terlihat batang hidung dan ketahuan bisa bernapas, pertanda dia itu juga sebangsa kelelawar.. Tapi di negeri saya sekarang, penguasa tunggal tersebut tidak terlihat dan sepertinya selalu meminta tumbal. Moga penguasa tunggal nan jahat dan membuat negeriku ini segera bisa dibumihanguskan sampai ke tempat pembuangannya tinjanya sekalian …

    Duh, kok jadi kasar gini, kaya gak guru aja :d … maaf Pak Sawali, terbawa suasana sih :”>

  9. Loh… saya ke sini mau mbaca lanjutan cerita dari negeri kelelawar jilid-3… Kok ditarik balik pak!…
    Tapi baik juga kok, ini langkah strategis untuk memberi kesempatan pembaca untuk menelaah lebih dalam… Tadi ke sini baru sempat mbaca yang jilid-2, hehehe…
    *saya menunggu pak, besok baca-baca lagi…

    Baca juga tulisan terbaru Andy MSE berjudul Orkes Irama Senja

  10. Diktator, eh? Rasanya kita akan masuk kembali ke masa – masa itu. Karena kandidat – kandidat presiden kita banyak pula yang senang dengan….Ah, sudahlah.

    Aku harap lawan bukan berarti balik menghajar. Karena dengan terjadinya itu, pelakunya hanyalah menjadi diktator kedua.

    Baca juga tulisan terbaru Mihael Ellinsworth berjudul Astopilulo

  11. “…satu kata: lawan!”
    .
    .
    tinggal dua masalahnya; siapa (yang akan melawan), dan kapan (perlawanan itu mengejawantah). Saya percaya, masalah seperti ini, cukup banyak yang menyadari, hanya sayang, dalam pandangan saya sendiri, kesadaran untuk melawan tirani seperti masa sekarang ini, baru sebatas kesadaran individual, bukan kesadaran kolektif. Bagaimana tanggapan Bapak?
    .
    -sungkem-
    nyuwun pamit
    -pareng…-

    Baca juga tulisan terbaru ariss_ berjudul Sajak Anak Langit

  12. E, ternyata Pak Sawali ini jenis manusia nocturnal juga ya :d
    malam-malam ternyata masih kelayapan di jagat maya, huekekekeke…
    .
    sekali-kali YM-an dong Pak, biar saya bisa berinteraksi, jagongan…
    saya online lho, dari jam 12 malam sampai jam 8 pagi, saya tunggu nggih pak… monggo

    Baca juga tulisan terbaru ariss_ berjudul Sajak Anak Langit

  13. konon kabarnya Ki Gede Padharane
    sudah turun tahta, bahkan sudah mangkat
    btw, semoga Republik Indonesia
    bs belajar dan memetik hikmah
    dari kekacauan yg merebak di Negeri Kelelawar
    atau malah negeri ini sama saja
    atau lbh para dari Negeri Kelelawar ? 😕

  14. beberapa anak kelelawar berkumpul, sambil bermain mereka berdiskusi mengenai permasalahan yang menimpa orang tuanya. akhirnya mereka mendapat ide, kogok sekolah…….menonton Tv, suka jajan, pakai pakaian yang minim.
    akhirnya Ki Gede Padharane sadar, dia bertaubat. dia ingin segera memperbaiki negaranya, tetapi apalah lacur, negerinya sudah sembrawut. kebodohan telah meraja lela.
    di akhir hayat hidupnya, dia menyesal atas segala kelakuannya. dia melakukan harakiri dengan seikat tali di langit-langit WC di kamar istananya.
    nasib Ki Gede Padharane memang tragis.

    Baca juga tulisan terbaru yudios berjudul I back

  15. dunia kelelawar, dimana yang kecil hanya bisa mencicit, yang gede tetap tidur tenang berselimutkan sayapnya.

    dimana yang kecil mencari makanan, dan yang gede tiba2 datang setelah puas dengan tidurnya.

    dasar kelelawar ..

    Baca juga tulisan terbaru Denny berjudul Adsense + Analytics = $$$$

  16. Kemana hilangnya Thukul ya pak? sampai sekarang saya masih bingung. Kasihan sekali negeri kelelawar yang dikuasai Ki Gedhe Padharane, saya yakin, membaca situasi seperti dalam cerita pak Sawali, pastinya di legislatif pun banyak juga yang Gedhe Padharane, bahkan mungkin juga banyak yang Gedhe Anune.

    *info: My blog is officially the worlds number 3 commentluv blogger blog. Please visit and let’s try!

    Baca juga tulisan terbaru Bu Noor berjudul Menur dan Markisa

    1. nah, itu dia bu noor, sampai sekarang tak jelas jejaknya lagi. kasihan juga sama mbak sipon dan anak2nya, semoga mereka tabah menghadapi kenyataan hidup yang pahit semacam itu. btw, di legislatif ternyata ada juga yang punya karakter spt ki gedhe, ya, bu, tapi kok bikin penasaran, mungkin juga banyak yang gedhe anunya. anunya tuh apaan, bu, hiks, tolong jelaskan dong!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *