Kamis, 18 September 2008, bertempat di Pendopo Kabupaten, Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Kabupaten Kendal, melakukan pendampingan terhadap penyusunan KTSP yang dilakukan oleh 100 satuan pendidikan tingkat TK/SD, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK, mulai pukul 08.00-13.00 WIB. Kegiatan ini sekaligus mengakhiri kegiatan “pemantaban” yang dilakukan oleh TPK Nasional dari Pusat Kurikulum (Puskur) Depdiknas kepada TPK Kabupaten Kendal dua hari sebelumnya (16-17 September 2008).
Ada dua substansi KTSP yang dibidik dalam pendampingan itu, yakni Dokumen I dan Dokumen II. Berikut ini komponen-komponen KTSP yang perlu dicantumkan secara eksplisit dalam kedua dokumen tersebut.
DOKUMEN I
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasional
B. Tujuan Pengembangan KTSP
C. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II TUJUAN
A. Tujuan Pendidikan
B. Visi Sekolah
C. Misi Sekolah
D. Tujuan Sekolah
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KTSP
A. Mata Pelajaran
B. Muatan Lokal
C. Kegiatan Pengembangan Diri
D. Pengaturan Beban Belajar
E. Ketuntasan Belajar
F. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
A. Minggu Efektif
B. Jam Efektif
C. Hari Libur
D. Penetapan Kalender Pendidikan
BAB V PENUTUP
DOKUMEN II
A. SILABUS DAN RPP MATA PELAJARAN
B. SILABUS DAN RPP MUATAN LOKAL
Contoh Dokumen I bisa dilihat di sini. Dokumen tersebut hanya sebuah model yang masih perlu perlu dikaji dan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan karakter satuan pendidikan masing-masing.
Pendampingan tersebut dimaksudkan untuk membantu penyusunan KTSP yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar kurikulum yang disusun bisa dijadikan sebagai acuan dan pedoman para pelaksana pendidikan dalam mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Secara jujur harus diakui, ketika Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diluncurkan pada awal tahun pelajaran 2006/2007, belum dipahami sepenuhnya oleh satuan pendidikan yang harus menerapkan KTSP paling lambat tahun 2009/2010. Tidak berlebihan, jika model KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menjadi satu-satunya rujukan dalam penyusunan KTSP. Akibatnya, praktik kopi-paste pun marak terjadi. Banyak satuan pendidikan yang mengadopsi begitu saja model KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP itu sehingga belum tampak jelas roh dan semangat KTSP yang mencerminkan karakter dan kekhasan satuan pendidikan. Tidak heran jika KTSP pun sering diplesetkan menjadi Kurikulum Tetap Sama Produknya lantaran belum diikuti dengan proses adaptasi secara serius oleh satuan pendidikan.
KTSP sejatinya merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sebagai kurikulum operasional, hal-hal yang mencerminkan kekhasan dan karakter sekolah harus tampak jelas dan terbaca dalam kurikulum. Dalam Dokumen I, misalnya, harus tercermin dengan jelas latar belakang satuan pendidikan dalam menyusun dan mengembangkan KTSP. Tak hanya kondisi geografis sekolah yang dipaparkan, tetapi juga latar belakang sosial-budaya masyarakat, sehingga implementasinya benar-benar diarahkan untuk mengembangkan kompetensi siswa yang sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat setempat.
Penyusunan visi dan misi sekolah pun harus memiliki “benang merah” yang tampak jelas alurnya. Visi harus menggambarkan cita-cita dan kondisi masa depan yang diinginkan; tidak lagi terjebak pada rumusan visi yang bercorak retoris dan sloganistis. Visi tersebut diharapkan dapat terwujud melalui rumusan misi yang jelas tindakan dan aksi-aksinya.
Masa transisi dari era sentralisasi ke era desentralisasi agaknya masih menimbulkan banyak “gagap budaya” pada tataran implementasi. Bisa jadi benar opini yang menyatakan bahwa sebagus apa pun sebuah sistem jika tidak diimbangi dengan kultur mental yang bagus hanya akan melahirkan sebuah perubahan yang sia-sia. Demikian juga halnya dengan implementasi KTSP. Bergulirnya “bola” desentralisasi itu perlu diimbangi dengan kultur mental yang cerdas, kreatif, dan inovatif sehingga mampu memberikan umpan bola yang matang, untuk selanjutnya mampu menciptakan “gol-gol” yang indah, fantastis, dan mengagumkan; tidak selalu menunggu petunjuk dan komando dari atas. Nah, bagaimana? ***
Tuan, sudah terpikirkan untuk membukukan artikel-artikel tentang pendidikan di blog ini? Sejak lama mengikuti blog Tuan, rasanya artikel-artikel, khususnya soal pendidikan, patut terbit sebagai buku. Tentu mesti diambil sudut pandang tertentu sebagai grand tema. Tapi sebagai artikel, ini sangat layak dikonsumsi massa di luar blogger. Ini serius lho. Bukan dalam rangka puja-puji.
wah, terima kasih banget, mas daniel. insyaalllah secepatnya akan saya kumpulkan. mudah2an tak sampai sepekan saya berhasil memilah-milahnya. terima kasih banget atas perhatian dan aresiasi mas daniel.
Seandainya semua guru seperti pak Wali…. wah… muridnya ga ada yang bandel seperti saya… hehehe (maaf, komennya gak nyambung, soale saya ga begitu paham, hihihi)
Andy MSEs last blog post..Mau kaya??? Mudah saja…
waduh, saya juga belum apa2, mas andy, haks. belajar kurikulum aja ndak paham2, hiks.
fi ada baca-baca KTSP punya mbak Itha kemarin Pak, buat bikin materi lomba komputer supaya sesuai dengan kurikulum setiap tingkatan pendidikan. Kalau bidang komputer kurikulumnya emang harus sering ganti ya pak, sesuai perkembangan IT? bingung apa engga ya muridnya, he..
Fifis last blog post..PNS – Born to be Fool?
kayaknya ndak belum ada perubahan mbak fifi. kan mapel TIK baru ada setelah KTSP diberlakukan. tadinya, TIK hanya menjadi mapel pilihan, bukan wajib.
pak, kurikulumnya kok sering ganti ya sekarang
hehehe … memang sudah saatnya diganti, mas zoel. yang lama konon sudah tak cocok lagi dg tuntutan zaman.
Saya juga mau berdiskusi dengan pak sawali
saya mau au juga nih pak bagaimana menyikapi Penyandang cacat yang masuk pada sekolah umum mas bukannya sekolah luar biasa. karena di makassar sendiri teman2 penyandang cacat khususnya tunanetra sudah banyak yg bersekolah di sekolah negeri ada juga yg sampai kuliah. yg jadi permasalahannya tidak adanya guru yg pernah mendapatkan sistem pelajaran bagi penyandang cacat ini pak. misalnya untuk tuna tungu bisa tidak guru berbahasa isyarat. untuk tuna netra bisa tidak guru itu menulis dengan huruf blayer
wah, seharusnya memang tak perlu diskriminatif, mas maulana. sayangnya jumlah guru di sekolah reguler yang paham bahasa isyarat jumlahnya masih sangat sedikit. kalau menurut saya sih mereka juga punya hak yang sama dg anak2 lainnya. ramaditya pun ternyata bisa sukses di sekolah reguler meski dia seorang tunanetra.