E-Learning dan Etika Pemanfaatan Media

Kategori Pendidikan Oleh

Harus diakui, internet telah membuat dunia menyempit. Dunia bagaikan sebuah perkampungan di bawah satu atap peradaban yang mengglobal. Komunikasi dan interaksi bisa dilakukan lintas-waktu dan lintas-geografis. Manusia pada era digital ini benar-benar dimanjakan dalam mengakses informasi. Dunia pendidikan yang notabene menjadi “kawah candradimuka” peradaban pun agaknya mulai melirik internet sebagai salah satu sumber dan media pembelajaran. Hal ini tidak berlebihan lantaran lewat “pintu” dunia maya itulah dinamika dan perkembangan informasi bisa dilihat dan dilacak.

Kini, Depdiknas sudah mulai menggarap BSE (Buku Sekolah Elektronik). Kehadiran buku online yang bisa diunduh secara gratis itu merupakan starting point bagi Depdiknas dalam upaya mewujudkan e-learning (pembelajaran elektronik) yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh satuan pendidikan yang relevan. Selain dapat diunduh, Depdiknas juga menyediakan link untuk membaca buku teks secara online. Ini sebuah terobosan yang layak dihargai. Memang, terobosan ini bisa menjadi “malapetaka” bagi penerbit, sebab mereka tidak bisa lagi leluasa menjadi “raja” dalam pemasaran buku teks seperti yang selama ini mereka nikmati. Meski demikian, pihak penerbit yang biasanya memiliki naluri penciuman yang tajam dalam melirik bisnis buku bisa tetap eksis dengan menerbitkan buku-buku penunjang yang relevan dengan kurikulum yang berlaku.

Pembelajaran elektronik, dalam pemahaman awam saya, tak hanya berkaitan dengan kepentingan siswa didik, tetapi juga bagi guru yang berperan sebagai fasilitator, motivator, pembimbing, dan pengajar. Guru juga tidak bisa melupakan esensinya sebagai pendidik yang harus menanamkan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti. Ini artinya, ketika pembelajaran elektronik ini diimplementasikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran tidak lantas berarti bahwa sang guru bersikap cuek-bebek. Bahkan, guru harus siap menghadapi tantangan baru untuk selalu meng-update informasi dan pengetahuan baru yang relevan dengan bidang tugasnya. Guru tetap harus aktif melakukan pendampingan dan pembimbingan sehingga siswa dapat belajar secara optimal, termasuk dalam memberikan “warning” kepada siswa terhadap situs “sampah” yang dinilai akan mereduksi dan “meracuni” pengetahuan siswa.

Pembelajaran elektronik juga memungkinkan bagi para guru untuk saling bertukar informasi (sharing) dan menyebarluaskan pengetahuannya kepada teman-teman sejawat. Dengan cara demikian, kompetensi profesional yang selama ini dinilai menjadi salah satu titik kelemahan guru dalam menjalankan tugas-tugas edukatifnya bisa terus meningkat. Ada banyak media yang dapat digunakan untuk sharing dan menyebarluaskan pengetahuan, di antaranya melalui blog, mailling list, atau mengirimkan tulisan ke web pendidikan. Semakin banyak tulisan yang tersebar luas melalui internet, akan semakin mudah bagi teman-teman sejawat untuk mengaksesnya.

Namun, seiring dengan makin terbukanya akses terhadap informasi, perlu ada penegakan etika pemanfaatan media sesuai dengan kode etik kepenulisan. Jangan sampai terjadi, karya cipta orang lain di-share sebagai hasil karyanya sendiri. Kopi-paste tulisan, menurut hemat saya, sah-sah saja dilakukan. Akan tetapi, kalau mengebiri jerih-payah pemilik tulisan, jelas ini sebuah bentuk “pengkhianatan” intelektual yang justru akan meruntuhkan martabat sang plagiator dalam ranah keilmuan. Itulah yang terjadi. Untuk ke sekian kalinya, saya secara tidak sengaja kembali menemukan tulisan saya “Perubahan Paradigma Pendidikan” yang dikopi-paste habis-habisan oleh seseorang yang dimuat di sebuah website terhormat.

Tulisan saya tersebut pertama kali dimuat di harian Suara Merdeka (Senin, 12 Juli 2004). Setelah membuat blog di blogger.com, tulisan tersebut saya ketik ulang dan saya publish pada hari Sabtu, 14 Juli 2007 di sini. Setelah pindah domain, tulisan tersebut juga saya publish di sini. Berikut ini beberapa skrinsutnya.

Tulisan kopi-paste

(Silakan klik skrinsut untuk memperbesar ukuran)

Tulisan asli

Saya tidak kenal siapa Bapak Drs. Ngatiman itu. Dalam tulisan berekstensi .pdf yang dimuat di Media Jardiknas itu pun sang penulis tidak melengkapi biodatanya, sehingga sulit bagi saya untuk melakukan konfirmasi. Saya pun makin penasaran. Iseng-iseng saya pun melacak tulisan tersebut. Berdasarkan hasil “investigasi”, tulisan tersebut di-upload ke dalam index dokumen oleh pemegang admin pada tanggal 2 November 2007. Berikut ini skrinsutnya.

Saya kecewa sekaligus prihatin bukan semata-mata tulisan saya dikopi-paste secara sempurna, tanpa memberikan ping balik, apalagi mohon izin, melainkan juga sikap sang penulis yang sarjana, tetapi demikian rendah apresiasinya terhadap karya orang lain dan sama sekali tidak memperhatikan kode etik kepenulisan. Kesalahan bukan dari pemegang admin website Jardiknas, karena di luar batas kemampuan untuk melacak karya asli atau bukan, melainkan murni dari pengirim tulisan.

Etika pemanfaatan media, baik untuk kepentingan pembelajaran maupun untuk kepentingan guru dalam berbagi informasi dan pengetahuan, menurut hemat saya, mutlak harus ditegakkan kode etiknya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan konsep dan dasar-dasar prosedur ilmiah bagi peserta didik, juga sekaligus untuk menghindarkan kesalahpahaman dari para pengunjung yang kebetulan menjumpai tulisan yang sama dari sebuah search-engine.

Sebelum mewabah dan membudaya, alangkah bagusnya jika prosedur pemanfaatan media dalam pembelajaran elektronik dirumuskan secara jelas sehingga iklim pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan benar-benar dapat terwujud. ***

Penggemar wayang kulit, gendhing dan langgam klasik, serta penikmat sastra. Dalam dunia fiksi lebih dikenal dengan nama Sawali Tuhusetya. Buku kumpulan cerpennya Perempuan Bergaun Putih diterbitkan oleh Bukupop dan Maharini Press (2008) dan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Jumat, 16 Mei 2008 bersama kumpulan puisi Kembali dari Dalam Diri karya Ibrahim Ghaffar (sastrawan Malaysia).

29 Comments

  1. salam
    *OOT Bos*
    Hmm Pak Dhe jagoin mana, klo jagoin Belanda berarti kita musuhan ya, Kalo Belanda kalah Pak Dhe push up 100 kali, tapi kalo Rusia kalah pak Dhe aja lagi yang Push up 100 kali, biar sehat :292 *duh pemali nih, becandain Pak Dhe*
    *kabur akh ntar dipentung lagi* 😀

    nenyoks last blog post..Surat Untuk Sahabat Yang Bersedih

    >>>
    kekekeke 😀 oke deh, mbak nenyok yang menang taruhannya, sekarang silakan push-up -100 kali, wakakaka :292

  2. salam
    wah bisa jadi Pak Dhe, ituh salah satu kelemahan sistem penulisan secara elektronik, pendidik2 yang kreatif diplagiat oleh orang2 yang tidak bertanggung jawab, sabar Pak Dhe, ya emang susah ya secara inet tuh seakan nda ada pengawasnya gituuh, hanya yang berhati nurani yang bisa bertanggung jawab 🙂
    Pasti Pak Dhe skg gy nonton bola, hmm saya jagion Rusia aja deh, taruhan yo *dipentung Pak Dhe*

    nenyoks last blog post..Surat Untuk Sahabat Yang Bersedih

    >>>
    nah, itulah repotnya, mbak. hasil copas kok dikirmkan ke media lain, haks. btw, menyerah deh, mbak ttg bolanya. belanda yang kujagokan ternyata keok, haks. *sedih*

  3. Drs. Ngatiman itu pasti nggak paham internet. Kalau paham mestinya dia tidak melakukan itu. Motokopi hasil tulisan orang kok dijadikan berkas digital. Ha mbok ya kalau motokopi dari internet itu dijadikan barang cetakan saja supaya nggak ketemu di internet.

    Aku kok malu sama titel. Mending nggak usah jadi sarjana kalau kerjanya jadi plagiator atau suka ngedom kreteg.

    *ngedom kreteg = ngaku-aku.
    – dom = jarum
    – kreteg = jembatan
    – dom kreteg = paku

    arifs last blog post..Firefox Download Day

    >>>
    bisa juga, ya, mas arief. info sementara yang bisa saya dapatkan, ternyata pak ngatiman itu adalah seorang kepala sekolah sebuah SMA di jateng. yang saya sayangkan ya itu, mas, kalau dipublikasikan ulang, kenapa tdk mencatumkan sumbernya. saya hanya khawatir pembaca akan salahpaham jika kebetulan membaca tulisan yang sama persis dengan nama penulis yang berbeda :oke

  4. Pak Sawali, secara umum undang-undang membagi pelanggaran atas hak cipta sebagai pelanggaran langsung (direct) dan pelanggaran tidak langsung (indirect). Pelanggaran langsung dapat terjadi atas hasil karya cipta dan hak cipta lainnya, terhadap hasil karya (work) pelanggaran dapat dikategorikan antara lain Mengcopy (copying), Menyebarluaskan (publishing), Mempertunjukkan (performing) dalam skala yang besar (luas), Menyiarkan (broadcasting), dan Mengadaptasikan setiap hasil karya ke dalam bentuk yang seolah-olah bentuk baru dari hasil adaptasi dimaksud. Meskipun demikian UU No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, memuat substansi atau materi yang dianggap sebagai bukan pelanggaran hak cipta salah satunya adalah ciptaan di bidang ilmu pengetahuan seni dan sastra.
    Mengenai tujuan tertentu yang diizinkan dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, peninjauan suatu masalah, pembelaan di dalam atau di luar pengadilan, ceramah, pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran, aktivitas bagi perpustakaan umum, lembaga pengetahuan, pusat dokumentasi, pembuatan salinan atau cadangan program komputer oleh pemilik program, non komersial, dan untuk kepentingan nasional.
    Penggunaan ciptaan tersebut harus dilakukan dalam kaitannya untuk mendorong dan memperkaya kreativitas publik pada umumnya sehingga haruslah diinterprestasikan sebagai transformative dan bukan sekedar merupakan derifative. Ciri atau sifat ciptaan yang dilindungi hak cipta harus dipertimbangkan apakah ciptaan itu fictional atau non-fictional jika dikaitkan untuk mencegah kepemilikan individu atas suatu ciptaan yang telah menjadi milik umum. Di lain pihak informasi yang tersedia pada publik dapat mendapat perlindungan hak cipta dengan melakukan kreatifitas tertentu. Andaikata penulis tersebut mencantumkan nama (Sawali.info), maka permasalahan menjadi clear. 😥

    laporans last blog post..Borobudur Temple

    >>>
    makasih banget infonya ttg UU Hak Cipta itu, pak aryo. saya sih juga ndak keberatan, pak, tulisan saya di-copas, asalkan dicantumkan sumbernya apabila tulisan itu hendak dipublikasikan. hal ini semata2 utk menghindari kemungkinan munculnya kesalahpahaman pembaca, pak. sekali lagi terima kasih infonya yang sangat berharga, pak 💡

  5. Menulis melalui internet (blog) agak berbeda dengan menulis di buku…namun kita banyak belajar, mengapa detik.com tetap dilirik oleh orang? Karena memang menjadi acuan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan terjamin kekiniannya. Tapi Kompas (media cetak) juga masih laku….dan pada saat hari Sabtu Minggu, Kompas lebih banyak diburu orang. Mungkin pada hari biasa sibuk kerja dan mendapatkan jatah koran dari kantor.

    E learning, kembali seperti saran kang Onno Purbo, yang penting adalah edukasi manusia nya terlebih dahulu. Dan tentu kode etik perlu dijaga. Dalam hal pembelajaran di kelas, maka pengajar masih merupakan aktor utama, ada guru yang disenangi karena cara mengajarnya mudah diterima dan menyenangkan… namun ada juga guru yang mengajarnya lebih sulit di cerna. Namun, melalui tulisan, diharapkan siswa lebih aktif, jika tak aktif maka akan ketinggalan.

    Memang perlu waktu, dan ada tahapan-tahapan, tapi saya percaya nantinya akan kearah sana. Dari tulisan dalam blog, saya banyak mendapat pertanyaan, terutama yang terkait dengan keuangan dan perbankan, namun menjadi kendala dalam menjawab pertanyaan tsb, apalagi jika arah pertanyaan melebar, dan penanya menginginkan jawaban pertanyaan yang lebih detail… sedangkan untuk ilmu keuangan dan perbankan…tak bisa tidak tetap harus dipraktekkan. Betapapun seseorang mendapat nilai tinggi, namun dilapangan tak berani memutus, tak bisa mencari bisnis yang bisa mengahsilkan profit, maka ilmu tadi akan kurang kegunaannya. Jadi antara e learning dan nantinya bertemu didunia nyata tetap harus ada jembatannya.

    (Duhh maaf…panjang banget nih)

    edratnas last blog post..Jangan pernah menunda pekerjaan

    >>>
    terima kasih banget,. bu enny infonya yang sangat berharga. saya sependapat dengan ibu bahwa menulis utk buku memang beda dengan menulis di blog. meski demikian, aturan main agaknya perlu ditegakkan agar orang tdk gampang menyalahgunakan karya orang utk kepentingan pribadi, apalagi kalau sampai dikomersilkan. btw, ttg e-learning memang benar, bu, sdm-nya perlu dipersiapkan secara matang. sekali lagi, terima kasih, bu :293

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tulisan terbaru tentang Pendidikan

Go to Top