Revitalisasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah

Bahasa

Oleh: Sawali Tuhusetya

Sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi (negara), usia bahasa Indonesia sudah lebih separuh abad. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut mestinya sudah mampu mencapai tingkat “kematangan” dan “kesempurnaan” hidup, sebab sudah banyak merasakan liku-liku dan pahit-getirnya perjalanan sejarah.

Namun, seiring dengan bertambahnya usia, bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis pun bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu?

Sementara itu, jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar. Para penuturnya masih dihinggapi sikap inferior (rendah diri) sehingga merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing – padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Agaknya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan kita terhadap bahasa nasional dan negara sendiri belum tumbuh secara maksimal dan proporsional. Padahal, tak henti-hentinya pemerintah menganjurkan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahkan, juga menunjukkan perhatian yang cukup besar dan serius dalam upaya menumbuhkembangkan bahasa Indonesia. Melalui “tangan panjang”-nya, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), pemerintah telah meluncurkan beberapa kaidah kebahasaan baku agar dapat dijadikan sebagai acuan segenap lapisan masyarakat dalam berbahasa Indonesia, seperti Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum pembentukan Istilah (PUPI), Tata Bahasa Indonesia Baku (TBIB), maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan susah-payah itu tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak. Pemakaian bahasa Indonesia rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa masyarakat seolah-olah cuek dan masa bodoh terhadap segala macam kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan sebagai acuan? Kondisi semacam itu setidaknya dilatarbelakangi oleh kuatnya kerangka pikir bahwa bahasa Indonesia hanyalah bahasa kedua setelah bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Hal ini paling tidak ikut memengaruhi rendahnya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan penutur terhadap bahasa Indonesia, sebab mereka telah terbiasa bertutur dengan menggunakan kerangka berpikir bahasa daerah, sehingga menjadi “gagap” ketika mereka harus menggunakan bahasa Indonesia secara langsung.

Kondisi semacam itu diperparah lagi dengan masih banyaknya tokoh masyarakat tertentu yang seharusnya menjadi anutan, tetapi nihil perhatiannya terhadap penggunaan bahasa Indonesia yuang baik dan benar. Dalam situasi masyarakat paternalistik seperti di negeri kita, keadaan semacam itu jelas sangat tidak menguntungkan, sebab masyarakat akan ikut latah, beramai-ramai meniru bahasa tutur tokoh anutannya sebagai bentuk penghormatan dalam versi lain.

Selain kondisi yang kurang kondusif semacam itu, bobot dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun tak henti-hentinya dipertanyakan. Hal ini memang beralasan, lantaran sekolah diyakini sebagai institusi yang diharapkan mampu melahirkan generasi bangsa yang memiliki kebanggaan terhadap bahasa nasional dan negaranya, berkedisiplinan dan berkesadaran tinggi untuk berbahasa yang baik dan benar, serta punya penghargaan yang memadai terhadap bahasa Indonesia.

Namun, yang terjadi hingga saat ini, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dinilai belum menunjukkan hasil optimal seperti yang diharapkan. Proses pembelajarannya berlangsung timpang; seadanya, tanpa bobot, dan monoton sehingga peserta didik terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku dan membosankan. Singkatnya, pembelajaran bahasa Indonesia masih memprihatinkan hasilnya; keterampilan berbahasa siswa rendah, sehingga tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pikirannya secara logis, runtut, dan mudah dipahami.

Kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang demikian memprihatinkan, mau atau tidak, mengharuskan kita untuk melakukan langkah “revitalisasi”, yaitu dengan menghidupkan dan menggairahkan kembali proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah didukung etos dan semangat guru yang andal serta kegairahan siswa yang terus meningkat intensitasnya dalam belajar dan berlatih berbahasa.

Langkah “revitalisai” yang mesti ditempuh, di antaranya, pertama, menciptakan dan sekaligus memberdayakan guru. Upaya pemberdayaan guru hendaknya dimulai sejak calon guru menempuh pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) agar kelak setelah benar-benar menjadi guru tidak asing lagi dengan dunianya dan siap pakai. Jelas, tuntutan ideal semacam ini bukan tugas yang ringan bagi LPTK, sebab selain harus mampu mencetak lulusan yang punya kemampuan akademik tinggi, juga harus memiliki integritas kepribadian yang kuat dan keterampilan mengajar yang andal.

Kedua, guru hendaknya tidak terlalu banyak dibebani oleh tuntutan kurikulum yang dapat “memasung” kreativitasnya dalam proses pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hendaknya memberikan ruang dan peluang yang begitu terbuka bagi para guru dalam melakukan inovasi pembelajaran dan mendedahkan kreativitas pembelajaran secara optimal dalam mengemas kegiatan belajar-mengajar.

Tujuan pembelajaran bahasa bukanlah untuk menjadikan siswa sebagai ahli bahasa, melainkan sebagai seorang yang dapat menggunakan bahasa untuk keperluannya sendiri, dapat memanfaatkan sebanyak-banyaknya apa yang ada di luar dirinya dari mendengar, membaca, dan mengalami, serta mampu berkomunikasi dengan orang di sekitarnya tentang pengalaman dan pengetahuannya.

Ketiga, buku paket yang “wajib” dipakai hendaknya diupayakan untuk dicarikan buku ajar yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan latar belakang sosial-budaya siswa. Hal ini perlu dipikirkan, sebab bahan ajar yang ada dalam buku paket dinilai belum sepenuhnya mampu menarik minat dan gairah siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

“Revitalisasi” tersebut hendaknya juga diimbangi pula dengan peran-serta masyarakat agar bisa menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang siswa untuk belajar dan berlatih berbahasa Indonesia secara baik dan benar, dengan cara memberikan teladan yang baik dalam peristiwa tutur sehari-hari. Demikian pula media massa (cetak/elektronik) hendaknya juga menaruh kepedulian yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasan yang berlaku.

Jika langkah “revitalisasi” tersebut dapat terwujud, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bukan mustahil diraih. Anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada seluruh masyarakat pun tidak akan bersifat sloganistis. Bahkan, mungkin pada gilirannya nanti bahasa Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang wibawa dan punya prestise tersendiri di era globalisasi, luwes dan terbuka, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman. Sebab, jutaan generasi yang memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasional dan negaranya akan lahir dari sekolah. ***

oOo

Keterangan:

Gambar diambil dari sini.

No Comments

  1. Ulun ndherek urun rembug ngger …

    Kata kunci yang selalu saya pakai adalah empan papan, alias proporsional, menempatkan diri sesuai pada tempatnya. Saya ssangat senang berbahasa Jawa, dan sering sekali menggunakan istilah dan idiom bahasa Jawa dalam tulisan-tulisan saya. Bukan, saya bukan bermaksud mengkhianati para pemuda 80 tahun silam yang telah bersumpah menjadikan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Saya hanya ingin meletakkan rasa, dalam kalimat saya, yang tidak bisa saya temui apabila saya menggunakan bahasa Indonesia. Sekali lagi, empan papan. Saya tentunya tidak akan menulis dalam bahsa serupa, dalam hal yang sifatnya resmi. Tak mungkin saya berpidato dengan ndakik-ndakik, pada forum yang bersifat lintas etnis. Saya tetap menganggap, bahasa Indonesia adalah bahasa kebanggaan saya. Bahasa Jawa hanyalah memperkaya, menambal beberapa sisi estetika yang tak bisa dicukupkan oleh bahasa Indonesia.
    Bagaimana dengan bahasa asing? Untuk yang sifatnya teknis dan saintis, yang bertujuan mendeskripsikan masalah dengan sejelas-jelasnya, saya masih memerlukannya. Akan lebih mudah dipahami apabila saya menuliskan alir laminar, daripada aliran tunak, atau menuliskan kalor daripada kata bahang. Lagipula, masih banyak istilah yang belum ada terjemahannya yang pas. Tapi toh, saya hanya memakainya secara terbatas.
    Masalahnya, adalah ketidak proporsional-an pemakaian bahasa Indonesia di masyarakat. Budaya pop di televisi, film, dab media massa, tidak pernah memberikan contoh yang baik dan benar tentang berbahasa. Keluhuran budi tidak lagi dicerminkan lewat kehalusan bahasa. Aktualisasi seseorang, ditunjukkan dengan kemampuannya menggunakan kata-kata, yang sering keluar dari mulut para selebritis, para politisi, yang sialnya, lebih banyak yang keluar dari jalur-jalur penggunaan bahasa yang baik dan benar. Bahasa Indonesia tak lagi mampu memberikan image positif bagi suatu produk yang diiklankan. Riverbank Residence, memberikan image kelas tinggi, ketimbang apabila perumahan tersebut diberi nama Perumahan Tepi Sungai, atau Girli Indah, dengan makna yang kurang lebih sama. Bahkan Pertamina pun lebih pede dengan tagline Always There, ketimbang Selalu Ada.
    Jadi? Icyu bechull, bahasya Indonechie memang chulit, akyu chak biasya … demikian kata seorang selebritis di sebuah infotainment.
    Lho, kok ulun malah nunut ngeblog di sini ya ???

    Ki Bodronoyo’s last blog post..Pasetran Gandamayit

    ooo
    leres sanget atur pangandikanipun ki bodronoyo. dalem sarujuk menggah pamanggih kyai bodronoyo 🙂 panci leres bilih bab basa menika kedah empan papan. *halah* nganggo basa jawa suwe2 kok kangelan :tisted: saya kira bhs daerah bukan ancaman bangi bahasa indonesia, mas nudee, bahkan memperkuat jairidiri kebangsaan. makanya dalam uud’45 pun dijelaskan bahwa bhs daerah merupakan pemerkaya khasanah budaya bangsa. dalam kondisi tertentu kita pun boleh pakai bhs gaul. yang repot itu kalau kita menggunakan bahasa secara inklusif yang susah dipahami oleh mitra tuturnya.

  2. Kalimat tepat … bobot dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun tak henti-hentinya dipertanyakan … saya setuju hal ini. Tapi, guru bahasa Indonesia tidak dapat selalu disalahkan, ada hal lebih besar, masyarakat pemakai bahasa.

    Sekalipun demikian, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, jujur saja, mengecewakan. Perlu revitalisasi memang. Dan, … itu dari guru sendiri. Bahasa jangan sampai dijadikan penghalang berbahasa … karena guru sangat ketat dengan aturan, tapi minim contoh nyata. Itu penyakit.

    Di atas semua itu, kita harus optimis. Terus berusaha … berkarya dengan bahasa Indonesia. Siapa bilang tidak bisa menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Bahasa nggris itu buruk kata banyak orang, kalau jauh dari bahasa Perancis atau Jerman, tapi mendunia. Karena kekuatan ekonomi, politik, dan setrusnya.

    Mari menggulirkan bahasa Indonesia dalam parktik. Salam.

    Ersis Warmansyah Abbas’s last blog post..Inspirasi: From first Love to Isteri Tercinta

    ooo
    sepakat, pak ersis. tugas guru di sekolah juga dibatasi oleh waktu sehingga tidak bisa setiap saat memantau penggunaan bahasa para siswa didiknya. repotnya, pengaruh dari lingkungan masyarakat demikian besar sehingga seringkali para siswa larut ke dalam penggunaan gaya bahasa yang berlangsung di tengah2 masy. harapan utk menjadi bhs ilmu pengetahuan masih terbuka, pak,hehehehe 😆 asalkan semua bangsa merasa bangga dulu dg bahasa nasionalnya sendiri dulu.

  3. pak, gimana kalo dibuat bentuk digitalnya dan bisa diunduh?
    misal EYD, PUPI, TBIB dan KBBI dalam bentuk pdf

    edy’s last blog post..Lampu Disko

    ooo
    waduh, bung, nanti dikira menyaingi pusat bahasa, hehehehe 😆 kan sudah ada situs dan laman kebahasaan yang bisa dikunjungi, hehehehe :mrgreen: lagian, masih gaptek juga buat produk2 digital. 😈

  4. Saya malah agak prihatin dengan tergusurnya bahasa daerah saya (sunda) dengan bahasa Indonesia. Mending sih kalau bahasa Indonesia yang baik dan benar, banyaknya Indo Gaul 😀

    Satu hal yang saya rasakan, bahasa Indonesia kurang ekspresif atau barangkali saya kurang bisa menggunakannya ya?

    Kecuali untuk istilah-istilah teknologi, saya agak kurang sependapat kalau harus di Indonesia kan. Citarasa-nya berbeda saja, dan malah seringnya mengaburkan arti.

    Donny Reza’s last blog post..Tentang Wanita Berjilbab

    ooo
    wah, bahasa daerah mestinya tetap terus dilestarikan dan dikembangkan, mas donny, karena bhs daerah juga bisa menjadi pemerkaya budaya bangsa. ttg istilah2 pengetahuan kalau harus dicarikan padanannya seringkali tdk cocok juga. bahkan, terkesan, padanannya sendiri lebih asing daripada istilah asing itu, seperti kata efektif dan efisin yang dipadankan dg kata mangkus dan sangkil. ternyata masyarakat justru lebih mengenal istilah efektif dan efisien.

  5. Waktu SMA dulu saya paliiiiiing benci sama pelajaran Bahasa Indonesia… huehehehe….. **ditabok pak Sawali**

    Tapi bukan berarti saya tidak suka pelajaran bahasa Indonesia lho…. hanya saja saya memang tidak suka cara/pelajaran bahasa yang diberikan di sini, terutama bahasa Indonesia, yang sangat kaku dan kurang fleksibel. Saya melihat bahasa2 dunia begitu fleksibel, ambil saja contoh Bahasa Inggris, yang dulu juga pernah saya katakan, begitu fleksibelnya bahasa Inggris sehingga tidak malu2 menyerap kata2 seperti: tempeh, gamelan, kalong, mullah, azan, haji, masjid, dharma, enokidake, zaibatsu dan lain-lain dari bahasa2 lain di seluruh dunia menjadi kata resmi dalam Bahasa Inggris tanpa perlu adaptasi satu hurufpun. Hal ini telah dibuktikan dengan masuknya kata2 tersebut dalam kamus2 resmi acuan Bahasa Inggris seperti Oxford Advanced Learner’s Dictionary atau Chambers Dictionary ataupun Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary! Begitu pula dengan bahasa-bahasa slang, juga dengan leluasanya dapat masuk ke kamus2 berprestise seperti itu.

    Bagaimana dengan Bahasa Indonesia?? Yang masih sangat anti dengan dinamika berbahasa yang terjadi di tengah2 masyarakatnya?? Apakah akan terus kaku dengan hal2 yang berbau “Bahasa Indonesia Baku”?? Ah… nggak tahu deh,… pusing!! 😀

    Yari NK’s last blog post..Mike Si Ayam, Biar Kepalanya Dipotong Tapi Tetap Hidup!

    ooo
    yups, kalau memang ingin menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa yang mendunia, idealnya bahasa indonesia pun perlu meniru2 cara2 yang digunakan oleh bahasa inggris, bung yari, terutama dalam penyerapan istilah2 asingnya. bahasa indonesia mestinya juga perlu fleksibel dan luwes. kalau harus dicarikan padanannya, seringkali justru malah terasa lebih asing daripada istilah asingnya itu sendiri. btw, kenapa juga bung yari tdk suka bahasa indonesia? hiks 😈 jangan2 karena tdk suka dg gurunya yang mengajar, yak? wakakakaka 😆

  6. Aslkm…..pak, istilah2 yg berkembang sekarang ini, baik istilah inggris atau istilah bhs asing lain..itu apakah sudah di EYD kan pak ? kayaknya media massa yg paling banyak menyumbang perubahan gaya bahasa ya pak.

    olangbiaca’s last blog post..KESALAHAN

    ooo
    waalikum salam bung abdillah. sebenarnya upaya ke arah itu sudah ada, bung. bahkan sudah ada pedoman pembentukan istilah. tapi agaknya masyarakat malah lebih suka dg istilah asingnya daripada padanannya. btw, bahasa pers memang besar sekali pengaruhnya, bung. oleh karena itu banyak yang berharap, pers bisa menjadi teladan bagaimana menggunakan bhs indonesia secara baik dan benar.

  7. Selamat Pagi Pak! Minat membaca yang masih sangat kurang di lingkungan kita sangat berperan menghambat perkembangan Bahasa Indonesia.Masyarakat kita lebih banyak menonton dan mendengar dari media elektronik.Lebih mengerikan lagi di media tsb sering sekali menggunakan bahasa prokem atau yang dikenal dengan bahasa gaul.Akibatnya bahasa ini akan ditiru anak2 ( tak sedikit orang tua juga ikut latah)dan digunakan pula sebagai bahasa sehari-hari.
    Membaca topik yang Bapak angkat dalam ruang ini,saya teringat pengalaman yang menggelikan tetapi sangat positip.Suatu kali saya dsempat mengajar 2 orang anak tetangga( bersaudara ) di bidang matematika.Proses pembelajaran ini tentunya menggunakan bahasa Indonesia,disinilah awal kegelian itu timbul,anak-anak sering tidak memahami soal cerita dalam matematika akibatnya mereka sulit menyelesaikan soal2 yang saya berikan.Saya sangat prihatin ddan menyadari pengetahuan bahasa mereka teramat sangat kurang.Setelah pembelajaran selesai,hari itu saya mencari satu berita di koran dan memesan mereka membaca berita di rumah,sebagai hukuman kecil mereka harus menceritakan dan menjelaskan apa yang mereka baca keesokan harinya.Sungguh tak disangka,esok paginya mereka datang bersama dengan mamanya anak2.Mama mereka memberitahu bahwa kedua anaknya menangis di waktu malam hari karena di suruh membaca surat kabar oleh saya.Orang tua mereka sempat meminta maaf karena ketidakmampuan membaca dari anak2 beliau.Dalam hati saya merasa geli dan ketawa ngakak sewaktu mereka pulang.

    Saya juga teringat satu hal.Sewaktu kecil almarhum Akong (kakek) saya adalah pengusaha kantong kertas sebagai pembungkus barang dagangan.Bahan2nya adalah kertas bekas potongan pabrik kertas,koran2 dan majalah bekas yang dibeli kiloan.Akong yang sangat disiplin terhadap cucunya selalu memberi saya pekerjaan kecil yaitu membuka dan merapikan koran2 dan majalah bekas yang akan diubah menjadi kantong.Nah,koran2 dan majalah bekas yang bejibun itu saya baca sambil merapikannya,kadang akong kesal juga karena pekerjaan saya jadi lambat akibat membaca sambil bekerja.Hari libur dan hari minggu juga selalu diisi dengan membaca koran dan majalah bekas itu.Dari kegiatan ini saya merasakan manfaatnya yang sangat luar biasa dan akongpun merasakan kegunaannya,beliau suka berita politik dan saya selalu menerjemahkan berita2 yang dia sukai ke dalam bahasa Hokkian ( bahasa daerah suku Chinese tertentu ).Demikianlah pengalaman saya,mudah2an ada manfaatnya.

    ooo
    yups, terima kasih, mas lim, tambahan info dan pengalamannya yang sangat menarik. semakin memperkuat opini bahwa penguasaan bahasa akan sangat menentukan kemampuan seseorang dalam memahami sebuah wacana. pengalaman mas lim adalah sebuah fakta ketika anak gagap membaca, mereka akan sulit memahami isi teks yang mereka baca. repotnya lagi, kultur membaca bangsa kita ini bisa dibilang mengalami lompatan budaya yg begitu cepat; dari budaya proliterasi ke budaya postliterasi yang ditandai dg menjamurnya media elektronik. nah, budaya literasi ini yang kita lompati. akibatnya, anak2 zaman sekarang lebih suka nonton TV ketimbang membaca. mudah2an pengalaman mas lim ini bisa memperkuat pemahaman bahwa aktivitas membaca sangat penting dan perlu dibudayakan sejak dini agar kelak mereka tdk mampu berbhasa secara reseptif, tetapi juga produktif. terima kasih sekali tambahan infonya, mas lim. selamat malam.

  8. Bahasa Indonesia kan bahasa yang kaya, Pak.. Bahasa gaul, prokem, apalagi sekarang ada bahasa Indonesia versi Cincha Lawrah. Gyahahaha…..

    ooo
    wakakakaka 😆 bahasa indonesia ala cincha laurah itu yang seringkali bikin bingung banyak orang. setengah2, kekekeke 😈 mending kalau inggris ya inggris sekalian, tdk perlu dicampuradukkan.

  9. Usia negara kita, usia bahasa kita, dua-duanya sudah lebih dari setengah abad. Tapi kenapa kita tak pandai menyebut negara atau bahasa kita sendiri ya…
    Secara struktur dan anatominya, nama negara atau bahasa kita kan mirip-mirip Indocina, India, Indosat, Indomie, Indo Maret dan Indo-indo yang lain. Tapi kenapa setengah abad lebih pula kita salah kaprah mengeja negara dan bahasa kita dengan lafal ENDONESIA ?.
    Kalau konsekwen, India harus dibaca Endia, Indosat dibaca Endosat dll.
    Secara lengkap bunyinya begini:
    “Orang Endia yang bekerja di Endosat beli Endomie dan VCD Endiana Jones di Endo Maret”.

    oooo
    wakakakaka 😆 kali ini pak mar memplesetkan indo menjadi endo. kok bisa2 saja buat anekdot. pak mar memang smart. konon salah satu cirinya adalah demikian mudahnya mengasosiasikan sesuatu dg kenyataan2 yang lain secara humoris. salut deh, *halah*

  10. kalo nggak dari sekarang, bahasa indonesia bakalan tersingkir dengan adanya bahasa gaul, prokem atau apapunlah namanya….
    pak sawali bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa yang sering dielu2kan itu, tapi pahlawan juga dalam menyelamatkan bahasa kita bahasa indonesia karena memang background bapak adalah guru bahasa indonesia…

    abee’s last blog post..Di kejar bencong dedlen

    ooo
    walah, biasa aja, mas abee, kekekeke :mrgreen: ndak usah berlebihan, hehehe 🙂 memang sudah saatnya kebanggaan terhadap bhs nasional sendiri harus kembali dibangkitkan, mas abee, jangan sampai terlalu larut ke dalam bahasa gado2 yang makin mengaburkan corak bhs indonesia yg sesungguhnya.

  11. saya jadi teringat ketika sekolah dulu pak, guru aja jarang menggunakan bahasa indonesia, bukan lantaran mereka takut kalau murid tidak mengerti apa yang dikatakan justru sebaliknya, guru aja sering menggunakan bahasa daerah

    ooo
    wah, seharusnya dalam situasi formal, seperti ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, perlu juga menggunakan bhs resmi, mas, kecuali dalam pelajaran bhs daerah dan bhs asing. bisa jadi apa yg digunakan guru mas badri dulu dimaksudkan agar siswa didiknya lebih mudah utk menyerap materi yang disampaikan, mas.

  12. Tahun 90-an di Padang muncul keinginan mengindonesiakan istilah asing, mulai dari nama toko hingga hotel. Bagus sekali dan bisa diberlakukan. Tidak tahu sekarang bagaimana kondisinya.

    Maksud saya, di sini regulasi penguasa amat penting. Pemerintah mestinya membuat kebijakan guna mendukung eksistensi Bahasa Indonesia. Misalnya dengan mencantumkan Bahasa Indonesia nama-nama/istilah asing. Jadi bahasa asingnya tetap, bahasa Indonesianya juga ada.

    Zulmasri’s last blog post..UN: Menghitung Hari

    ooo
    wah, menarik juga pak zul apa yang terjadi di padang. mudah2an langkah semacam itu terus ditindaklanjuti. konon uu bahasa tak lama lagi akan disahkan. *menunggu-nunggu jadi atau tidak, hehehe 😆 dalam uu bahasa itu konon juga diatur ttg penggunaan nama2 yang berkaitan dg tempat2 dan fasilitas publik.

  13. @marsudiyanto:
    Menurut guru Bahasa Indonesia saya waktu kelas –
    I SMP dulu melafalkan nama negara kita ini yang benar adalah èndonesia, bukan indonesia. Mungkin kalau ada ahli Bahasa Indonesia bisa memberikan koreksi atau mengafirmasi.

    Gaya seperti itu berlaku juga untuk piring, kuping, penting dll yang dibaca menjadi pirèng, kupèng, pentèng (coret di atas huruf e kebalik nggak?). Itu kata guru Bahasa Indonesia saya waktu kelas I SMP dulu. Mungkin terpengarus Bahasa Jawa yang memang untuk akhiran ing dibaca èng.

    @pak sawali:
    Kita tidak usah pesimis, Pak. Menyusul wordpress.com dan blogger.com yang sudah berbahasa Indonesia, friendster pun sudah mengeluarkan edisi Bahasa Indonesia. Hal tersebut menjadi bukti pengakuan internasional atas eksistensi Bahasa Indonesia. Tinggal kita sendiri yang harus percaya diri untuk menggunakannya.

    Saya masih menunggu adsense mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang diakui (supported language). Masa Bahasa Korea yang dituturkan lebih sedikit orang sudah dijadikan bahasa yang diakui tetapi Bahasa Indonesia yang dituturkan 200juta orang lebih tidak diakui.

    (Ya iyalah ya… Orang Korea yang melek internet bisa jadi 50 kali lipat orang Indonesia yang melek hal yang sama)

    Saya PD dengan Bahasa Indonesia makanya adsense saya pasang di blog berbahasa Indonesia.

    (Alaahhhh… Padune raisa Boso Ènggrès)

    arif’s last blog post..Rapih-rapih Tampilan

    ooo
    wew…. siapa guru bhs indonesia, mas arif, hehehe 😆 kok bisa begitu, yak? pelafalan yang bener nih, menurut kaidah, harus disesuaikan dg ejaannya. kalau menggunakan /i? pelafalannya pun mesti menjadi /indonesia/ bukan /endonesia/ contoh yang lain misalnya /energi/ bukan /enerji/ yups, salut juga nih buat mas arif yang selalu memosting tulisan dg bahasa indonesia, apalagi sdh banyak penyedia layanan dunia maya yang mulai terbukan terhadap bahasa indonesia. mudah2an saja bahasa indonesia makin mengglobal.

  14. Benar pak, saya juga bangga kalo di tulisan saya ada ng-english nya dikit…, agak keren gitu lho … :mrgreen:

    herianto’s last blog post..Test Youtube player

    ooo
    walah, pak heri memang suka menumpuk2 istilah asing dalam tulisan? wakakakaka 😆 memang keren juga, pak, tapi seringkali juga menimbulkan amsalah bagi pembaca kalau kurang akrab dg bhs linggis. 🙂

  15. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus globalisasi?

    Semua tergantung pada bangsa ini. Kita tidak bisa meminta negara lain atau bangsa lain untuk mengakui bahasa kita. Jadi saya setuju sekali dengan pak Sawali untuk melakukan revitalisasi bahasa Indonesia.

    Setelah kamus besar bahasa Indonesia memiliki situs, sekarang setiap mencari pengertian kata, saya selalu merujuk pada KBBI dari pada ke wikipedia. Mudah2an ada upaya-upaya bangsa ini membuat KKBI semudah wikipedia.

    Saya juga sudah mulai membiasakan menggunakan kata unduh dari pada donlot. Rekam jejak dari pada track record. Anjungan tunai mandiri dari pada automatic teller machine dlsbnya.

    Saya berharap akan ada kata pengganti SMS dan HP hehehe juga kata-kata ganti lainnya yang lebih Indonesia. Memang ini tantangan yang menyenangkan .. apalagi tahun ini adalah moment yang tepat untuk itu.

    erander’s last blog post..Usai liburan panjang

    yups, mudah2an saja harapan pak eby dan kita semuanya bisa terwujud, pak. bagaimanapun juga bahasa indonesia yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban bangsa kita perlu terus dikembangkan sebagai salah satu jatidiri bangsa. meski demikian, pencarian padanan utk istilah2 asing juga perlu dilakukan secara selektif, sebab ada kalanya padanan kata indonesia seringkali terasa lebih asing daripada istilah asing itu sendiri, hehehehe :mrgreen: saya juga sering menggunakan KBBI daring sebagai rujukan, pak, meskipun masih sangat sederhana isinya.

  16. Assalamu’alaikum
    Komentar-komentar (tuh kan nulis komentar aja kudu pake dua kali, kenapa nggak komentars saja :mrgreen: ) di atas semuanya sudah bagus. Kenapa saya anggap bagus semua? Karena informasi yang masuk ke memori saya, nampaknya baru dari komentars tersebut. 🙁

    Ana cuma dapat komentar begini saja Mas Sawali; (penggunaan tanda titik koma saja sepertinya belum umum digunakan, setahu saya sih) keberadaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B) saat ini seberapa efektif dalam merevitalisasi bahasa Indonesia? Kenapa namanya kok bukan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Indonesia (PPPBI)? Pengkajian ini dimaksudkan agar proses penyerapan dan pemadanan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia menjadi lebih cepat. Ini usulan iseng barangkali Mas ya?

    Satu lagi Mas; secara jujur saya akui bahwa bahasa Indonesia itu tidak efisien! Misalnya, komentar-komentar dan sejumlah contoh lainnya (perlu dua kali saya menulisnya). Memang benar sih, saya dapat saja menuliskannya menjadi komentar2; tapi kan tidak baku?

    Wassalamu’alaikum

    ooo
    waalaikum salam, mas adi. sepanjang pengetahuan awam saya, antara lafal dan ejaan dalam bahasa indonesia mesti sinkron, mas. kalau komentar diakhir dg s sbg penanda bentuk jamak, nanti lafalnya jadi /komentars/ hehehehe 😆 ttg penggunaan nama pengkajian utk pusat bahasa, waduh, saya juga tidak tahu tuh, mas. penekanan kata “pembinaan” di situ agaknya dimaksudkan bahwa tugas dan tanggung jawab pusat bahasa tdak melulu melakukan kajian dan pengembangan, tetapi sekaligus juga melakukan pembinaan bahasa kepada publik melalui berbagai media, baik cetak maupun eletronik. *halah sok tahu*

  17. 😀 bahasa indoesia sudah mulai “impoten” Pak Guru. Cobalah carikan padanan kata “gadget”, “blog”, “blogging”, “blogger”, “template”, dan banyak lagi istilah dari bahasa inggris yang kita pakai sehari-hari di dunia maya. Itu baru secuil contoh dari dunia internet; lebih banyak lagi di dunia kedokteran, teknik, teknologi tinggi, dll.

    Maksudku, usulan Pak Sawali untuk revitalisasi bahasa Indonesia itu memang perlu, tapi bukan dalam lingkup sekolah saja.

    Di semua bidang kehidupan, profesi dan strata sosial; bahasa Indonesia sudah sangat mendesak untuk direvitalisasi. Jika tidak, cucu Pak sawali yang lahir dan besar di Indonesia nantinya akan lebih lancar berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan “Grandpa” Sawali daripada pakai bahasa Indonesia.

    Robert Manurung’s last blog post..Dari Medan Sampai Milan : Money Politics ?

    ooo
    wah, istilahnya serem, bung robert, hehehehe :mrgreen: agaknya memang sdh sangat mendesak utk dilakukan revitalisasi BI, bung. meski demikian, revitalisasi ini perlu proses secara bertahap. dunia pendidikan perlu memulainya, kemudian juga tokoh2 masyarakat dan kaum elite yang seharusnya menjadi anutan. mereka harus bisa menjadi teladan bagaimana cara berbahasa yang baik dan benar.

  18. Bahasa yang indah adalah bahasa Tuan
    Bahasa kami gonggongan anjing liar
    Pikiran yang mulia adalah pikiran Tuan
    Pikiran kami pikiran otak udang

    Kami bangsa taklukan
    Diperbudak di tanah moyang
    Para perempuannya pemuas zakar
    Lelakinya penjilat pantat
    Kaum muda layu tunas tidak berakar
    Kaum tua lapuk kayu dimakan ngengat

    Jangan minta kami berjuang
    Kemerdekaan cuma bidaah besar
    Upah kami surga di tangan
    Kau bilang fatamorgana ?

    Enyah kau setan !!!
    Lolonganmu tak kami butuhkan
    Kami dilahirkan dari kebohongan
    Kami dihidupi oleh kebohongan
    Jangan pernah kau ambil dari kami
    Karena hanya itu …
    Sisa-sisa hajat untuk kami makan

    tomy’s last blog post..PEMBACAAN DALAM SEONGGOK TAI

    ooo
    puisinya indah pak tomy, tapi isinya bener2 sarkastis, hehehehe 😆 mencerminkan kondisi bangsa kita yang memang sulit melakukan sebuah perubahan.

  19. Hmm iya, kenapa ya? Tapi kalau dilihat perkembangan sejak dulu, sebetulnya bahasa Indonesia adalah bahasa yang luwes, yang setiap kali menerima bahasa lain menjadi istilah dalam bahasa Indonesia.

    Saya termasuk orang yang mungkin kalau ditest tata bahasa Indonesia (semacam TOEFL atau TOEIC) mungkin nggak lulus. Padahal ayah saya guru bahasa Indonesia.

    edratna’s last blog post..Early warning signals

    ooo
    yups, bener banget, bu enny. idealnya memang begitu, bu. penggunaan padanan pun perlu benar2 selektif; tdk harus semua istilah asing mesti dicarikan padanannya kalau pada kenyataannya justru malah lebih asing daripada istilah asing itu sendiri. btw, kenapa juga bu enny merasa kura pede *halah* kalau harus mengikuti ujian tata bahasa? tapi, sepertinya ujian seperti itu tdk ada, bu, hehehehe 💡

  20. assalamualaikum..
    saya bingung pak..
    di satu pihak bahasa indonesia sangat penting..
    tapi dilain pihak kita dipaksa untk bisa bahasa asing dinegeri sendiri.. banyak universitas yg mewajibkan dalam kuliahnya 50:50.. 50 indonesia.. 50 inggris.. dan ajaibnya.. bahasa indonesia yg digunakan itu bahasa gaul.. bukan bahasa yg baik..
    lalu saat wawancara kerjapun begitu.. kita diajak berbahasa asing.. padahal untk posisi yg tidak bersosialisasi dgn orng asing.. bahkan di perusahaannya itu sendiri tidak ada orng asingnya..
    sbenernya yg merusak bahasa itu kita sendiri.. yaitu sifat gengsian.. bnul..
    wah bener kata saya.. bapak harus jadi menteri pendidikan nasional.. kapan pak?wehehe..

    syahbal’s last blog post..My Grandma?

    ooo
    walaikum salam. hehehehe 🙂 sebenarnya tdk perlu bingung, mas. idealnya bahasa indonesia juga harus terbuka dan luwes terhadap pengaruh asing, apalagi kalau memang ada keinginan utk menjadi bahasa ilmu pengetahuan. hanya saja, modernisasi bhs indonesia jangan sampai menjadikannya lupa terhadap jatidir bangsa yang sdh lama teruji oleh sejarah.

  21. Hallo Pak Sawali saya pengunjung baru blog Bapak, tolong bimbing ya

    oooo
    halo juga pak tri, makasih kunjungannya. btw, saya juga sedang belajar ngeblog, pak, hehehe :oke kita sharing aja, yak!

  22. Bahasa indonesia sudah pasti sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa bahasa tidak mungkin adanya indonesia, sebab hal tersebut merupakan tiang pancang berdirinya negara dan identitas bangsa.

    satu, peran pemimpin yang sangat punya andil besar dalam rangka menumbuh kembangkan penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar, dengan mencontohkan berbahasa yang baik dan benar secara langsung publik bisa mencontoh bagaimana sejatinya manusia indonesia itu.

    kedua, guru sangat berperan dalam membentuk karakter berbahasa anak didik, jika guru dapat menjadi contoh yang baik maka dimungkinkan “tertular” kepada anak didiknya.

    Ketiga, banyaknya kurikulum dan kurangnya jam pelajaran untuk bahasa indonesia menambah derita cita2 menjadikan bahasa indonesia tuanrumah di negeri sendiri, mengapa? saya seumur hidup belum pernah masuk yang namanya laboratorium bahasa indonesia, atau kursus bahasa indonesia 😛 sehingga wajar kalau kualiatas pengajaran dan hasil yang didapatkan sangat tidak memuaskan.

    resi bismos last blog post..bangga berbahasa

    ooo
    yups, terima kasih masukannya, mas ario. begitulah fakta yang terjadi, mas. kaum elite dan tokoh2 masayarakat yang seharusnya menjadi anutan saja banyak yang tdk taat asas terhadap kaidah berbahasa yang baik dan benar. sementara itu, di sekolah, banyak juga yang masih sangat minim fasilitasnya sehingga pembelajaran bahasa indonesia tdk bisa berlangsung secara optimal. 💡

  23. saya bingung dengan penggunaan bahasa asing yang berlebihan di indonesia..sampai2 hampir semua toko, restoran, dll pake bahasa asing!

    1. bisa jadi hal seperti itu dilakukan utk menunjukkan sikap sbg kaum terpelajar dan biar dianggap modern. bisa jadi menunjukkan sikap rendah diri dan kurang percaya diri terhadap bahasa nasionalnya sendiri.

  24. terima kasih atas informasinya . . . . .
    saya boleh tanya tidak . . . ?
    kalau boleh . . . .
    apa sih tujuan pengajaran pragmatik . . . ?
    atas jawabanya . . . !!!
    Thank’s . . . .

  25. sepertinya bahasa asing lebih diperhatikan daripada bahasa sendiri
    mungkin karena tren dan masalah bosan menggunakan bahasa yang sama tiap hari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *