Guru Menulis KTI Populer: Siapa Takut?

Karya Tulis Ilmiah (KTI) Populer termasuk salah satu jenis KTI yang bisa diajukan oleh guru untuk pengajuan angka kredit pengembangan profesi. Sebagaimana dijelaskan dalam Penilaian Angka Kredit (PAK) bagi guru, setidaknya ada delapan bentuk KTI yang bisa digunakan, yakni (1) karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survei, dan atau evaluasi di bidang pendidikan; (2) karya tulis/makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang pendidikan; (3) menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasan, atau ulasan ilmiah dalam pertemuan ilmiah; (4) tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan dan kebudayaan yang disebarluaskan melalui media massa; (5) buku Pelajaran; (6) diktat pelajaran; (7) modul; dan (8) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah yang bermanfaat bagi pendidikan.

KTIKTIKTINamun, secara jujur mesti diakui, KTI populer masih jarang disentuh oleh guru untuk dijadikan sebagai salah satu KTI dalam PAK. Padahal, sesungguhnya KTI populer tergolong jenis karya tulis yang strategis dan efektif untuk mentransformasikan dunia keilmuan kepada masyarakat luas. Jangkauan media mainstraim (media cetak) yang jauh lebih luas sangat memungkinkan bagi seorang guru untuk menyebarluaskan dan mendesiminasikan gagasan-gagasan kreatif dan argumentatifnya kepada khalayak luas. Jika tulisan semacam ini dijadikan sebagai salah satu genre tulisan untuk memperkenalkan dunia akademik kepada masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan budaya, pelan tetapi pasti, kesenjangan informasi keilmuan yang selama ini masih menganga lebar, bisa terjembatani. Melalui koran atau majalah yang diakui keberadaannya secara nasional, seorang guru bisa mentransfer gagasan-gagasan cemerlang yang relevan dengan dunia pendidikan kepada masyarakat luas. Ini artinya, fungsi pencerdasan dan pencerahan yang dilakukan oleh seorang guru tak hanya sekadar berlangsung di ruang kelas, tetapi juga menyebar di luar tembok sekolah dengan jangkauan yang (nyaris) tanpa batas.

KTI populer dalam PAK memang masih sering menimbulkan perdebatan. Di kalangan tim penilai angka kredit pengembangan profesi guru, misalnya, KTI jenis ini agaknya masih menyisakan banyak perdebatan. Sebagian besar masih mempertanyakan kesahihan opini guru tentang ranah pendidikan yang dimuat di koran. Bobot ilmiah artikel opini pendidikan yang ditulis oleh seorang guru yang dimuat di koran dinilai kurang sesuai dengan standar keilmuan, sehingga tidak layak untuk dinilai. Dalam pandangan awam saya, anggapan semacam ini justru melunturkan budaya menulis di kalangan guru. Banyak guru potensial dan memiliki talenta hebat dalam menulis artikel opini tak jarang harus menelan kekecewaan lantaran tulisan di koran yang telah berhasil menembus ketatnya barikade redaksi, ternyata hanya mendapatkan nilai 0 (nol) ketika diajukan dalam PAK. Imbasnya, gagasan-gagasan kreatif, suara-suara kritis, atau pemikiran-pemikiran cemerlang yang muncul dari seorang guru jarang bergaung di koran. Padahal, gurulah yang langsung bersentuhan dengan dunia pendidikan sehari-hari di sekolah, sehingga bisa merasakan secara langsung denyut dan dinamika riil yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dampak sosialnya juga jelas, dunia persekolahan mengalami stagnasi karena suara guru (nyaris) tidak pernah terbaca oleh masyarakat luas.

Semoga opini pendidikan seorang guru yang tertuang di koran mulai dilirik oleh para pengambil kebijakan sebagai KTI populer yang bisa dihargai dalam PAK, sehingga guru akan terus terpacu adrenalinnya untuk ikut serta memberikan pencerahan dan pencerdasan di tengah-tengah jagad kurikulum kehidupan yang sesungguhnya. Yang tidak kalah penting, budaya menulis di kalangan guru, secara bertahap juga akan berkembang secara dinamis, seiring dengan perkembangan dan dinamika peradaban yang sedang terjadi. Apalagi, terbetik kabar bahwa mulai tahun 2011, angka kredit pengembangan profesi guru akan diterapkan ketika seorang guru hendak mengajukan kenaikan pangkat dari golongan III B ke III C dan seterusnya. Ini artinya, kemampuan kreatif guru dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan inovatif, jangan sampai dipasung hanya sebatas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semata.

Kebetulan, Senin, 27 September 2010 yang lalu, saya didaulat untuk sharing dan berdiskusi dengan rekan-rekan sejawat di SMK 2 (STM) Negeri Kendal yang tengah menggelar Workshop Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Acara yang berlangsung pukul 14.00-17.15 WIB itu cukup menarik. Diskusi berlangsung cukup seru dan hangat sehingga waktu yang disediakan (hampir) tidak cukup untuk menuntaskan berbagai persoalan aktual yang berkaitan dengan penulisan KTI populer. Presentasi powerpoint tentang KTI Populer bisa diunduh di sini!

Selamat berkarya! Konon, untuk menjadi seorang penulis, ada tiga hal penting yang perlu segera dilakukan. Pertama, menulis. Kedua, menulis. Ketiga, menulis. Nah, lho! ***

No Comments

  1. Wah.. menarik sekali pak sawali. Perlu di populerkan ini KTI populernya. selama ini yang digembor-gemborkan hanya PTK, sementara PTK sendiri tidak pernah tersentuh oleh dunia luar pendidikan (masyarakat).. semoga dibaca oleh para pemangku kebijakan..

  2. saya sangat setuju dengan opini Bapak..

    kolom edukasi, wacana lokal, dan wacana nasional yang disuguhkan oleh Suara Merdeka menurut saya memiliki bobot karena melalui saringan yang ketat oleh redaktur. Apalagi bila kelasnya Kompas, Tempo dan media indonesia.

    Sebagai masyarakat saya menilai bobot kaidah ilmiah dengan bobot kaidah jurnalistik tidak bisa diperbandingkan dalam artian mencari mana yang lebih berbobot dan lebih baik. keduanya saya kira memiliki manfaat yang sama dalam memajukan masyarakat.

  3. waktu masih cukup belia…saya menyesal juga gak aktif ikut kegiatan KTI..padahal ternyata sekarang suka nulis… bagi adek2..ayo semangat nulis yaa..nulis…nulis..dan nulis… hehe..smangat pokoknyaa

  4. wah….saya mendukung sekali Mas….soalnya gurulah yang memang benar-benar dekat dengan pendidikan…jadi ya….harusnya medi informasi seperti koran, bisa lebih melirik KTI para guru ini….

  5. Salam Pak, sanagt menarik utk hal ini dan perlu trus digalakkan. Sebenarnya menulis bukan hanya utk syarat sertifikasi kan, sayang bila hanya utk itu. Tapi lebih kepada keaktualan serta sumbangsih keilmuan, keep writing and shared Pak

    1. betul sekali, mas endra. memang benar, motif menulis tak semata2 utk mengejar kenaikan pangkat, tetapi lebih pada upaya utk menyalurkan pemikiran2 kreatif. namun, juga jauh akan lebih bermanfaat jika kti populer karya guru yang dimuat di koran juga bisa dilirik sbg angka kredit pengembangan profesi.

    1. terima kasih suppportnya, mbak. btw, saya sudah mencoba komen di blog mbak maria, tapi kok selalu gagal ketika memasukkan kode capcha-nya, yak? apa tdk sebaiknya diganti aja dg plugin akismet, mbak? hehe ….

  6. Ping-balik: Aldiupin's Blog
  7. Salam persohiblogan

    Lama tak bersua. Maaf karena kesibukan membuat saya sulit BW.
    Baru sempet nih, itu pun sekedar sapaan sembari lewat. 🙂

    Mohon Maaf Lahir & Bathin

  8. parah juga ya kalo tulisan yg di koran gak dianggap sama sekali … padahal itu merupakan salah satu bentuk kecerdasan seorang guru dalam menulis dan mengabdikan ilmunya kepada masyarakat …
    semoga keadaan bisa lebih baik ke depannya …

    ~~~ Salam BURUNG HANTU ~~~ (dance)

    1. bener sekali, mas. memang sekarang ruang dan media untuk menulis jauh lebih banyak dan beragam. Tapi utk pengajuan angka kredit pengembangan profesi mesti dimuat di jurnal atau surat kabar nasional.

  9. Sangat setuju, Pak. Menulis KTI Populer memang perlu dikampanyekan di kalangan guru. Gagasan-gagasan guru (tentang pendidikan dan kebudayaan)sesederhana pun harus memiliki ruang untuk bisa diketahui oleh publik. Agar, yang dikehendaki guru untuk siswa didiknya di ruang kelas, juga diketahui oleh masyarakat, termasuk orang tua. Dengan demikian, dimungkinkan muncul kebersamaan dalam membangun pribadi anak.
    Salam kekerabatan.

  10. Menurut penilaian saya selama ini terhadap guru yang datang ke LPMP Gorontalo untuk kegiatan diklat, hampir kebanyakanmereka dalam hal menulis masih sangat minim. wawasan keilmuan merekamasih kurang.Pdahalmereka sudah tersertifikasi. Semoga dengan adanya aturan pemerintah bahwea guru yang akan naik pangkat ke IIIB, akan mememotivasi mereka untuk bisa menulis karya ilmiah mengenai keilmuan yang mereka miliki.

    1. KTI hanya salah satunya, mas. yang lama memang hanya guru yang ingin naik pangkat ke golongan IVA, mas andi. konon mulai 2011 diwajibkan juga buat guru yang ingin naik pangkat dari golongan IIIB ke IIIC dan seterusnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *