D. Zawawi Imran, Puisi, dan Bahan Ajar

”Puisi yang baik, pada dasarnya bisa dijadikan sebagai bahan ajar puisi di sekolah,” tegas D. Zawawi Imran dalam acara Pelatihan Pemilihan Bahan Ajar Puisi di Universitas Negeri Semarang (UNNES), 15 Maret 2009 yang lalu. Ya, ya, itulah sepenggal pernyataan penting yang mengemuka dalam acara yang dihadiri tak kurang dari 70 guru bahasa Indonesia se-Jawa Tengah itu. Dengan gaya atraktif, penyair si Celurit Emas itu membacakan puisi Agus R. Sarjono yang dinilai cukup layak dipilih sebagai bahan ajar. Berikut puisi selengkapnya!

Sajak Palsu
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.

1998

Usai membaca larik-larik puisi itu, respon beragam pun muncul dari kalangan guru. Ada seorang guru yang menilai bahwa puisi karya Agus R. Sarjono tersebut kurang layak dijadikan sebagai bahan ajar. Alasannya, dalam puisi tersebut tergambar berbagai bentuk kepalsuan yang bisa memberikan contoh yang kurang bagus buat siswa didik. “Saya cemas kalau para murid justru akan belajar hal-hal yang palsu dari puisi tersebut jika harus dijadikan sebagai bahan ajar,” kata guru tersebut. Dalam acara tanya jawab yang dipandu oleh dosen UNNES, Dr. Teguh Supriyanto, M. Hum.itu, dengan tangkas Zawawi Imran menjawab bahwa justru dengan memilih bahan ajar yang mengungkap tentang kenyataan-kenyataan sosial yang penuh kebobrokan semacam itu, guru bahasa harus bisa membimbing bahwa situasi yang penuh kepalsuan tersebut jangan sampai ditiru atau dilakukan oleh siswa. “Dengan menunjukkan hal-hal yang buruk, para siswa justru diharapkan bisa belajar tentang nilai-nilai yang baik dan yang buruk,” tegas penyair asal Madura tersebut.

bahan ajar1bahan ajar2bahan ajar3bahan ajar4Sementara itu, saya yang kebetulan didaulat untuk mengisi acara pada sesi kedua yang dipandu oleh Sendang Mulyana, M.Hum. menyatakan bahwa dalam memilih puisi sebagai bahan ajar di sekolah perlu menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan berbasis sastra dan pendekatan berbasis kurikulum. Dalam memilih materi ajar puisi dengan menggunakan pendekatan berbasis sastra, ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan, yakni bahasa, kematangan jiwa, dan latar belakang budaya siswa.

Bahasa puisi bersifat sugestif (penyaranan), asosiatif (pertalian), dan imajis (pembayangan). Mengingat sifat bahasa puisi yang semacam itu, akan terbuka peluang yang begitu luas dan terbuka kepada siswa untuk menafsirkan sendiri puisi yang bersangkutan (multitafsir). Meskipun demikian, jangan sampai sifat puisi yang multitafsir memberikan beban bagi siswa dalam menemukan keagungan nilai dan nilai keindahan yang terkandung di dalamnya. Justru perlu dimaknai sebagai nilai tambah yang akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempertajam daya apresiasi sekaligus ”menghidupkan” naluri keindahannya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan betul aspek penggunaan bahasa yang digunakan oleh sang penyair dalam teks puisi untuk menghindari terjadinya tafsir yang jauh menyimpang dari substansi makna yang terkandung dalam teks. Dengan kata lain, guru perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih teks puisi yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.

Aspek kematangan jiwa siswa perlu dipertimbangkan betul ketika seorang guru menentukan teks puisi yang hendak dijadikan sebagai bahan ajar karena akan sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan siswa didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan jiwa juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi.

Ada beberapa tahap perkembangan jiwa siswa yang perlu dijadikan sebagai rujukan guru dalam menentukan bahan ajar puisi, di antaranya: (1) tahap pengkhayal (8-9 tahun): pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan; (2) tahap romantik (10-12 tahun): pada tahap ini, anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mulai mengarah pada realitas, meskipun pandangannya tentang dunia masih sangat sederhana. Selain itu, anak juga telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, atau kejahatan; (3) tahap realistik (13-16 tahun): pada tahap ini anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas, atau apa yang benar-benar terjadi; mereka mulai terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata; (4) tahap generalisasi (16 tahun -…): pada tahap ini, anak sudah berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis sebuah fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran falsafati untuk menemukan keputusan-keputusan moral.

Dalam konteks demikian, teks puisi yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan tahap psikologis siswa yang berada dalam satu kelas. Memang, tidak semua siswa dalam satu kelas memiliki tahapan psikologis yang sama, tetapi setidaknya guru bisa memilih teks puisi yang secara psikologis memiliki daya tarik terhadap minat siswa untuk mengapresiasi puisi. Yang tidak kalah penting, puisi yang hendak dipilih sebagai bahan ajar juga perlu mempertimbangkan latar belakang budaya siswa. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengaburan tafsir teks puisi dan penggambaran suasana teks di luar batas jangkauan imajinasi siswa.

Puisi yang dipilih sebagai bahan ajar juga perlu menggunakan pendekatan berbasis kurikulum dengan cara melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi kurikulum. Ini artinya, teks puisi yang dipilih hendaknya benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Dalam Standar Isi (SI) KTSP disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Berkaitan dengan pengajaran apresiasi sastra, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri. Sedangkan, guru diharapkan lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya.

Berdasarkan standar kompetensi semacam itu, tujuan pengajaran apresiasi sastra, antara lain: (1) agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) agar siswa dapat menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Semangat dan “roh” KTSP yang memberikan kemandiran dan keleluasaan bagi guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar merupakan sebuah perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kita yang diharapkan dapat memacu semangat dan motivasi guru dalam menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi pengembangan kompetensi siswa didik. Berkaitan dengan pemilihan teks puisi sebagai bahan ajar, guru juga diharapkan dapat “mengawinkan” antara tuntutan kurikulum dan apresiasi puisi sehingga kurikulum tidak lagi dianggap sebagai beban, tetapi justru perlu dimanfaatkan sebagai media yang akan mengantarkan siswa sebagai manusia yang berbudaya.

Persoalannya sekarang, masihkah kita mencari-cari alasan untuk mengebiri sastra dalam dunia pendidikan ketika peradaban negeri ini dinilai sedang “sakit”? Masihkah kita berdalih untuk menyingkirkan sastra dari dunia pendidikan ketika nilai-nilai kesalehan hidup gagal merasuk ke dalam gendang nurani siswa lewat khotbah dan ajaran-ajaran moral? Masihkah kita mengambinghitamkan kurikulum pendidikan ketika apresiasi sastra di kalangan pelajar menjadi mandul, bahkan banyak pelajar kita yang mengidap “rabun sastra”?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu memang bukan hal yang mudah untuk dijawab. Sastra bukan “sihir” yang sekali “abrakadabra” langsung bisa mengubah keadaan. Sastra lebih banyak bersentuhan dengan ranah batin dan wilayah kerohanian sehingga hasilnya tak kasat mata. Nilai-nilai kesalehan hidup yang terbangun melalui proses apresiasi sastra berlangsung melalui tahap internalisasi, pengkraban nilai-nilai, persentuhan dengan akar-akar kemuliaan dan keluhuran budi, serta pergulatan tafsir hidup yang akan terus berlangsung dalam siklus kehidupan pembacanya. Proses apresiasi sastra semacam itu akan menghasilkan “kristal-kristal” kemanusiaan yang akan memfosil dalam khazanah batin pembaca sehingga menjadi pribadi yang beradab dan berbudaya. Ini artinya, mengebiri sastra dalam kehidupan tak jauh berbeda dengan upaya pengingkaran terhadap nilai-nilai kemuliaan dan martabat manusia itu sendiri. ***

No Comments

  1. ke tiga…………..hore

    hem satra, suatu satra memang dinikmati oleh semua orang dengan beragam cara. ada yang suka dan juga ada yang tidak.
    sastra merupakan seni yang seharusnya ditaamkan kepada setiap siswa

    Baca juga tulisan terbaru dafhy berjudul lima menit untuk lima tahun

  2. Bicara soal puisi, Pak, ada yang saya keluhkan, yakni ketika dalam soal ujian, tertera soal yang isinya berkenaan dengan puisi. Di situ, siswa disuruh menjawab “makna” puisi yang dijadikan soal, dengan tafsiran jawaban yang sudah tercantum dan hanya dibatasi dalam bentuk pilihan ganda. Saya jadi bertanya-tanya, bukankah puisi itu bebas ditafsirkan, dan pula subjektif? Jika dibatasi seperti itu, bukankah tafsiran atas puisi tersebut menjadi fix, seolah hanya ada satu tafsiran tunggal yang benar, yakni tafsiran dari si pembuat soal. Jika siswa salah memilih jawaban, siswa yang apes.

    Bapak sebagai Guru Bahasa Indonesia, mungkin bisa memberi alasan, atau opini soal ini.

    Terima kasih,

    Baca juga tulisan terbaru ARISS berjudul [Stasi Ketujuh] ~ Kubakar Cintaku

    1. bermanfaat sekali kegiatan ini, pak. sastra memang harus diperkenalkan dengan cara-cara yang inovatif agar menarik dan merangsang peran aktif siswa.

      namun saya ingin menanyakan kedua butir tujuan pendidikan sastra seperti tertulis di atas, pak. bagaimana parameter mengukur pencapaiannya, mengingat keduanya berisi perilaku intrinsik dan normatif, padahal dikatakan berbasis kompetensi? apakah tidak sebaiknya keduanya dikategorikan sebagai manfaat, bukan tujuan? karena menurut hemat saya tujuan harus dapat diukur pencapaiannya.

      kuatirnya ketidakjelasan ini nantinya malah menimbulkan permasalahan dalam hal ujian. sebab bila pun sastra diajarkan dengan cara-cara yang tepat sasaran dan inovatif, namun bila alat ukurnya tidak valid, siswa malah terjebak dalam ujian seperti pertanyaan ariss.

      duh, maafkan komentar cerewet saya ya, pak?

      1. @marshmallow,
        terima kasih masukannya, mbak yulfi. inti tujuan apresiasi sastra sesungguhnya adalah mengakrabkan siswa pada karya sastra melalui proses memahami dan menikmati karya sastra hingga akhirnya muncul sikap menghargai. namun, jujur harus diakui, sistem penilaian yang digunakan selama ini dianggap belum mampu menilai secara utuh kemampuan apresiasi sastra siswa yang sesungguhnya. dalam kondisi seperti itu, guru perlu membuat model penilaian lain, misalnya dengan memberikan kebebasan kepada sisa utk menafsirkan teks sastra melalui ujian sekolah.

    2. @ARISS,
      iya, saya juga sudah lama risau dg sistem penilaian yang digunakan dalam ujian nasional, mas ariss. dalam kondisi seperti itu, guru perlu menilai kompetensi siswa dalam ujian sekolah utk mengukuur dan menilai kompetensi siswa dalam mengapresiasi sastra. mengandalkan ujian nasional semata hanya akan makin menjauhkan sisa dari teks sastra.

      1. @Sawali Tuhusetya,
        Maaf sekali Pak, dengan jujur saya katakan, saya betul-betul belum puas dengan tanggapan Bapak. Dan Bapak ini bagaimana, bukankah meskipun ujian sekolah bisa dijadikan alat untuk mengukur tingkat kompetensi siswa, kebijakan tetap saja berada di tangan Depdiknas ‘kan, yang notabene dari pusat menukik ke daerah, bukan dari sekolah-sekolah? 😀

        Dan lagi, yang saya persoalkan kan memang sistem yang dipakai UN dalam matpel Bahasa Indonesia dan Sastra. Saya cantumkan kembali:


        Saya jadi bertanya-tanya, bukankah puisi itu bebas ditafsirkan, dan pula subjektif? Jika dibatasi seperti itu, bukankah tafsiran atas puisi tersebut menjadi fix, seolah hanya ada satu tafsiran tunggal yang benar, yakni tafsiran dari si pembuat soal. Jika siswa salah memilih jawaban, siswa yang apes.

        Saya tidak dulu mempersoalkan kompetensi, tapi mempersoalkan “nasib” siswa dalam sangkar besi UN yang sentralistik. Toh apalah guna, jika seorang siswa mendapat predikat cemerlang dan dinilai oleh gurunya bahwa ia memiliki kompetensi yang tinggi dalam matpel sastra, tapi terpasung oleh hanya sebutir soal puisi dalam UN seperti yang saya utarakan di atas, yang sewaktu-waktu—dan pasti—muncul?

        Apa tidak sekalian saja kita (secara ekstrim) mengatakan “TIDAK” untuk UN? 🙂
        Depdiknas merilis KTSP yang konon berorientasi sekolah, namun pada saat yang sama kebijakan tetap berada di pusat lewat UN-nya, bukankah itu kontradiktif, dan otonomi pendidikan menjadi semu belaka? 🙂

        Jika UN tidak ada, dan yang ada hanya UAS, maka tanggapan Bapak di atas sebetulnya sudah bisa melegakan batin saya.

        Mohon sekali lagi tanggapan Bapak, dan maaf jika saya terkesan “kurang ajar”.

        ***

        Catatan: O iya, tanggapan Bapak atas komentar Mbak Yulfi di atas pun sebetulnya kurang memuaskan kalau menurut saya, tapi saya tetap beranggapan; “Wah, pasti Pak Sawali merespon komentar-komentar di sini dalam keadaan lelah habis sibuk mengajar, sehingga balasan-balasannya kurang optimal”.

        Semoga untuk yang terakhir ini, Bapak merespon komentar saya dalam keadaan fresh, tentrem, santai, dan rileks.

        Maaf pula kalau saya lebih cerewet dari Mbak Yulfi :mrgreen:

        Salam takzim,
        Aris Susanto

        Baca juga tulisan terbaru ARISS berjudul Downpour Rhapsody

        1. @ARISS,
          mas ariss, saya berusaha utk menanggapi setiap komentar dg serius. kalau saya capek, ya, saya tdk akan memaksakan diri, hehe … respon saya terhadap koemntar mas ariis sebelumnya itu saya pikir sdh cukup. guru dan satuan pendidikan (sekolah) tak berdaya karena UN itu menjadi amanat UU Sisdiknas dan PP 19/2005 ttg standar nasional pendidikan. coba perhatikan klausul pasa 63 PP 19/2005 berikut ini!

          Pasal 63
          (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
          menengah terdiri atas:
          a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;
          b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
          c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

          nah, kan? itu artinya, selama PP itu belum dicabut UN akan jalan terus. pada komentar saya sebelumnya juga sdh saya sampaikan bahwa UN mustahil bisa digunakan utk menilai kompetensi siswa dalam mengapresiasi sastra (termasuk puisi) secara komprehensif hanya dg menggunakan bentuk soal PG (pilihan ganda). esensi multitafsirnya jadi hilang karena hanya ada 1 jawaban yang benar. oleh karena itu, selama masih ada UN, guru bisa menguji kompetensi apresiasi sastra siswa melalui ujian sekolah. dan itu bisa dilakukan. tergantung guru dan sekolah ybs memiliki “kemauan politik” atau tidak! dengan kata lain, guru (pendidik) dan satuan pendidikan memiliki wewenang utk menguji keompetensi siswa melalui ujian sekolah di luar UN. ini utk menjembatani agar apresiasi sastra siswa tetap bisa dinilai secara utuh dan komprehensif melalui bentuk soal esai yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir multidimenisional.

  3. Kalau puisi itu memang berisi tentang kebobrokan yang ada di masyarakat, menurut saya nggak apa-apa, Pak, dijadikan bahan ajar. Yang penting guru bisa memberi arahan kepada siswa mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang boleh ditiru dan mana yang tidak boleh ditiru.

    Baca juga tulisan terbaru Edi Psw berjudul Blog Saya Terkena Kutukan Google

    1. @muji,
      hehehe … mestinya kan sudah bisa dimulai sekarang juga, mas muji. di unnes saya lihat sdh banyak aktivitas sastra yang bisa diikuti kok. selain teater ss, juga ada laboratorium teater dan sastra. juga laboratorium jurnalistik.

  4. Weh, ini acara yang sempat dibahas itu, Pak Sawali. Akhirnya muncul juga.

    Ingat Zawawi Imron, ingat ‘Lemper’.

    Menurutku, menilik sajak Agus R. Sarjono, rasanya tak ada soal. Justru makin mendewasakan siswa dalam mengapresiasi karya secara obyektif.

    Menyuguhkan bahan ajar pada siswa rasanya tak perlu dipilah-pilah. Bukan zamannya lagi “sensor” tingkat lokal semacam itu. Yang diperlukan adalah sikap dewasa serta bijak dalam proses belajar mengapresiasi sastra itu sendiri. Karena jauh lebih penting dari itu semua: pengajar mestinya jauh lebih kaya bacaannya ketimbang pada siapa sesuatu hendak diajarkan. Jika tidak, selain bakal terbata-bata mengapresiasi sastra, terjadi pembodohan terselubung hanya karena tak paham-paham amat. Semoga tidak begitu.

    Baca juga tulisan terbaru Daniel Mahendra berjudul Zippo

    1. @Daniel Mahendra,
      hehehe … iya, mas daniel. sempat juga ngobrol dg pak kyai zawawi yang baru saja menghadiri acara mantunya gus mus di rembang, hehe … btw, saya juga sepakat dg pendapat mas daniel. pada dasarnya semua puisi yang baik bisa dijadikan sebagai bahan ajar. tentu saja, butuh intervensi guru agar materi ajar yang digunakan bisa menginspirasi siswa utk dekat dan akrab dg karya sastra.

  5. hampir sama dengan bung DM,
    ingat Pak Zawawi, jadi ingat juga dengan dosen saya, Pak Sutedjo. 😀

    jika ada puisi yang baik (sehingga pantas untuk menjadi bahan ajar), lantas seperti apakah puisi yang tidak baik? 🙂
    saya kira, jika berangkat dari puisi berlatarbelakang sastra, maka (nyaris) semua puisi baik.

    Baca juga tulisan terbaru denologis berjudul Mosi Tidak Percaya

  6. wah, pantas nggak muncul di smk 7 smg, ternyata ada acara lain dg penyair madura ya pak.

    ok deh. yg pasti beberapa puisi d. zawawi imran sudah saya senangi sejak sma dulu

  7. 😀
    Selamat Kang sawali, menyesal aku tidak bisa hadir karena berita mendadak kakak di rembang yang masuk rumah sakit. Lepas dari itu memang polemik sajak palsu juga mengemuka ketika MMAS di bogor dulu Kang. Betul kata jenengan.Konflik yang dihadapi siswa saat ini apabila mereka menghadapi sebuah puisi yang multitafsir.apalagi ni menghadapi UN kang. wah siswa yang terlalu minim imajinasi mengalami kesulitan. selamat Kang.mudah-mudahan lain kali bisa semeja diskusi satra ya Kang.

  8. Guru yang memang punya kompetensi akademik yang memadai untuk mengajar sastra dan memahami psikologi tentu dapat memilih puisi yang cocok untuk bahan ajar. Repotnya, saya yang notabene guru IPA harus mengajar Bahasa Indonesia, akibatnya sering kelimpungan kalau sedang membahas puisi. Apa kabar, Pak?

    Baca juga tulisan terbaru suhadinet berjudul KKG Guru Kelas III di SDN Sarang Burung

    1. @suhadinet,
      walah, gpp, pak suhadi. ndak harus ditentukan berdasarkan kualifikasi akademik. bahkan, bisa jadi pak suhadi yang guru ipa bisa mengajarkan apresiasi sastra dg baik. apalagi, pak suhadi suka nulis juga.itu sangat menunjang, pak.

  9. tapi menurut saya ( lho kok langsngan ) kalo puisi yang di ats itu sudah sesuai dengan judulnya palsu hahaha
    saya memang kurang mengerti masalah puisi yang saya tahu hanya sekedar ketika puisi itu di bacakan kadang ada yang membakar semangat, ada yang meluruhkan kesedihan, ada yang sarat pesan namun untuk membuat puisi saya memang tidak bisa pak

    Baca juga tulisan terbaru genthokelir berjudul Proses Perubahan

  10. Dengan butir-butir Penilaian pendidikan yang telah Bapak cantumkan, dan dengan penjelasan yang lebih komprehensif, sekarang saya mulai mengerti Pak. 😉

    Iya, mestinya saya mencari dulu UU berkenaan eksistensi UN dalam sistem pendidikan Indonesia, dan sumber-sumber bacaan lain yang berkaitan dengan isi tulisan yang Bapak sampaikan. Saya salah, dan saya mohon maaf sudah merepotkan Bapak. Tapi saya benar-benar berterima kasih, atas kesediaan Bapak memberi komentar balasan. Sangat sangat bermanfaat.

    😉

    salam hangat,

    Baca juga tulisan terbaru ARISS berjudul Sekali Lagi!

    1. @ARISS,
      walah, ndak perlu minta maaf, mas ariss, saya malah suka kok dg anak muda yang cerdas dan kritis seperti mas ariss. respon mas ariss justru memacu saya utk terus belajar bagaimana seharusnya menciptakan iklim pengajaran apresiasi sastra yang baik, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan tindak lanjutnya. terima kasih mas ariss. salam kreatif.

  11. Sastra adalah salah satu alternatif untuk mengungkapkan segala hal yang dirasakan kurang pas dengan norma yang ada, cuma sayang banyak orang tidak peka terhadap hasil karya sastra tersebut

    1. @Achmad Sholeh,
      iya, bener banget, pak sholeh. karena itu diperlukan upaya serius melalui dunia pendidikan agar anak2 masa depan negeri ini suka membaca teks sastra agar kelak mereka memiliki sikap responsif terhadap berbagai macam nilai keshalehan dan keluhuran budi.

  12. menarik dan keren2 memang karya sastra dari pak zawawi, tak heran beliau dijuluki penyair celurit emas…
    saya ada beberapa koleksi buku2nya, enak dibaca dan mengena…

    Baca juga tulisan terbaru ciwir berjudul Candi Plaosan

  13. Saya termasuk orang yang tak terkena “virus sastra” (maaf klo gak pas) di SMA. Padahal ingin sekali terkena, terutama setelah tua kini sehingga baru berusaha ikut klo ada kegiatan2 apresiasi sastra. Menurutku kegiatan semacam ini, lewat komunitas2 misalnya, perlu digalakkan untuk menjangkau anak2 sekolahan (dari SD-SMA).

    Bukan cuma buku2 sastra yang diberikan kepada mereka,tetapi juga aktivitas berapresiasi dan berkreasinya. Sebab, mentradisikan mereka bersastra akan lebih memberi hasil daripada sekadar mengandalkan pengajaran di sekolah.

    Tentu ini bukan berarti saya sedang menafikan peran sekolahan.
    Memang, saya liat orang yang sudah punya tradisi bersastra jauh lebih lentur urat sastranya daripada yang sekadar mengenyam pelajaran formal minim praktik.

    Kira2 begitulah, maaf kebanyakan nih.

    Baca juga tulisan terbaru BahtiBerahi berjudul Kondom Paus

    1. @BahtiBerahi,
      iya, saya juga sepakat banget dg mas baihaqi nih. peran komunitas sastra dg berbagai aktivitas apresiasi dan kreasinya tentu saja akan sangat bermakna bagi kepentingan apresiasi sastra. meski demikian, peran pengajaran apresiasi sastra juga tak bisa diabaikan. sebab tidak semua anak terlibat dalam komunitas sastra yang ada.

  14. Hallo,pak Sawali…
    akhirnya saya bisa meng-email bapak…
    Foto-fotonya mau ditambah, pak?
    saya punya foto pak Sawali yang lain

  15. Berarti nggak usah aja,…kasihan blognya jadi lemot alias lemah otak.Tentang Zawawi aku tidak usah tanggapin karena udah jelas banget,kan ikut seminar.Kalau masalah SAJAK PALSU untuk bahan ajar ya tak apa,asal jangan siswa SMP dengan berbagai pertimbangan.
    Pak,kapan Agupena buka cabang di kab.Semarang?

  16. TUGAS MPAI
    DOSEN : M. IHSAN DACHOLFANY
    SEMESTER II

    DISUSUN OLEH :
    YUYUN YUNENGSIH
    PEPI RISNAWATI

    STAI Bani Saleh KAMPUS B CIKARANG
    BEKASI
    SOAL DAN JAWABAN

    1. APAKAH YANG DI MAKSUD METODOLOGI PAI?
    -Pegertian Metodologi-
    Metode berasal dari kata metha+hodos, metha artinya melalui-melewati, hodos artinya jalan/ cara. Metode adalah jalan / cara yang harus di lewati untuk mencapai tujuan tertentu. Mengajar adalah menyampaikan bahan pelajaran. Metode mengajar adalah jalan atau cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan mengajar.
    Ada sebuah hadist yang artinya :
    “Metode itu lebih penting daripada materi, guru lebih penting dari pada metode, sedangkan bersungguh-sungguh adalah lebih penting dari keduanya “
    Juga Firman Allah, dalam Surat An-Nahl : 125 :
           
    “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
    – Macam-macam metode-
    Ada beberapa macam metode yang dapat di gunakan untuk KBM, di antaranya :
    a. Metode Ceramah.
    Adalah suatu metode dalam pendidikan di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat Bantu mengajar yang lain.

    Segi positif metode ceramah :
    – Dalam waktu relative singkat dapat di sampaikan bahan-bahan sebanyak-banyaknya.
    – Organisasi kelas lebih sederhana, tidak perlu mengadakan pengelompokan murid-murid seperti pada metode yang lain.
    – Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah murid cukup besar.
    – Apabila penceramah berhasil baik, dapat menimbulkan semangat , kreasi yang konstruktif, yang merangsang anak untuk melaksanakan suatu tugas / pekerjaan.
    – Lebih fleksibel, jika waktu terbatas bahan dapat dipersingkat, diambil yang penting-penting saja dan apabila waktunya banyak dapat di sampaikan bahan yang banyak dan mendalam.
    Segi negative metode ceramah :
     Guru sukar mengetahui pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang di berikan.
     Kadang guru sangat mengejar disampaikannya bahan yang sebanyak-banyaknya, sehingga hanya menjadi bersifat pemompaan.
     Pendengar cenderung menjadi pasif dan ada kemungkinan malahan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, sebab guru menyampaikan bahan-bahan tersebut dengan lisan.
     Apabila penceramah tidak memperhatikan psikologis anak dan didaktis anak, ceramah dapat bersifat melantur-lantur dan membosankan.
    b. Metode Tanya jawab
    adalah penyampaian pelajaran dengan mengajukan pertanyaan dan murid menjawab.
    Metode ini tepat di gunakan untuk :
     Merangsang anak agar perhatiannya terarah kepada msalah yang sedang di bicarakan.
     Untuk mengarahkan proses berfikir anak.
     Sebagai ulangan pelajaran yang telah di beriakn.
    Kebaikan :
     Situasi kelas akan lebih hidup, karena anak-anak aktif berfikir.
     Sangat positif untuk melatih anak dalam mengemukakan pendapat.
     Akan membawa kelas pada situasi diskusi karena perbedaan pendapat.
     Mendorong murid lebih aktif dan bersungguh-sungguh.
     Guru dapat mengonyrol pemahaman murid pada masalah yang di bicarakan.
    Kekurangan:
     Memakan waktu banyak karena perbedaan pendapat.
     Terdapat penyimpangan perhatian anak.
     Kurang dapat secara tepat merangkum bahan pelajaran.
    c. Metode demonstrasi dan eksperimen.
    Adalah metode di man seorang guru atau orang lain yang sengaja di minta mempertontonkan proses atau cara melakukan sesuatu.
    Kelebihan :
     Anak dapat menghayati pelajaran yang diberikan.
     Memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaaan dan kemauan anak.
     Perhatain anak akan terpusat pada apa yang di demontrasikan.
     Masalah yang timbul di hati anak akan dapat langsung terjawab.
     Mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
    Kekurangan :
     Memerlukan waktu yang panjang.
     Kurang efektif bila peraltan kurang memadai
     Sukar dilaksanakan bila anak belum matang untuk melaksanakan ekperimen
     Banyak hal-hal yang tidak dapat di demontrasikan dalam kelas
    d. Metode Pemberian tugas
    Adalah Metode di mana murid di beri tugas khusus di luar jam pelajaran.
    Kelebihan :
     Baik untuk mengisi waktu luang.
     Memupuk rasa tanggung jawab dalam tugas pekerjaan.
     Memberi kebiasaan anak untuk giat belajar.
     Memberi tugas anak yang bersifat praktis.
    Kekurangan :
     Tugas sering dikerjakan orang lain, sehingga anak tidak tahu.
     Sulit karena perbedaan individu dalam kemampuan minat belajar.
     Anak sering tidak mengerjakan tugas dengan baik.
     Apabila tugas terlalu banyak, mengganggu keseimbangan mental anak.
    e. Metode Drill ( latihan siap)
    Adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap bahan pelajaran.
    Kelebihan :
     Cepat memperoleh penguasaan dan ketrampilan dalam waktu singkat.
     Murid akan memiliki pengetahuan siap.
     Menanamkan anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.
    Kekuranagn :
     Menghambat perkembangan dan daya inisiatif anak.
     Kurang memperhatikan penyesuaiannya dengan lingkungan.
     Membentuk kebiasaan yang kaku dan otomatis.
     Membentuk pengetahuan verbalis dan mekanis.
    – Metode pengajaran PAI –
    a. Metode hiwar Qurani dan Nabawi, yaitu dialog silih berganti antara dua pihak atau lebih tepatnya suatu tema dan dengan sengaja di rahkan kepada suatu tujuan yang di kehendaki.
    b. Metode Kisah Qurani dan Nabawi. Dalam PAI sebagai suatu bidang studi adalah bidang studi kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Karena kisah selalu memikat dan mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwa dan merenungkan maknanya.
    c. Metode Amstal : yaitu dengan berceramah atau membaca teks.
    Kebaikan : mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak, merangsang kepada makna yang tersirat dalam perupamaan tersebut.dan mudah di pahami, logis serta rasional. Metode ini juga memberi motivasi untuk berbuat baik dan menjauhi larangan.

    2. SEBUTKAN LANDASAN TEORITIS KONSEPTUAL DARI EVALUASI BERBASIS KOMPETENSI YANG DI TETEPKAN OLEH :
    A. BNSP (BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN)
    B. KKM ( KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL )
    C. STANDAR ISI PASAL 8

    Jawaban :
    A. Menurut BSNP
    Landasan pengembangan kurikulum

    Dalam melakukan pengembangan kurikulum berbasis potensi daerah hendaknya memiliki beberapa landasan pengembangan kurikulum, kemudian landasan tersebut dipadukan secara rasional dan bersenyawa, Adapun landasan tersebut minimal terdiri atas :

    Landasan Ideal
    Adalah landasan pokok yang berfungsi sebagai dasar dalam pengembangan kurikulum berbasis potensi daerah. Landasan ini terdiri dari beberapa sub sistem serta memiliki sistimatika berfikir sebagai berikut : Kurnas sebagai kerangka dasar, potensi daerah sebagai sumber belajar dan ilmu sebagai metodologi, kemudian melahirkan curriculum content, hidden curriculum, bahan ajar, standar kelulusan, standar evaluasi, dll, dengan memiliki sasaran target : membentuk peserta didik sebagai sentra pembangunan daerah yang memiliki ilmu dan berkarya unggul.

    Landasan Yuridis
    Adalah landasan hukum yang berfungsi sebagai rujukan standar minimal dalam pelaksanaan kurikulum. Landasan tersebut antara lain : UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP, Kepres, Kepmen dan KTSP.

    Visi-misi Lembaga
    Adalah sebuah pandangan, wawasan, dan cita-cita lembaga yang berfungsi sebagai arah dasar dalam merumuskan beberapa program secara berkelanjutan.

    B. Menurut KKM

    Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
    Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
    KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
    Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
    Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
    Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
    Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
    Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
    1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
    2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
    3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah;
    4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
    5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.
    Analisis Kriteria Ketuntasan Minimal
    Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya.
    Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:
    1. KD yang dapat dicapai oleh 75% – 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
    2. KD yang dapat dicapai oleh 50% – 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
    3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau XII.
    Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.
    nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;

    C. STANDAR ISI PASAL 8
    Jawaban :
    Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurikulum 1994
    Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
    Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
    Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
    1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
    2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
    3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
    4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
    5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
    6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
    7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
    Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
    1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
    2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
    Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
    1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
    2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
    3. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
    4. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
    5. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
    Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

    -Pasal 8-
    (1). Standar pendidik dan tenaga kependidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan mencakup kualifikasi dan tingkat penguasaan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
    (2). Pendidik dan tenaga kependidikan pada setiap jenjang dan jenis pendidikan wajib memenuhi kualifikasi pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
    (3). Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh melalui pengalaman yang dapat disetarakan dengan kompetensi tertentu.
    (4). Seseorang yang memiliki sertifikat kompetensi karena pengalaman kerjanya dapat menjadi pendidik atau tenaga kependidikan tanpa harus memiliki kualifikasi pendidikan
    (5). Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup kompetensi akademik, profesional, dan sosial.
    (6). Standar pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

    3. POLA PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DALAM MATA PELAJARAN
    Jawabannya :
    Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
    Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran. Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
    Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
    1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
    2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
    3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
    4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
    (Puskur, 2002a).
    Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
    Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
    Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
    1. pemilihan kompetensi yang sesuai;
    2. spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
    3. pengembangan sistem pembelajaran.
    Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
    2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
    3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
    4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
    5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. (Puskur, 2002a).
    Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
    Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

    Semoga bapak dapat mengerti atas jawaban kami…
    atas kekurangannya ..mohon maaf ya..

    wassalam

    😆 😆

  17. SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
    BANI SALEH

    ۩ Kampus A : Kampus Kenari Jl.RA.Kartini No : 7 Bekasi 17113 (Depan BRI /
    Masjid El-Muwahhidin) 021 – 88343360
    ۩ Kampus B : Jl.Raya Industri No 84 Cikarang (Selatan Pasar Terminal Cikarang ) 021 – 92736036
    ۩ Kampus C : Jalan Cibubur IV , Yayasan Tunas Islam Kel.Cibubur, 021 – 8454462 – 021-99565629
    ==============================================

    SINOPSIS KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
    1. T A A R U F
    Mata Kuliah : Ilmu Kalam
    Bobot SKS : 2 SKS
    Komponen : MKU
    Fakultas : Tarbiyah
    Program / Jurusan : PAI, PAUD, PGRA, PGSD
    Dosen : M.Ihsan Dacholfany M.Ed.
    Telp / Hp : 021 99565629 – 081 213022488
    Email : dacholfany@yahoo.com.

    2. T U J U A N

    Materi Ilmu Pendidikan ini bertujuan :
    1. Agar mahasiswa dapat mengenali wujud Allah dan sifat-sifat-Nya
    2. Agar mahasiswa memamahmi sebab terjadinya perpecahan ummat Islam
    3. Agar mahasiswa mempunyai wawasan aliran dalam ilmu Kalam
    4. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemikiran ilmu kalam modern

    3. T O P I K I N T I

    1. Pengertian ilmu kalam dan masalahnya
    2. Lahirnya ilmu kalam
    3. Pemahasan dan sumber ilmu kalam
    4. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam
    5. Perbandingan antara aliran dalam masalah teologi
    6. Manusia dan lingkungan hidup dalam aqidah islamiyah
    7. dll

    4. TATACARA PERKULIAHAN

    • Mahasiswa diharapkan aktif dalam kegiatan belajar
    • Mahasiswa untuk minta izin jika berhalangan hadir
    • Setiap Mahasiswa membuat makalah dengan kerangka : Coper Depan, Pendahuluan, Isi, Rangkuman, Penutup dan Daftar Pustaka, kemudian makalah tersebut dipersentasikan lalu dievaluasi bersama dan yang terakhir perbaikan makalah.tersebut dalam waktu 2 minggu setelah persentasi.

    5. S I S T E M PE N I L A I AN

    1. Kehadiran dan Keaktifan : 20 %
    2. Ujian Tengah Semester + makalah : 20 %
    3. Ujian Akhir Semester + makalah : 60%

    6. T A B E L N I L A I

    • 81,0 % – 100 % : Nilai A berarti Lulus dengan Predikat Memuaskan
    • 66,0 % – 88 % : Nilai B Berarti Lulus dengan Predikat Baik
    • 56,0 % – 6 5 % : Nilai C Berart Lulus dengan Predikat Cukup
    • 0 – 45 % : Nilai D Berarti Tidak Lulus dengan syarat perbaikan (HER)

    7. R E F E R E N S I

    1. Drs. H.M.Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, LDKS Jakarta
    2. Drs. H.M. Laily Mansur LPh, Pemikiran Ilmu Kalam, LSIK Jakarta
    3. Drs.H.Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Rafindo
    4. Dll.

    MAY GOD BLESS US

  18. Tugas kuliah

    Disusun untuk Memenuhi Tugas Semester II
    Mata kuliah Metodologi PAI

    Disusun Oleh :
    1. Arinda Ika Fitriani
    2. Bariyem
    3. Lala Komalasari
    4. Nena Martia M
    5. Pipit Fitriani
    6. Rumiyati

    Dosen : M Ihsan Dacholfany M.Ed

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
    BANI SALEH CIKARANG
    2009

    RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

    Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
    Kelas/semester : IV/1
    Pertemuan ke : 3
    Alokasi Waktu :2×35 menit

    A. Standar Kompetensi
    Tarikh : Menceritakan kisah Nabi.

    B. Kompetensi Dasar
    Menceritakan kisah Nabi Adam As.

    C. Indikator
     Menceritakaan kembali kisah Nabi Adam As
     Menyebutkan tentang istilah –istilah penting dalam kisah tersebut.
     Mengambil hikmah dari kisah Nabi Adam As.

    D. Tujuan Pembelajaran
     Siswa dapat menceritakan kembali kisah Nabi Adam As.
     Siswa dapat menjawab pertanyaan dalam teka-teki silang dengan kerja kelompok.
     Siswa dapat mengambil hikmah dari kisah Nabi Adam As dalam kehidupan sehari-hari.

    E. Materi Pembelajaran
    Kisah Nabi Adam As.

    F. Metode Pembelajaran
    Diskusi, ceramah, tanya jawab.

    G. Sumber Belajar
    Buku paket ”Senang Belajar Agama Islam,” penerbit Erlangga.
    H. Penilaian
    Performance, lisan, hasil tulisan.

    I. Langkah-langkah Pembelajaran
    I. Kegiatan awal
     Absensi
     Appersepsi
    II. Kegiatan inti
     Siswa mendengarkan kisah tentang Nabi Adam As.
     Siswa membentuk kelompok diskusi.
     Siswa menceritakan kembali kisah Nabi Adam As.
     Siswa melaporkan hasil diskusi tentang hikmah dari kisah tersebut.
    III. Kegiatan akhir
     Kesimpulan
     Evaluasi

    Cikarang, 15 Juni 2009
    Wali kelas

    Nena Martia M

    Tugas !!
    Diskusikan dengan kelompokmu soal-soal dibawah ini dan jawablah teka-teki silang berikut:
    1. Ceritakan kembali kisah Nabi Adam As. dengan bahasamu sendiri!
    2. Isilah teka-teki silang berikut!
    Mendatar
    3. Istri Nabi Adam As adalah………
    6. Makhluk yang tidak mau sujud kepada Nabi Adam As adalah……..
    8. Nama salah satu putra Nabi Adam As adalah………
    9. Karena melanggar larangan Alloh Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke……
    10. Nabi Adam adalah manusia yang diciptakan ……………kali.

    Menurun
    1. Nabi Adam diciptakan dari………..
    2. Buah yang dimakan Nabi Adam yang menyebabkan diusir……
    4. Iblis diciptakan dari………
    5. Malaikat diciptakan dari…….
    7. Mula-mula Alloh menempatkan Nabi Adam di…………

    3. Apa hikmah yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Adam tersebut?

    Jawaban
    1. Performance siswa dalam menceritakan kembali dengan bahasa yang runtut dan jelas.
    2. Teka-teki silang
    Mendatar
    3. Hawa
    6. Iblis
    8. Habil
    9. Bumi
    10. Pertama

    Menurun
    1. Tanah
    2. Khuldi
    4. Api
    5. Cahaya
    7. Surga
    3. Hikmah
     Setiap orang yang melanggar larangan Alloh akan mendapat balasan/hukuman
     Jangan mudah tergoda oleh godaan syetan.

    Materi Pelajaran

    KISAH NABI ADAM A.S

    Sebelum menciptakan Adam, Allah SWT menciptakan langit, bumi dan isinya, gunung, matahari, surga dan planet lainnya. Lalu Allah SWT menciptakan malaikat dari cahaya, kemudian menciptakan iblis atau jin dari api. Selanjutnya Allah SWT menciptakan Adam dari tanah liat. Mereka hidup di surga dengan bahagia tanpa kekurangan apapun.
    Di dalam surga Adam dikaruniai seorang istri bernama Hawa yang diciptakan dari tulang rusuknya. Mereka hidup bahagia. Allah SWT juga mengajarinya tentang benda-benda sekitarnya, sehingga ia menjadi lebih pandai. Allah SWT memerintahkan para malaikat, jin atau iblis untuk bersujud kepada Adam.
    Para malaikat mau bersujud kepada Adam, sedangkan iblis tidak mau. Dia membangkang perintah Allah SWT dan menjadi sombong. Iblis beralasan bahwa dirinya lebih mulia daripada Adam karena ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah liat.
    Semenjak itulah iblis dan anak cucunya dikutuk oleh Allah SWT. Sebelum diusir pergi, iblis minta agar diizinkan menggoda Adam dan keturunannya sampai hari kiamat. Permintaan itu dikabulkan oleh Allah dengan catatan bahwa orang yang saleh tidak akan terbujuk godaan iblis dan setan. Semenjak itu pula manusia yang merupakan keturunan Adam akan selalu bermusuhan dengan setan yang merupakan keturunan iblis.
    Adam dan Hawa masih tetap tinggal di surga. Mereka hidup senang dan boleh makan apa saja. Seluruh hidangan, buah-buahan dan segala minuman boleh dinikmati Adam dan Hawa. Hanya ada satu jenis buah yang dilarang memakannya yaitu buah khuldi.
    Pada suatu ketika, dengan dendam yang sangat membara, iblis menggoda Adam dan Hawa. Iblis membujuk dengan cara yang licik. Dia mengatakan bahwa buah yang dilarang itu adalah buah keabadian. Buah itu sangat nikmat dan jika dimakan kan menjadikan kekal di surga. Adam saat itu membantah iblis dan mengatakan bahwa Allah melarang memakannya. Namun, iblis menipunya dengan mengatakan bahwa Allah telah membolehkannya untuk mereka berdua. Maka Adam dan Hawa terbujuk dan akhirnya memakan buah yang dilarang Allah.
    Karena melanggar larangan Allah, Adam dan Hawa diusir dari surga. Mereka berdua diturunkan ke bumi dengan terpisah. Adam diturunkan di pegunungan india. Sedangkan Hawa diturunkan di Jeddah daerah Arab. Mereka menangis dan bersedih hati serta bertobat atas kesalahan yang di perbuat. Keduanya saling merindukan dan saling mencari. Keduanya berjalan kesana kemari sambil menyebut-nyebut nama Allah dan memohon ampunan selama 300 tahun. Akhirnya keduanya bertemu kembali di Jabal Rahmah. Mereka sangat bersyukur dan bertambah patuh kepada perintah Allah. Adam dan Hawa hidup berbahagia. Beberapa tahun kemudian mereka di karuniai anak laki-laki dan perempuan yang lahir kembar. Yang di beri nama Qabil dan Iqlima.
    Setelah beberapa lama mengasuh kedua putra kembarnya, mereka dikaruniai sepasang anak lagi yang juga kembar yaitu Habil dan Labuda. Setelah keduanya besar dan dewasa, Allah memberi petunjuk kepada Adam agar menikahkan putra putrinya secara silang. Qabil dinikahkan dengan Labuda dan Habil dengan Iqlima. Dalam menjalankan perintah Allah, iblis dan setan selalu menggoda anak Adam agar melanggar perintah Allah. Namun Adam selalu tekun menasehati anak-anaknya agar mengerjakan perintah Allah. Akhirnya dari pernikahan ini, berkembangbiaklah anak keturunanAdam yang tersebar di bumi sampai saat ini.

    😆 😆

  19. saya tidak tahum lah mana korang baca tapi saya nak bagi tahu pergorbanan seorang guru itu terlalu besar bagi saya ….. cikgu yg ubat luka kita semasa kita kecil cikgu yg bagi kita ilmu sampai kita berjaya ….. dalam hidup

  20. sebuah metode pembelajaran di sekolah dasar terkhusus di daerah pedalaman telah kuciptakan bagi teman-teman tenaga pengajar yang ingin mencoba metode ciptaan saya agar menghubungi alamat e-mail saya http://www.andre_karaeng@yahoo.com. metode pembelajaran ini saya namakan metode akumulasi kartu yang terbagi dalam 4 bagian

  21. di sekolah ada tugas bahasa indonesia.
    kami bingung dengan sajak lagu olle ollang ,
    sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan olle ollang?
    :-?:-?:-?:-?:-?:-?:-?:-?:-?:-?:-?

Tinggalkan Balasan ke andre Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *