Membudayakan Cinta Lingkungan Hidup melalui Dunia Pendidikan

Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.

Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.

Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?

Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.

Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Namun, sejak kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik.

Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan lingkungan sudah telanjur terjadi. “Membangun tanpa merusak lingkungan” yang dulu pernah gencar digembar-gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya, atas nama pembangunan, penggusuran lahan dan pembabatan hutan terus berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya menghadapi para “bromocorah” lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan umat manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai “pahlawan” lantaran telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

 

Meskipun demikian, hanya mencari “kambing hitam” siapa yang bersalah dan siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.

Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang.

Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola” agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Nah, bagaimana? ***

————————–

Update:

Kumpulan link Blog Action Day [dikutip dari catatan pinggir karangmumus]

 

136 Comments

  1. Pak,para petinggi di negeri ini bukan tidak tahu cara memerintah dan memanage negara yang baik,mereka adalah para pakar dan ahli dibidang masing2.Masalahnya mereka bukanlah orang yang jujur.Kalau sudah tentang “hepeng” boro2 banjir, longsor atawa hutan pada botak, mau kiamatpun bumi Indonesia mereka tidak peduli sama sekali.

    Biasanya pedang hukum kita ada dua sisi,satu sisi tajam sekali sedang sisi lainnya belum diasah sama sekali.Sisi yang tajam digunakan untuk terdakwa kere atau orang2 yang belum tentu bersalah.Sisi pedang yang masih belum diasah ya dipakai untuk memenggal kepala terdakwa kakap ( kapan putusnya tuh kepala? )

    Kalau cerita tentang hukum dan penegakan hukum terus terang saya amat pesimis dan sangat skeptis.Rasanya saya dengan terpaksa harus mengatakan “sayonara” hutan hijauku,cemara asriku,……terima kasih.

  2. kayaknya perlu diberikan gambaran yang menakutkan tentang kerusakan lingkungan hidup bagi manusia…
    kan biasanya anak2 muda atau yang masih usia sekolah bisa didoktrin dengan mudah.

  3. Akur pak Guru kalau pemahaman betapa penting-nya lestari-nya lingkungan untuk kelangsungan hidup kita harus di tanam-kan sejak dini, dan ya aku yakin seharus-nya dunia pendidikan ikut andil dalam hal ini. Sangat sangat setuju pak Guru.

    Yang menjadi pertanyaan-ku: Apa dunia pendidikan kita mau untuk ini, dan udah siap melakukan-nya? Boro-boro masalah lingkungan, ngurusin BOS aja belum becus kok…bukan begitu pak Guru?

  4. @ timpakul:
    Ya, mudah2an semua pihak memiliki visi dan misi yang sama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. OK, makasih kunjungannya.

    @ Yung Mau Lim:
    Oh, kita punya keresahan yang sama, kawan. Hukum di negeri ini tampaknya makin tak berdaya dalam menghadapi berbagai tindak kejahatan, terutama yang dilakukan oleh golongan “krah putih”. Hukum hanya berlaku bagi orang-orang kecil yang dhaif, lemah, dan tak berdaya. Agaknya perlu waktu beberapa generasi untuk menciptakan hukum yang benar2 adil

    @ aRuL:
    Saya kira ada benarnya juga Mas aRul. Gambaran2 yang menakutkan seandainya kerusakan lingkungan sudah berada di titik nadir perlu disampaikan kepada anak-anak zaman sekarang agar mereka memiliki kesadaran tinggi bahwa kelestarian lingkungan perlu dijaga.

    @ harriansyah:
    OK, makasih Bung Hari. Budaya cinta lingkungan hidup memang perlu ditanamkan sejak dini. Dan dunia pendidikan merupakan tempat yang tepat itu.

  5. @ extremusmilitis:
    Ya, Bung, dunia pendidikan harus mampu menjalankan perannya itu. Harus! Semua guru harus memiliki komitmen dan tanggung jawab moral untuk itu. Tentu saja, kegagalan di masa lalu jangan kembali terulang. Harus ada program yang jelas kemudian melakukan aksi secara nyata.

  6. kayaknya perlu diberikan gambaran yang menakutkan tentang kerusakan lingkungan hidup bagi manusia…
    setuju dengan om arul
    kasih contoh poto/gambar yg dahsyat
    makin mengerikan, makin mudah masuk ke otak
    itu juga salah satu metode kampanye aman berkendara
    kasi aja poto2 kecelakaan yg mengerikan 😀

    kan biasanya anak2 muda atau yang masih usia sekolah bisa didoktrin dengan mudah.

    mungkin mudah masuk tapi ga lama kemudian mudah keluar
    nah gimana caranya bisa meresap di otak mereka dng baik
    karena merekalah (termasuk saya 😳 ) anak muda generasi penerus bangsa

  7. sumber masalah yg terjadi di negeri tercinta ini adalah hukum yg blm ditegakkan. sebenarx hkm di ind. sdh cukup bagus krn diciptakan oleh putra bangsa yg intelek tetapi pelaku hukum itu sendiri yg terkadang memanipulasi..kenapa? karena moral mrk yg bobrok..bkn berarti mrk nggak dpt pddkan tetapi mgkn mrk kurang menerima pencerahan hatI..pak sawali, slmt ied fitri 1428 H Mhn maaf lahir dan batin.

  8. @ caplang™:
    Proses internalisasi dan pengakaran budaya cinta lingkungan hidup memang menjadi sebuah keniscayaan. Agar membekas kuat dalam memori anak2, saya kira paradigma pembelajaran harus diubah; dari teori ke praktik, dari ceramah ke diskusi, sehingga anak2 bisa menemukan sendiri makna dan hakikat lingkungan hidup yang sesungguhnya.

    @ iwansain:
    Saya kira benar apa yang disampaikan Pak Iwan. Hukum di negeri sudah bagus, sayangnya implementasinya masih amburadul. Itu disebabkan oleh para pelaku hukum, terutama penjahat krah putih, yang gampang memanipulasi dan mempermainkannya.
    OK, Pak Iwan, di hari yang fitri ini saya juga mohon maaf jika ada salah2 kata. Minal aidin walfaizin, taqaballahu minna waminkum.

  9. Ping-balik: Telmark.
  10. Ping-balik: JalanMenujuKetenaran
  11. Saya jadi ingat semboyan:

    The Earth can satisfy our needs, but it can’t satisfy our greeds

    yang artinya: Bumi dapat melayani kebutuhan kita, tetapi ia tidak dapat melayani keserakahan kita
    Nampaknya ini yang terjadi di negara kita ya, keserakahan mengeksploitasi kekayaan alam secara habis-habisan dan sembarangan. Lebih celakanya lagi, yang dapat menikmati hasil dari pengeksploitasian habis2an ini hanya segelintir orang saja! Sungguh menyedihkan! Negeri yang kaya sumberdaya alam seperti Indonesia ini rakyatnya justru banyak yang miskin, sebaliknya negara2 yang miskin sumberdaya alam seperti Singapura dan juga Belanda (bekas penjajah kita! 😀 ) justru masyarakatnya makmur.
    Pendidikan yang baik mudah2an dapat memperbaiki persoalan lingkungan hidup di negeri kita, namun kemakmuran mudah2an juga dapat mempengaruhi perbaikan lingkungan hidup kita, dengan kemakmuran merata kita dapat mendapatkan pendidikan yang baik, dan juga kita tidak mudah dirayu atau dibujuk dengan uang oleh boss2 pembalak2 liar dari luar dan dalam negeri untuk menghabisi hutan2 kita yang seharusnya kita jaga untuk anak cucu kita.

  12. Jadi tak terbayang bagaimana wajah Indonesia 30-40 tahun lagi. Apa mungkin ya, lebih gersang dan lebih tandus ?
    Bukan hal yang mustahil terjadi bila tak segera berbenah.

    Dunia pendidikan memang cara yang efektif menularkan keprihatinan terhadap hal ini. Lewat pendidikan yang baik dan guru-guru yang berkompeten, nasib bangsa harus jadi lebih baik di tangan generasi-generasi penerus bangsa yang mereka didik.

    Maka oleh itu, mari hargai para pendidik kita ? Ya nggak Pak 🙂 ..Hidup Guru

  13. @ telmark:
    Setuju banget kawan. Mari kita jadikan hari esok lebih baik dengan melakukan aksi penyelamatan terhadap lingkungan hidup.

    @ Yari NK:
    Betul sekali Bung Yari. Rusaknya lingkungan hidup karena banyaknya preman-preman lingkungan hidup yang lolos dari jerat hukum. Eksploitasi alam sudah berada pada tingkat yang amat parah. Kalau peristiwa semacam itu tidak secepatnya ditangani, kita nggak bisa membayangkan bagaimana nasib anak cucu kita kelak.

    @ SQ:
    Betul sekali Pak Syam. Dunia pendidikan harus ikut berkiprah untuk menanamkan nilai2 budaya cinta lingkungan hidup kepada siswa didik. Kelak, merekalah yang kita harapkan memiliki kesadaran lingkungan yang baik sehingga bisa menyelamatkan lingkungan.
    OK, Pak Syam, hidup guru Indonesia!

  14. Postingannya bagus, Pak. Sarat makna akan budaya mencintai lingkungan hidup agar tetap terjaga. Ngikut nasehatnya Al Gore, yang baru dapet penghargaan Nobel githu.

    Masih dalam suasana lebaran. Mohon maap lahir dan batin.

  15. Pak Guru,
    Sulit mengharapkan para pengambil kebijakan akan memikirkan hal penting seperti ini. Bagaimana kalau para guru mengambil inisiatif sendiri untuk memulainya. Kekuatan individu yang menyatu lebih hebat dari para pengambil kebijakan manapun. Pendidikan lingkungan memang sangat tepat dimulai dari tingkat sekolah.

    Salam, pak!

  16. @ Dewa Dewi:
    Yak, makasih, Mbak. Saya juga mohon maaf kala ada salah2 kata, Mbak. Kita berharap generasi mandatang memiliki pemahaman yang benar tentang leingkungan dan bagaimana cara menyelamatkannya. dan itu perlu dilakukan melalui dunia pendidikan.

    @ guebukanmonyet:
    Yak, kawan, agaknya kita punya pandangan yang sama bagaimana menanamkan budaya cinta lingkungan hidup kepada anak2 bangsa. Ya, melalui dunia pendidikan kita harapkan kelak mereka menjadi pioner lingkungan hidup yang akan membawa kemaslahatan umat manusia.

    @ JaF:
    Terima kasih masukannya, kawan. Ya, saya kira benar, guru pwrlu memiliki inisiatif secara kreatif untuk menanamkan nilai2 budaya cinta lingkungan hidup kepada siswa didik. Kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai upaya untuk mendapatkan payung hukum agar guru memiliki landasan yang jelas dan tidak ragu2 lagi dalam memasukkan nilai2 budaya cinta lingkungan hidup kepada peserta didik.

    @ calonorangtenarsedunia:
    Oh, lagi tertarik sama gambar unduhan, ya, hehehehe 😀

  17. Ketinggalan nih, pak. Yang koment dah banyak bangat yack.

    Sayang ya, pak, yang benar-benar mencintai lingkungan hidup hanya segelintir orang. Kesadaran manusia untuk mencintai dan memperhatikan lingkungannya semakin menipis.

  18. @ JakartaButuhRevolusiBudaya:
    OK, makasih kawan. semoga banyak warga masyarakat yang makin sadar tentang pentingnya lingkungan hidup. yang tidak kalah penting upaya penanaman nilai budaya cinta lingkungan hidup perlu dilakukan sejak dini kepada anak-anak lewat bangku pendidikan.

    @ Hanna:
    Waduh, Mbak Hanna, nggak ada istilah ketinggalan, Mbak, hehehehe 😀 Tulisan yang sudah terpublikasikan bisa dikomentari kapan pun.
    Ya itulah yang jadi persoalan, Mbak. Banyak warga masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya sendiri. Padahal, kecerobohan dalam memperlakukan lingkungan akan memberikan dampak jangka panjang yang fatal. Mudah2an melalui bangku pendidikan anak2 bangsa negeri ini memiliki kesadaran tinggi untuk melakukan aksi penyelamatan lingkungan.

  19. @ man brotoseno:
    Nah rupanya kita sependapat dalam hal ini, Bung. Untuk menanamkan budaya cinta lingkungan hidup memang harus dimulai sejak dini. OK, makasih, Bung, salam hangat.

    @ rozenesia:
    Setuju banget, Mbak. Memang harus dimulai dari diri sendiri. Jika setiap warga di negeri ini memiliki kesadaran yang sama, maka dambaan untuk memiliki lingkungan hidup yang sehat dan nyaman, saya kira akan terwujud. OK, makasih, salam hangat.

  20. tapi mengupayakan guru-guru untuk mengajari muridnya cinta lingkungan justru merupakan tantangan tersendiri pak. Dengan padatnya kurikulum yan ada sekarang (yang menurut saya bisa memecahkan kepala), menyampaikan materi ala kadarnya saja sudah sulit (terutama untuk guru-guru yang tidak mau menerima kritik dan memuja pengalaman)

    Bayangkan betapa lebih sulitnya untuk melakukan pemberian muatan “embedded” tentang lingkungan dalam setiap pelajaran. gimana ya pak enaknya?

  21. @ mardun:
    Ya, ya, ya, betul sekali, Mas. Kalau dipikir memang guru dah terlalu banyak tugasnya. Untuk menyajikan materi ajar apa adanya sudah susah, apalagi kalau ditambahi beban menyajikan materi lingkungan hidup.
    *Wuih* Memang agak berat, yak.
    Ya, tapi gini, mas, penanaman nilai budaya cinta lingkungan hidup seharusnya tidak perlu jadi beban guru. Guru bisa mengintegrasikannya ke dalam materi ajar utama yang disajikannya. Toh hampir setiap pelajaran saya kira ada kaitannya dengan lingkungan hidup, mulai dari PKn, bahkan TIK pun bisa. Jadi nggak perlu pokok bahasan khusus, apalagi menjadi mapel tersendiri. Kan bisa inklusif dan integral. Kalau itu dilakukan oleh semua guru mapel, saya kira substansi budaya cinta lingkungan hidup akan kena.
    OK, saya kira begitu Mas Mardun, yak. OK, salam hangat, dan terima kasih kunjungannya.

  22. @ Bardi:
    Itulah repotnya, kawan, jika lingkungan sudah rusak parah. Dalam konteks demikian, kita nggak bisa mencari kambing hitamnya, sebab lingkungan itu sebenarnya menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa untuk mengelolanya. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dini bagi generasi bangsa yang kini tengah menuntut ilmu di bangku pendidikan tentang pentingnya kelestarian lingkungan hidup.OK, salam.

  23. waduh, bapak, saya bukan ibu-ibu, dan juga bukan wanita. memang sih namanya mirip cewek. tapi ya repot pak, kalau namanya usamah ntar dibilang teroris lagi. (ha-3x)
    saya cowok, mahasiswa jurusan pendidikan biologi-FKIP- universitas Muhammadiyah Malang.
    perajin karya ilmiah, penulis lepas pemula diberbagai media massa. kapan-kapan kunjungi husamah.blogspot.com
    terima kasih, happy new year 2008

  24. saya rasa untuk menjaga agar lingkungan kita(terutama hutan) tetap sehat,sekolah2 perlu mewajibkan ekskul pecinta alam.Atau para bupati mengadakan penanaman pohon massal di lahan yang masih gundul.

  25. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  26. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  27. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  28. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  29. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  30. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  31. sya adalah ank pdlman yang sngt mencintai lingkungan, sy bangga ternya di antara bumi yang carut marut ini msh ada yang peduli dengan lingkungan sya stju dengan tindakan ini. sya setuju dengan pendapa dek bodrox klo cinta Lingkungan Hidup dimskin kedalam kurikulum baru.

  32. kita tau bahwa indonesia ini negara dengan hutan terluas tetapi karenan pembalakan yang habis-habisan tanpa melihat efek yang terjadi.bahkan tanpa basa-basi mereka megeruk semua yang ada di bumi pertiwi ini.

    yang ingin saya tanyakan di sini adalah indonesiakan ada undang-undang yang membahas tentang pengolahan lingkungan hidup tapi kok terasa gak berjalan pengelolahan lingkungan hidup masih aja tidak karuan?????dimana AMDAL yang mengurusi pengolahan lingkungan hidup ……akibat dari pengolahan lingkungan yang tidak stabil maka terjadi pergesearan adat istiadat warga yg duluny bekerja sebagai petani sekarang karena di daerahnya sudah tidak ada lagi lahan untuk bertani maka dia beralih menjadi tukang ojek karena banyak perusahaan yang pegawainya membutuhkan transportasi….disini terjadi kesenjangan sosial…..dimana AMDAL kita??????dimna peraturan kita?????dimana kinerja pekerja lingkungan idup

  33. betul sekali, lingkungan hidup (hutan) sekarang ini semakin parah saja, dengan alasan cari makan orang orang sudah tidak peduli lagi akan keseimbangan alam, meski alam telah menunjukan kemarahannya pada kita, tetap aja banyak yang tidak peduli termasuk para pengambil keputasan.

    kami sepakat dengan bapak bahwa pendidikan dan tingkat pendidikan masyarakat memang salah satu faktor penyebab penghancuran masal lingkungan khususnya hutan untuk itu pendidikan lingkungan hidup sudah saatnya dijadikan mata pelajaran wajib bagi pelajar di indonesia mulai dari tk sampai tingkat doktoral sekalipun biar semua pada ngerti akan pentingya keseimbangan alam

    salam lestari dari kami

  34. pendidikan dan pemahaman tentang pentingnya pelestarian lingkungan ,terutama pada anak usia dini dan usia pendidikan merupakan langkah awal yang tepat. saran saya sebaiknya pola pendidikan lingkungan dengan materi pemanfaatan dan pengolahan limbah sederhana serta pelestarian ldimasukkan dalam sebuah muatan lokal.

  35. membudidayakan kecintaan terhadap lingkungan memang di haruskan sejak dini apa lagi dijadikan kurikulum dalam pendidikan sekolah saya setuju…ngomong 2 kenjungi blog saya sebagai wujud kepedulian saya terhadap bumi dan berikan komentarnya….. saya tunggu
    teknisikomputer.blog.telkomspeedy.com

  36. kalau ditanya pada semua orang tentang menjaga lingkungan hidup, pasti semua paham dan jawabannya huebath… Sama dng menanyakan dia agama apa? Tapi kenyataannya…? jadi permasalahannya dimana? di pengetahuan/pemahaman atau pengamalannya? atau keegoisan atau masa bodoh dengan apa yg diketahui.

  37. Pendidikan dan pemahaman tentang pentingnya pelestarian hidup sudah jadi kewajiban guru sebagai pendidik lebih-lebih guru SD . Namun untuk pemahaman dan pengalaman nyata tidak mudah,apalagi yang lahan sekolahnya sempit.kalau lihat hutan perlu waktu dan dana.mudah-mudahan guru-guru banyak yang berkunjung ke situs anda sehingga dapat mendidik siswa menjadi anak yang sadar lingkungan.Hidup Guru ! Salam untuk bapak Drs untung yang memperjuangkan nasib guru yang D II bisa ikut sertifikasi,semoga berhasil.Salam kenal untuk pak Sawali sukses untuk anda.

  38. mmm..kalo terkait lingkungan hidup,artinya itu udah mengingatkan qt pd semua tumbuhan yg ada di dunia ini,khususnya negeri qt tercinta,indonesia.
    kalo blh jujur seh,aku ga bisa2 amat merawat semua hal yg berhubungan dng lingkungan alias tmsk org yg ga peduli ma lingkungan.tapi ssorg tlah mbuka mata hati kita utk ttp mjd manusia2 yg sll siaga thd lingkungan rusak,jng ampe deh negeri yang indah n makmur ini jd ga nyaman cuma krn khalifah dimuka bumi ini jd org2 yg ga bertanggung jawab..
    so…..buat Xan yg pny hati nurani yo…lestarikan alam ini yg sudah semakin tua.tapi dng tangan kita bumi yg tua ini pst tetep jd awet muda krn kita setiap saat merawatnya…ok…!!
    ^_^

  39. memang, sekarang ini kaum muda sering meremehkan alam, apalagi bagi mereka yang merasa menyandang gelar mahasiswa(pengecualian yang cinta alam). menganggap cinta alam dan kelestarian lingkungan hanya berlaku ketika duduk di bangku sekolah saj. Sungguh mengenaskan !!!
    Satu lagi saya minta izin mengangkat ide bpk untuk saya jadikan topik di speech contest yang akan saya ikuti, trimakasih

  40. wow keren banget!!!! thank’s buat tulisannya…q jadi terbantu buat referensi tugas adik-q..
    salam…

  41. menurut aq sich,,,
    menjaga kelestarian lingkungan hidp itu penting banget,,,
    lebih pentingnya lagi bagaimana cara kita untuk menjaganya supaya negeri kita tercinta indonesia ini akan lebih di kenal orang – orang di seluruh dunia. saya harap generasi muda saat ini hatinya tergugah untuk menjaga kelestarian alam “INDONESIA”

    MERDEKA,,,,,

  42. thanks for materinya y,,,,,,,,,,,,,,,,,
    aq jdi bs mGrjkn tuGs sKolh’q dGn bnr sErta mEndpt byk
    iLmu dLm meLstRkn Lngkngn sKtar….
    allah udh cpe2 mncptkn dunia bsrta isinya untk qt jg,,,
    n mLstRknx….

  43. Alhamdulillah, pada saat ini hampir tidak ada cucu Adam dan Hawa yang mendiami bumi ini TIDAK CINTA PADA LINGKUNGAN.
    Semuanya senang jika lingkungan kita, disekitar kita tampak tertata, bersih, sehat, dan hijau. Persoalannya adalah, bagaimana mematerikan perasaan tersebut dihati kita sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
    Anak-anak kita merupakan aset yang mestinya dapat kita andalkan untuk mengelola lingkungan secara benar di masa mendatang. Hanya bagaimana menanamkan sikap tersebut agar mereka dapat kita andalkan?
    Dunia pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam rangka menanamkan sikap cinta lingkungan, oleh karenanya sejak kinilah kita harus mulai mendesain pendidikan lingkungan hidup yang membumi agar sejak dini anak-anak kita sudah ditanamkan tentang kecintaan pada lingkungan dengan harapan merekalah nanti yang berbuat untuk menata lingkungan kita dengan benar dan tidak sarat dengan kepentingan-kepentingan sesaat.
    Sejak tahun 2003 Kota Batu Jawa Timur sudah menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan secara integrasi dengan beberapa mata pekajaran. Dalam perkembangannya pada tahun 2006 pendidikan lingkungan hidup diterapkan secara monolitik dibeberapa sekolah dan sejak tahun 2008 diterapkan secara monolitik sebagai muatan lokal untuk semua sekolah pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sebagai pendukung pelaksanaan pendidikan lingkungan tersebut telah disusun dokumen kurikulum pendidikan lingkungan hidup edisi revisi ke-3 dan Modul (bukan LKS) Pembelajaran Lingkungan Hidup untuk SD/MI sebanyak 18 judul terdiri atas 16 judul versi umum dan 2 judul versi religius (Islami).
    Teman-teman yang ingin sharing bagaiaman menerapkan pembelajaran lingkungan hidup dapat berkomunikasi dengan kami di alamat email ransel09@gmail.com. Kami tunggu

    1. loh.. kok gak cinta dengan lingkungan sih… sukistono kita cinta kepada di negara ini lo… kok gitu kita harus percaya kepada siapapun

  44. kita harus menjaga kebersihan agar kita tumbuh sehat

    hidup dini sendiri hidup kita menjaga kebersihan

    saya selalu menjaga kebersihan dimana pun saya lingkungan hidup

    saya sekarang menjadi bersih oh… ya sebelum makan kita

    cuci tangan dulu agar tidak ada kuman di dalam tangan kita

    saya tidak tau membuang sampah sembarangan

    saya selalu membuang sampah di tempatnya

    semua negara kita segar atau sejuk

    desa segar dan harum

  45. allhamdulilah kita memasuki surga YA ALLAH kita doa kan dulu agar kita masuk surga bismillahirrohmannirohim alhamdulilah hirobil alamin arohman nirrohim maliki yaw middin iya kanak budu wa iya kanas taim ihdina shirotol adim shirotol ladi na am an ta alaihim goiril magdu bi alaihim walad dolin amin… kita akan memasuki surga kita sendiri kita tidak masuk neraka

  46. Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.

    Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus Alhamdulillah, pada saat ini hampir tidak ada cucu Adam dan Hawa yang mendiami bumi ini TIDAK CINTA PADA LINGKUNGAN.
    Semuanya senang jika lingkungan kita, disekitar kita tampak tertata, bersih, sehat, dan hijau. Persoalannya adalah, bagaimana mematerikan perasaan tersebut dihati kita sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
    Anak-anak kita merupakan aset yang mestinya dapat kita andalkan untuk mengelola lingkungan secara benar di masa mendatang. Hanya bagaimana menanamkan sikap tersebut agar mereka dapat kita andalkan?
    Dunia pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam rangka menanamkan sikap cinta lingkungan, oleh karenanya sejak kinilah kita harus mulai mendesain pendidikan lingkungan hidup yang membumi agar sejak dini anak-anak kita sudah ditanamkan tentang kecintaan pada lingkungan dengan harapan merekalah nanti yang berbuat untuk menata lingkungan kita dengan benar dan tidak sarat dengan kepentingan-kepentingan sesaat.
    Sejak tahun 2003 Kota Batu Jawa Timur sudah menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan secara integrasi dengan beberapa mata pekajaran. Dalam perkembangannya pada tahun 2006 pendidikan lingkungan hidup diterapkan secara monolitik dibeberapa sekolah dan sejak tahun 2008 diterapkan secara monolitik sebagai muatan lokal untuk semua sekolah pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sebagai pendukung pelaksanaan pendidikan lingkungan tersebut telah disusun dokumen kurikulum pendidikan lingkungan hidup edisi revisi ke-3 dan Modul (bukan LKS) Pembelajaran Lingkungan Hidup untuk SD/MI sebanyak 18 judul terdiri atas 16 judul versi umum dan 2 judul versi religius (Islami).
    Teman-teman yang ingin sharing bagaiaman menerapkan pembelajaran lingkungan hidup dapat berkomunikasi dengan kami di alamat email ransel09@gmail.com. Kami tungguterjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.

    Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?

    Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.

    Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Namun, sejak kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik.

    Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan lingkungan sudah telanjur terjadi. “Membangun tanpa merusak lingkungan” yang dulu pernah gencar digembar-gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya, atas nama pembangunan, penggusuran lahan dan pembabatan hutan terus berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya menghadapi para “bromocorah” lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan umat manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai “pahlawan” lantaran telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

    Meskipun demikian, hanya mencari “kambing hitam” siapa yang bersalah dan siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.

    Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang.

    Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

    Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola” agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Nah, bagaimana? ***

    ————————–

  47. saya terlalu cinta lingkungan hidup saya selalu (wajib) di temukan dengan allah saya akn memasuki surga allah, allah swt

  48. saya salut dengan tulisan bapak sebenarnya akan lebih bagus jika ada demo atau gambaran-gambaran kerusakan lingkungan yang akan membuat mata kita terbuka betapa sedihnya jika lingkungan kita tidak dirawat……

  49. pk guru salam kenal saya yantoel salah satu murid di indonesia yang mempunyai guru yanh sallah satunya adalah anda karena anda telah mengajari say tetntang linkungan hidup waduh pak guru jngan melaz2 atu . . . saya terharu dengan judulnya n saya salut dengan anda karena membuat postingan yg sangaaaaaaaaaaaaaaaat puaaaaaanjang lawong saya aja buat dikit aja suuuuuuuulitnya bukan main.

  50. Jempol 2. …pa tulisannya. saya sangaaaaaaaaaaat setuju lingkungan hidup dimasukan dalam sebuah mata pelajaran agar lambat laun tumbuh kesadaran untuk memelihara, melindungi dan pada akhirnya menyelamatkan lingkungan.

  51. PROPOSAL
    “REVOLUSI HIJAU”
    SEDEKAH LIMA RIBU POHON TREMBESI DARI ANAK JALANAN DAN GELANDANGAN UNTUK JAKARTA DAN SEKITARNYA

    Kolaborasi Persembahan Dari
    Komunitas Anak Jalanan dan Gelandangan
    Dengan
    Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara

    Didukung Oleh :
    http://www.nusantara.or.id

    JAKARTA
    2010

    I. Latar Belakang
    1.1. Kerusakan Lingkungan
    Lingkungan hidup dari waktu ke waktu semakin mengalami ancaman yang sangat serius dan kerusakan yang setiap saat berlalu semakin hari semakin bertambah parah. Kerusakan yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak ramah lingkungan dari insan merupakan penyebab kuat yang diyakini memberi andil terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Sebagai akibatnya, keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Hutan-hutan lindung yang seharusnya menjadi paru-paru kota, bahkan paru-paru dunia, di negara ini nilainya sudah sangat tidak berharga diperjual belikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hutan dibabat, ditebang, dan dihabisi tanpa mempedulikan dampak apa yang kemudian terjadi dari akibat dari pengrusakan hutan tersebut. Bencana banjir, longsor, kekeringan di musim kemarau, peningkatan pemanasan suhu atau dikenal juga dengan istilah global warming.
    Sayangnya walaupun kerusakan didepan mata sudah begitu mencolok, hal tersebut belum cukup untuk menjadikan kerusakan lingkungan itu sebagai pelajaran yang dapat menumbuhkan kepedulian dan perhatian di kalangan warga masyarakat pada umumnya. Upaya penyadaran dari berbagai pegiat dan pecinta lingkungan sudah mulai banyak dilakukan, dari seminar, simposium, pelatihan, pendidikan dan kegiatan-kegiatan lainnya terkait kampanye penyelamatan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan. Hal ini tentu harus didukung dan semakin diperbanyak agar efek kegiatan yang dilakukan bisa semakin terasa pengaruhnya ditengah masyarakat.
    1.2. Emisi Karbon dan Pemanasan Global
    Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, baik itu dalam skala besar ataupun kecil pastinya tetap menyumbang emisi karbon bagi bumi ini. Beberapa waktu lalu Organisasi Pangan dan Pertanian melansir sebuah hasil riset yang menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Laju kerusakan hutan kita, menurut data itu, adalah 2 persen dari total hutan nasional atau 1,87 juta hektar per tahun. Dengan kata lain, 51 kilometer persegi hutan kita rusak setiap hari atau 300 kali lapangan sepak bola setiap jam!
    Nah, dengan rusaknya hutan tropis Indonesia , baik akibat pembalakan liar maupun kebakaran hutan pastinya akan menambah jumlah karbondioksida (CO2) di udara. Bertambahnya konsentrasi CO2 ini jelas akan meningkatkan rata-rata suhu bumi. Masih menurut perhitungan para ahli, secara kasar, rata-rata suhu udara di dekat permukaan bumi meningkat sebesar 0,74 derajat Celcius selama satu abad terakhir. Tidak hanya Indonesia dan negara berkembang lainnya yang menyumbang emisi karbon, Negara maju pun demikian. Emisi karbon terbesar justru dihasilkan oleh negara-negara kaya seperti Amerika Serikat (AS). Satu orang warga AS menghasilkan efek emisi sebanding dengan 17 orang warga negara di Maladewa, 19 orang India, 30 orang Pakistan, 49 orang Sri Langka, 107 orang Bangladesh, 134 orang Bhutan dan 269 orang Nepal. (lihat Firdaus Cahyadi, 2007)
    1.3. Tergerusnya Kearifan Lokal
    Kearifan lokal pada saat ini telah tergerus oleh tuan besar modal, tetapi juga saudagar kapitalis & materialis yang berkedok membawa nilai “kebenaran” (tanda kutip) yakni mereka yang mewacanakan klaim kebenaran absolut dan hegemonistik. Klaim kebenaran macam ini merusak sendi-sendi kehidupan lokal-komunal, ekosistem plural yang saling bergantung dalam keindahan keberagaman. Kearifan lokal seakan telah menjadi ancaman atau bahkan momok yang menakutkan yang mendapat fitnah dan dijuluki insting animisme dan dinamisme…Mengapa menjadi ancaman? Karena klaim kebenaran absolut itu tak lebih dari sebuah propaganda yang menyandarkan diri pada kapital dan material sebagai tujuan kebenaran, hal itu selalu berarti sebuah semangat perang. Semangat kalah-menang. Dan ini merupakan musuh dari kearifan lokal. Kearifan lokal berusaha mencari sintesa cara hidup dimana berbagai tafsir kebenaran dapat saling memperkaya. Tidak semata-mata toleransi semu nan palsu.
    Kearifan lokal yang selama ini sangat bersahaja dalam menghargai dan menyatukan diri dengan alam serta lingkungan hidup sekitar, sedikit demi sedikit dipengaruhi dan dihancurkan atas nama “kemajuan jaman” atau medornisme. kehidupan mereka yang begitu bersahaja dengan alam perlahan namun pasti dihajar oleh faham-faham materialisme yang meniadakan hubungan harminis masyarakat lokal tradisi dengan kehidupan lingkungan sekitarnya.
    Contoh sepenggal kearifan dari bumi cendrawasih :
    ……….Sebatang pohon dalam perspektif insan Papua sering digambarkan sebagai tanda cinta pelabuhan kasih. Di bawah pohon dalam lanskap lengkung langit bergemerlap bintang, keduanya memadu kasih. Pada saat sang ibu melahirkan juga berada di bawah pohon. Tidak hanya itu, didakinya Gunung Kebar ditanamnya rumput kebar yang diyakini bahwa dari rumput kebar akan ada keajaiban vegetarian yang membuat rahim sang istri tidak mandul. Dari belantara hutan Papua, konon tiap kali ada penikahan, sang pengantin pria menanam pohon matoa seraya mengalirkan syair tentang hakikat pernikahan.
    Fafisu saswar ku bena ro Pasir Putih,
    Syambilab isyof fioro imnisra matoa bom Umsini.
    Na byekakop beyuser ro wamo Manokwari,
    Ifar maimnis rusa bero abris Rendani .
    Kisah kasih kita di Pasir Putih,
    Teguh abadi seperti pohon Matoa di Gunung Umsini.
    Akan terukir lintas angin Manokwari,
    Berlari bagai rusa di rumput datar Rendani
    1.4. Ketidak Pedulian (Kelalaian) Berjamaah
    Hakikat dosa atau kesalahan adalah dari ketidakpedulian terhadap bagaimana bertindak secara benar dan tepat, penyalahgunaan kebebasan yang dianugerahkan SANG MAHA RAJA kepada insan, dengan melanggar kehendak-kehendak NYA yang termuat dalam hukum-hukum-NYA yang jelas. Boleh jadi wujudnya berupa kecenderungan peng-abai-an yang bersumber dari ketidak pedulian, atau berupa perbuatan pengrusakan. Secara teknis, setiap pelanggaran masyarakat terhadap hukum SANG MAHA RAJA tentang kewajiban memelihara dan melestarikan alam serta penerapan norma etika terhadap bumi dapat dipandang sebagai dosa berjamaah. Bisa jadi dosa individu dapat dimaafkan akan tetapi dosa kolektif atau berjamaah yang dilakukan sebuah kumpulan insan (yang terorganisir) terhadap Hukum SANG MAHA KUASA akan sulit dimaafkan. Maka BENCANA alam sebagai azab dariNYA hanya tinggal menunggu waktu untuk dihadrikan. Banjir, longsor, gempa bumi, kekeringan, dll.
    1.5. Tantangan dari Dunia Internasional
    Tertundanya kesuksesan realisasi protokol kyoto dan KTT kopenhagen yang membahas mengenai emisi gas karbon di bumi kita yang semakin pekat ini, akan mempercepat terjadinya bencana dibumi ini. Apakah kita akan terpengaruh untuk ikut menghentikan usaha penyelamatan bumi ini, atau kita tidak peduli terhadap bumi ini, atau kita akan semakin menambah kerusakan dibumi ini ? Jawabannya ada pada diri kita sendiri.
    1.6 Pohon Trembesi
    Perlu diketahui bersama bahwa dampak dari efek rumah kaca yang diakibatkan oleh berlebihannya gas karbondioksida di udara sangat besar mengancam kehidupan insan. Diperlukan berbagai usaha yang tepat untuk meminimalisir berlebihannya gas Karbondioksida di udara. Salah satunya adalah dengan menanam Pohon atau Tanaman sehingga mampu mengurangi gas Karbondioksida yang berlebihan tersebut. Karena itulah kemudian Pohon atau tanaman menjadi pilihan alami dan ramah lingkungan satu-satunya, sebagai makhluk hidup dan bahkan alat yang dapat menyerap gas karbondioksida untuk diubah menjadi oksigen. Tapi, tahukah kita seberapa efektifkah jenis-jenis pohon tertentu menyerap karbondioksida? Berikut ini adalah daya serap beberapa jenis pohon terhadap karbondioksida.

    No. Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap CO2(kg/pohon/tahun)
    1. Trembesi Samanea saman 28.488,39
    2. Cassia Cassia sp 5.295,47
    3. Kenanga Canangium odoratum 756,59
    4. Pingku Dysoxylum excelsum 720,49
    5. Beringin Ficus benyamina 535,90
    6. Kirai payung Fellicium decipiens 404,83
    7. Matoa Pometia pinnata 329,76
    8. Mahoni Swettiana mahagoni 295,73
    9. Saga Adenanthera pavoniana 221,18
    10. Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14
    11. Jati Tectona grandis 135,27
    12. Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51
    13. Johar Cassia grandis 116,25
    14. Sirsak Annona muricata 75,29

    Dari data tersebut terbukti bahwa pohon trembesi memiliki daya serap terbesar terhadap gas karbondioksida dibanding pohon-pohon jenis lain, dengan menanam pohon tersebut kita mampu untuk mengurangi efek rumah kaca yang diakibatkan oleh berlebihannya gas karbondioksida.

    II. Maksud dan Tujuan
    2.1. Maksud dan Tujuan Kegiatan :
    Menciptakan Kondisi Lingkungan Hidup yang Lebih Baik
    Dengan adanya kegiatan penanaman bibit pohon trembesi ini, beberapa tahun kedepan diharapkan keadaaan kondisi lingkungan hidup di daerah jakarta dan sekitarnya menjadi terasa lebih baik. Memicu kesadaran semua orang untuk ikut ambil bagian melestarikan lingkungan hidup disekitar masing-masing, tentu bukan hal yang sulit untuk diwujudkan mengharapkan jakarta dan sekitaranya menjadi lebih hijau jika kepedulian dan perhatian dalam memelihara dan melestarikan lingkungan hidup didukung oleh semua pihak.
    Wujud Nyata Sumbangsih Perbaikan dan Pelestarian Lingkungan
    Komunitas anak jalanan dan gelandangan Jakarta memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan ingin memberikan sumbangsih dengan melakukan kegiatan penanaman pohon trembesi di lingkungan Ibukota Negara ini. Namun karena para gelandangan Jakarta tidak memiliki rumah dan juga tanah, maka kegiatan yang dilakukan dituangkan dalam bentuk bersedekah bibit pohon trembesi untuk ditanam kepada masyarakat umum, terlebih khusus penghuni lingkungan perumahan dinas kehutanan. Kegiatan ini diharapkan dapat menimbulkan pengaruh sosial yang positif yang bisa dirasakan baik itu oleh personal individu, oleh lembaga/organisasi baik swasta maupun pemerintah ataupun penduduk negri ini pada umumnya, wabil khusus penduduk yang ada di sekitar DKI Jakarta. Dengan kembali tumbuh dan berkembangnya pepohonan di Ibukota ini paling tidak keuntungan pemandangan menjadi lebih hijau akan mudah didapatkan kembali. Selanjutnya keuntungan lain diharapkan dengan semakin hijaunya jakarta dan sekitar bisa berdampak pada peningkatkan produktivitas kerja, serta terapi lingkungan, juga diharapkan bisa mengurangi pengaruh sikap emosional yang telah menjadi ciri khas warga Jakarta ini. Secara ilmiah pemandangan vegetasi dan air telah di buktikan mengurangi stres, memberikan terapi dengan kemampuan meningkatkan penyembuhan, dan mengurangi penderita frustasi juga agresi.
    Kampanye dan Sosialisasi Kepedulian Lingkungan
    Kegiatan kampanye dan Sosialisasi tentang kepedulian kepada lingkungan dengan melakukan kegiatan pemeliharaan dan pelestarian alam sekitar harus terus digalakan dan semakin diperbanyak aktifitasnya juga diperluas ruang lingkupnya, suatu saat nanti jika semua pihak sudah tergerak melakukan hal serupa pada kegiatan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup ini itu sebagai pertanda keberhasilan dari kampanye dan sosialisasi tentang kepedulian kepada lingkungan telah berhasil mencapai sasaran.
    kepedulidan dan Perhatian dari semua pihak inilah yang menjadi kunci berhasilnya kegiatan pemeliharaaan dan pelestarian lingkungan hidup. dan kegiatan ini diharapkan menjadi salah satu aksi yang bisa mengetuk pintu hati kesadaran dan kepedulian semua pihak.
    Pemberdayaan Anak Jalanan dan Gelandangan
    Selama ini anak jalanan dan gelandangan cenderung hanya menjadi kaum marjinal yang sengaja dipinggirkan oleh keadaan, mereka hanya dianggap sebagai sampah masyarakat yang hanya menjadi beban serta membuat kumuh jalanan dan situasi perkotaan. Cap pemalas, bodoh dan tidak berpendidikan sepertinya sebuah anggapan yang secara tidak langsung sudah tertanam dalam benak warga masyarakat ibukota dan sekitarnya pada umumnya. Sehingga hal ini semakin membuat jurang pemisah pergaulan dan anggapan yang menyingkirkan mereka dari kelayakan penerimaan.
    Padahal mereka adalah orang-orang dan komunitas yang sangat memerlukan perhatian, bagaimanapun mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan. Untuk itu kami dari Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara berinisiatif merangkul dan memberdayakan mereka dengan kegiatan-kegiatan yang positif, sedekah limaribu pohon trembesi ini salah satunya.
    Wujud Pendekatan dan Perhatian (Kebersamaan)
    Mengajak dan melibatkan anak jalanan dan gelandangan dalam kegiatan bersama ini, secara langsung ataupun tidak langsung sudah merupakan suatu bentuk pengakuan dan penghormatan kepada mereka. Sehingga dengan demikian kesenjangan perasaan kepada anak jalanan dan gelandangan bisa semakin didekatkan. Kebersamaan ini merupakan bentuk perhatian dan pendekatan dari warga masyarakat umum maupun lembaga/institusi baik swasta maupun pemerintah yang peduli pada persioalan yang mereka (anak jalanan dan gelandangan) hadapi.
    Sindiran dan Pembelajaran
    Ketidak pedulian terhadap lingkungan ini sudah luar biasa merasuk pada kalangan masyarakat secara umum, sehingga ketidak pedulian ini menimbulkan sikap dan prilaku umumnya manusia yang bukan melestarikan lingkungan malah sebaliknya segala prilakunya merugikan dan menggangu kelestarian lingkungan. Untuk itu diperlukan kegiatan-kegiatan berupa “terapi-kejut” kepada masyarakat umum. Kegiatan anak jalanan dan gelandangan ini diharapkan menjadi kejutan bagi masyarakat umum, mereka yang selama ini dianggap bodoh dan terpinggirkan ternyata dengan berbagai keterbatasannya mereka memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup. Mudah-mudahan hal ini akan mengetuk pintu kesadaran dan menimbulkan rasa malu masyarakat pada umumnya, sehingga mau belajar dari kepedulian dan perhatian yang sudah diabdikan oleh anak-anak jalanan dan gelandangan
    2.1. Maksud dan Tujuan Proposaling :
    Permohonan Dukungan
    Atas dasar kepedulian dan juga untuk membangun karakter anak jalanan serta gelandangan yang sadar dan peduli lingkungan, juga wujud keprihatinan kami pada apa yang terjadi pada lingkungan saat ini, maka kami bersepakat untuk membentuk gerakan “REVOLUSI HIJAU” SEDEKAH LIMA RIBU POHON TREMBESI DARI ANAK JALANAN DAN GELANDANGAN UNTUK JAKARTA DAN SEKITARNYA, yang didukung oleh beberapa pihak yang tertarik ikut terlibat membantu terselenggaranya kegiatan ini. Kegiatan ini dimotori oleh Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara.
    Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara adalah sebuah wadah dan tempat berkumpul serta berkarya bagi Anak Bangsa Nusantara semata-mata dibentuk untuk memberikan ruang dan waktu bagi generasi muda untuk dapat mengembangkan potensi dirinya, membangun bakat dan kepedulian serta memberikan pengalaman hidup juga menjadi wadah berkreasi dan beraksi dengan kegiatan yang berwawasan Nusantara beserta segenap asset kekayaan bangsa dan negerinya.
    Namun dalam hal melangsungkan kegiatan ini kami masih mengalami beberapa kendala yang bersifat klasik. Keterbatasan kami yang paling utama dalam hal sarana dan prasarana disebabkan karena kekurangan dana operasional yang pasti dan memadai, sedangkan sumber dana operasional yang kami gunakan selama ini merupakan hasil urungan/patungan dari para gelandangan kota Jakarta, pengurus dan relawan Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara dengan jumlah yang relatif sedikit. Keadaan ini membuat kami berinisiatif untuk mengajak berbagai pihak, baik instansi pemerintah, non pemerintah, swasta maupun personal individu, khususnya yang berada di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, untuk bersama-sama berupaya membantu pergerakan kami ini demi terciptanya lingkungan hidup kita menjadi lebih baik.
    Publikasi dan Sosialisasi Kegiatan
    Walaupun kegiatan yang kami lakukan ini hanya berukuran kecil dalam skala kuantitas, tetapi dengan publikasi dan sosialiasi ini kami berharap kualitas kegiatan ini bisa diketahui dan menyebar kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup.
    Agar supaya spirit yang ada di kami bisa tertular dan kemudian menjadi pemicu dalam upaya pemeliharaan dan pelestarian ligkungan hidup oleh semua orang.
    Menambah Jumlah Bibit Pohon Trembesi
    Kami dari komunitas anak jalanan dan gelandangan sudah berupaya patungan dan mengumpulkan bibit pohon trembesi sebanyak limaribu batang, selanjutnya kami berharap pihak-pihak lain baik secara personal individu maupun lembaga baik swasta maupun pemerintah banyak yang tertarik dan terketuk untuk mendukung kegiatan yang kami lakukan dengan memberikan tambahan dukungan pendanaan untuk pembelian bibit pohon trembesi sebagai tambahan jumlah bibit pohon dari yang kami rencanakan.
    Menjalin Hubungan Baik
    Dengan adanya kegiatan ini kami berharap kita semua yang terlibat bisa menjalin hubungan yang baik sebagai anak bangsa, membangun komunikasi dan kerjasama serta wujud dari saling perhatian dan saling menghormati.

    III. Rencana Implementasi Program Kegiatan
    3.1. Waktu Pelaksanaan
    Pembagian bibit pohon trembesi : Hari Jum’at – 21 Mei 2010
    3.2. Lokasi Pelaksanaan
    Daeran Ibukota Jakarta dan sekitarnya (Depok, Bekasi, Tangerang)
    3.3. Jumlah Bibit
    Yang pasti disiapkan dari anak jalanan dan gelandangan sebanyak limaribu bibit pohon, kemungkinan akan bertambah jika ada pihak-pihak lain yang berkenan mendukung kegiatan yang kami lakukan.
    3.4 . Pihak yang Terlibat
    Kolaborasi komunitas anak-anak jalanan dan gelandangan beserta seluruh masyarakat yang tertarik untuk mendukung kegiatan ini.
    3.5 . Publikasi dan Dokumentasi
    Diliput dan disiarkan untuk diberitakan oleh 5 statsiun televisi swasta nasional dan beberapa media cetak serta elektronik.
    IV. Penggalangan Dukungan Pendanaan
    Agar pergerakan Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara bisa berkembang dan jumlah aktivitasnya bisa bertambah, serta makin luasnya ruang gerak anak-anak bangsa dalam berkreatifitas sesuai dengan bakat dan potensinya, kami mengajak kepada semua pihak untuk peduli dan mendukung kegiatan yang kami lakukan. Baik secara individu, lembaga/organisasi swasta maupun pemerintah, untuk membantu dan memberikan dukungan pendanaan serta menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan yan Kami laksanakan. Kepedulian dan perhatian serta dukungan dari semua pihak adalah kebahagiaan dan kebersamaan bagi Kita semua bangsa Indonesia .
    4.1 Kebutuhan Pengadaan Bibit
    Pengadaan bibit pohon Trembesi sebanyak 5000 batang ini telah ditanggulangi dan terbayar kontan dimuka secara bersama oleh anak jalanan dan gelandangan, senilai 5000 batang pohon x @Rp. 5000 per batang = Rp 25.000.000,-
    4.2. Kebutuhan Publikasi/Sosialisasi dan Dokumentasi
    Pembuatan Brosur sebanyak 5000 lembar x @Rp.1000 = Rp. 5.000.000,-
    Kompensasi 5 stasiun televisi x @Rp. 1,2 Juta = Rp. 6.000.000,-
    Kompensasi 2 koran nasional x @Rp.500 ribu = Rp. 1.000.000,-
    Kompensasi 2 majalah nasional x @750 ribu = Rp. 1.000.000,-
    4.2. Kebutuhan Logistik
    Sewa truk untuk angkut bibit : 2 x Rp 750 ribu Rp. 1.500.000,-
    4.2. Konsumsi
    Makanan ringan dan minuman Rp. 1.500.000,-
    5.3. Lain-lain
    Biaya tidak terduga Rp. 1.000.000,-

    Total Dana yang dibutuhkan = Rp. 42.000.000,- (Empat puluh Dua Juta Rupiah)

    – Sumbangan dari anak jalanan dan gelandangan sebesar Rp. 25.000.000,-

    – Total kekurangan biaya yang masih dibutuhkan : Rp 17.000.000,-(Tujuh belas Juta Rupiah)

    V. Penutup
    Apapun kegiatan dan program di Paguyuban Penyelamat Bangsa Nusantara merupakan bentuk perhatian, kepedulian dan sumbangsih yang bersifat bebas dan terbuka untuk semua warga. Dilakukan secara mandiri dan tidak terikat. Semoga dengan adanya wadah dan kegiatan ini dapat mendorong inisiatif-inisiatif setiap warga masyarakat untuk turut serta menanamkan kesadaran dan bertanggungjawab terhadap Nusantara tercinta dan lingkungannya.
    Demikian proposal ini kami ajukan dengan harapan dapat memberikan gambaran program dan kegiatan yang sedang dan akan kami laksanakan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatian, dukungan dan kerja sama Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.

    Kontak Panitia Revolusi Hijau :
    Maya Suara : (021) 33565575

  52. jika pohon terakhir telah di tebang………..saat ikan terakhir telah mati………dan sungai terakhir sudah kering……….kita baru akan sadar uang tak dapat di makan…………….selamatkan negeri lestari ini………..

  53. cyarra :
    Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.
    Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus Alhamdulillah, pada saat ini hampir tidak ada cucu Adam dan Hawa yang mendiami bumi ini TIDAK CINTA PADA LINGKUNGAN.
    Semuanya senang jika lingkungan kita, disekitar kita tampak tertata, bersih, sehat, dan hijau. Persoalannya adalah, bagaimana mematerikan perasaan tersebut dihati kita sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
    Anak-anak kita merupakan aset yang mestinya dapat kita andalkan untuk mengelola lingkungan secara benar di masa mendatang. Hanya bagaimana menanamkan sikap tersebut agar mereka dapat kita andalkan?
    Dunia pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam rangka menanamkan sikap cinta lingkungan, oleh karenanya sejak kinilah kita harus mulai mendesain pendidikan lingkungan hidup yang membumi agar sejak dini anak-anak kita sudah ditanamkan tentang kecintaan pada lingkungan dengan harapan merekalah nanti yang berbuat untuk menata lingkungan kita dengan benar dan tidak sarat dengan kepentingan-kepentingan sesaat.
    Sejak tahun 2003 Kota Batu Jawa Timur sudah menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan secara integrasi dengan beberapa mata pekajaran. Dalam perkembangannya pada tahun 2006 pendidikan lingkungan hidup diterapkan secara monolitik dibeberapa sekolah dan sejak tahun 2008 diterapkan secara monolitik sebagai muatan lokal untuk semua sekolah pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sebagai pendukung pelaksanaan pendidikan lingkungan tersebut telah disusun dokumen kurikulum pendidikan lingkungan hidup edisi revisi ke-3 dan Modul (bukan LKS) Pembelajaran Lingkungan Hidup untuk SD/MI sebanyak 18 judul terdiri atas 16 judul versi umum dan 2 judul versi religius (Islami).
    Teman-teman yang ingin sharing bagaiaman menerapkan pembelajaran lingkungan hidup dapat berkomunikasi dengan kami di alamat email ransel09@gmail.com. Kami tungguterjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.
    Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?
    Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.
    Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Namun, sejak kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik.
    Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan lingkungan sudah telanjur terjadi. “Membangun tanpa merusak lingkungan” yang dulu pernah gencar digembar-gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya, atas nama pembangunan, penggusuran lahan dan pembabatan hutan terus berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya menghadapi para “bromocorah” lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan umat manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai “pahlawan” lantaran telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.
    Meskipun demikian, hanya mencari “kambing hitam” siapa yang bersalah dan siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.
    Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang.
    Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.
    Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola” agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Nah, bagaimana? ***
    ————————–

  54. jika ada seorang mengatakan, begitu banyak terjadi penebangan pohon secara liar, dan pengerukan bukit2..
    hal itu sebenarnya tidak baik bagi lingkungan hidup akan tetapi para petinggi negri ini seolah tutup mata ..
    mengapa??

    saya akan menjawab siapa yang berani menjamin bahwa bukan petinggi peetinggi itu yang menjamin para pelaku penebangan liar itu..
    siapa juga yang berani meyakinkan bahwa mereka tidak mendapatkan suapan atau sogokan untuk menjamin para penebang liar itu..

    jika dipikir secara logis pasti ada sangkutan antara dijamin.terjamin, dan kasus yang terungkap..

    bukan tidak mungkin hal inilah yang terjadi di negri tercinta kita ini..

  55. Terkadang kita merasa kerusakan lingkungan disebabkan oleh orang lain tapi kenapa kita gakpernah berpikir apa yang telah kita perbuat atau apa yang telah kita lupakan sehingga lingkungan bisa rusak,

    memang lingkungan itu global tapi bila kita semua dapat saling menjaga, mungkin dunia ini terlalu kecil kita angap,

    Tapi buat pemimpin juga harus bisa bekerjasama untuk menciptakan semua ini, jangan hanya kami yang disalahkan.

  56. Ternyata banyak juga yang masih peduli pada lingkungan.
    Mari, Pak Guru, kita tularkan “virus-virus” cinta lingkungan pada anak-anak didik kita.
    Smoga bumi kita menjadi lebih baik.

  57. Lestari alamku..
    lestari desaku…

    alam merupakan penopang utama kehidupan. apakah kita harus menunggu hingga air tinggal setetes, ketika pohon tinggal sebatang, atau mengenal hewan dari buku cerita….
    hem..
    nice post
    salam kenal

  58. Memang keadaan lingkungan kita sangat memprihatinkan. Moga dengan tulisan ini kita bisa membantu pemerintah dalam hal pelestarian lingkungan hidup. Thanks Pak…

  59. Contoh kecil yang mungkin bisa diterapkan untuk mencintai lingkungan adalah mnegajarkan kepada anak-anak TK dan SD untuk tidak membuang sampah sembarangan, dan sediakan fasilitas tong sampah di sekolah.
    Bisa karena Biasa.

    Mari Jaga Alam dan Lingkungan KIta.

  60. Jangan melihat kondisi lingkungan negeri kita yang masih prihatin, tapi mulailah dari diri sendiri menjaga lingkungannya masing masing, minimal jangan buang sampah sembarangan, memelihara/menanam pohon sebagai penghijauan dipekarangan rumah, mudah-mudahan kita dan anak cucu kita merasakan kesegaran lingkungannya, semoga

    1. ya,,memang kita harus memulaisemua itu dari diri sendiri,meskipun hanyakecil tp berdampak besar bagi bumi kita…… maf law q coment” lam knal ajha ea,,salam SAVE EARTH!!!!

  61. bagus banget blognya,ya saya selaku murid SMP senang apabila menjaga lingkungan itu harus disisipkan ke dalammateri pelajaran,karena biar anak lebih tau apa pentingnya kita menjaga bumi kita,,hehehe

  62. tolong bantu dong ??
    1. kemukakan hal-hal menarik yang anda peroleh dari kutipan artikel membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan ?
    2.sertakan alasan mengapa anda memilih hal hal menarik tersebut??
    tolong di jawab ya 🙂
    terimakasih

  63. Artikel yang bagus dan berguna untuk saya baca. Semoga bermanfaat bagi orang banyak yang membaca artikel ini. Terimakas atas informasi yang diberikan.

    Kunjungan balik blog .

  64. I savor, cause I found just what I used to be
    taking a look for. You’ve ended my four day lengthy hunt! God Bless you man. Have a nice day. Bye

Tinggalkan Balasan ke mr.X Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *